Anak Angkat

Kalung



Kalung

0"Kamu tidak perlu memikirkan David lagi. Biar kami yang mengurusnya, dia memang sangat pendiam dan tidak peka, tapi percayalah jika David itu pria yang sangat  baik," ujar Arumi meyakinkan Selena.     

"Iya, Nak. Ibu mertuamu ini pasti akan segera membujuk David, agar tidak kaku terhadapmu," imbuh Charles.     

"Terima kasih, Ayah, Ibu," tukas Selena.     

"Baiklah, kalau begitu Ibu, dan Ayah, pamit dulu ya, Sayang ...," ujar Arumi seraya mengusap atas kepala Selena. Dan tak sengaja Arumi memegang kening Selena. Arumi terdiam sesaat, dia merasakan keanehan, karna kening gadis itu tidak panas, kalau memang dia sedang sakit harusnya kening itu terasa panas, tapi ini sama sekali tak terasa panas dan justru kebalikannya ... suhu tubuhnya normal, dan malah berkeringat seperti orang yang sedang ketakutan.     

Arumi menarik sudut bibirnya keatas sedikit sinis. Arumi sudah tahu sesuatu tapi dia tak mau mengatakannya.     

Wanita itu mengajak suaminya pergi, dan seolah tak tahu apapun.     

*****     

"Ah... sukurlah, mereka sudah pulang, Ibu!" tukas Selena dengan lega.     

"Iya, dan sepertinya mereka percaya denagn sandiwara kita," ujar Rani.     

"Bu! Ayo cepat buatkan surat diaknosa palsu, Bu!" pinta Selena.     

"Iya, Sayang, sabar dulu Ibu akan mengabari kawan Ibu, yang bisa melakukannya!" sahut Rani.     

"Baiklah, Bu! Ayo lakukan secepatnya! Aku benar-benar sangat kawatir!"     

"Kamu itu harus tenang, Sayang! Jangan terlalu panik, kalau begini caranya otakmu tak bisa berpikir jernih," ujar Rani menasehati putrinya.     

Selena menarik nafasnya dalam-dalam dia berusaha menenangkan dirinya sendiri.     

"Ini, ayo cepat minum dulu, biar kau bisa lebih tenang," Rani menyodorkan satu gelas air putih kepada Selena.     

Dan gadis itu pun meraihnya. Selena menghabiskan satu gelas air putih itu dalam satu tegukan.     

"Bukankah kau sering meminum obat penenang?" tanya Rani dan Selena pun menganggukan kepalanya.     

"Ada di mana obat itu? Biar Ibu yang ambilkan!"     

"Ada di tasku, Bu,"     

"Yasudah, Ibu akan mengambilnya untukmu," Rani berjalan ke luar dari dalam kamar, dan mengambil tas milik Selena yang masih tergeletak di ruang tamu.     

Tak berselang lama Rani kembali masuk ke dalam kamar lagi.     

Sambil duduk di atas kasur, wanita setengah tua itu merogoh isi tas milik putrinya. Dan tak sengaja Rani memegang sesuatu.     

Ini bukan obat penenang tapi benda kecil yang panjang mirip kalung.     

Rani terdiam sesaat lalu mengeluarkan benda itu secara perlahan, dia ingin  memastikan apakah yang dipegang itu benar-benar kalung atau bukan.     

"Kalung? Ini kalung sungguhan?" ucapnya agak heran.     

Dia tahu jika kalung itu bukan milik Selena.     

"Selena, ini kalung siapa?" tanya Rani.     

"I-itu?" Selena baru ingat jika tadi dia sempat menemukan kalung di rumah Arumi.     

"Apa kau mencurinya dari seseorang?"     

"Ah, tidak ...." Selena menunduk bersalah.     

"Selena, ayo berkata jujur pada Ibu!"     

"Bu, aku memang mengambil kalung itu dari rumah Nyonya Arumi, kalung itu tergeletak di lantai, jadi aku memasukkannya ke dalam tas," jelas Selena.     

"Itu sama saja mencuri, Selena! Harusnya kau mengembalikannya kepada, Bu Arumi!"     

"Ah, aku tadi khilaf, Bu. Lagi pula Nyonya Arumi tidak akan mencari kalung itu lagi,"     

"Hay, bagaimana kau tahu? Jika dia tak mencari kalung itu?"     

"Bu, mereka itu orang kaya, jadi bukan hal yang besar, kalau hanya kehilangan benda seperti ini, mereka bisa membeli lagi ratusan bahkan ribuan kalung yang seperti ini," tutur Selena.     

"Baiklah kalau begitu, terserah saja. Dan akan kauapakan benda ini?"     

"Aku berencana menjualnya, Bu!"     

"Benarkah? Kurasa itu ide yang bagus! Kalung ini memang berharga bagi kita tapi tidak dengan, Bu Arumi. Kita bisa menjualnya tanpa perlu takut mereka akan mencarinya," ujar Rani.     

"Iya, Bu. Karna aku sudah rugi tidak jadi menikah dengan David, dengan menjual kalung ini setidaknya kita mendapat sedikit keuntungan walau tak sebanyak jika aku menikah dengan David," ujar Selena.     

"Baiklah, kapan kita akan menjulanya?"  tanya Rani.     

"Secepatnya, Bu. Bagaiamana kalau kita jual lewat internet saja?"     

"Ah, ide bagus! Ayo cepat buka ponselmu!" suruh Rani.     

Dengan sigap Selena mencaritahu tentang jenis kalung itu. Tapi tak ada jenis kalung seperti itu, rupanya ini adalah kalung yang di pesan secara khusus oleh Arumi.     

Sekilas kalung ini terlihat sangat indah dan mewah, tapi bentuk liontin kalung itu sangat aneh, sebuah kepala tengkorak bermata satu dengan hiasan butiran berlian.     

"Bu, kita tidak bisa mematok harga pasti untuk kalung ini, karna harga pasarannya kita tidak tahu. Lagi pula emas jenis apa kita juga belum tahu. Tapi aku menebaknya ini adalah emas kadar 99 ℅," jelas Selena.     

"Kalau begitu, apa kita langsung bawa ke toko emas saja?" usul Rani.     

"Jangan, Bu, terlalu berbahaya!"     

"Berbahaya bagaimana sih? Tidak ada yang tahu jika itu milik, Bu Arumi!"     

"Iya sih, tapi entah mengapa aku merasa was-was, Bu!"     

"Ah, yasudah kalau begitu kamu jual di situs lelang saja, siapa tahu ada yang berminat membelinya dengan harga yang mahal!"     

"Ah, benar juga ya,"     

Dengan segera Selena menuruti usul sang ibu.     

Baru saja dia memasang foto kalung itu, tiba-tiba sudah ada yang menawarnya dengan nominal 1 juta rupiah.     

"Bu langsung ada yang menawarnya!"     

"Wah awal yang bagus, kita lihat sampai berapa mereka berani memberikan harga,"     

Selanjutnya ada yang mulai menawar 2 juta, kemudian 5  juta dan selanjutnya 10 juta rupiah.     

Setelah itu tidak ada tanda-tanda orang yang berani menawarnya lagi.     

"Bu, hanya sampai 10 juta saja, bagaiamana ini? Apa kita akan melepasnya dengan harga segitu?" tanya Selena.     

"Tidak bisa! Harga segitu untuk apa? Tidak sebanding dengan keindahan kalung yang kita miliki ini!" gerutu Rani.     

"Lalu bagaiamana lagi, Bu? Kita tidak mungkin memakainya, Bu?"     

"Aku tahu, walau sebenarnya aku ingin memakainya tapi aku takut kalau Bu Arumi akan melihatnya, ini berbahaya!"     

"Lalu apa yang harus kita lakukan, Bu?"     

"Ah, kita tunggu sampai nanti malam, waktu lelang selesai sampai jam 12 malam!" tutur Rani.     

Dan Selena pun menuruti perintahnya.     

***     

Pukul 23:57     

"Bu, sebentar lagi waktu habis, tapi tak ada yang berani menawar lagi?" ujar Selena.     

"Ah, apa kita sudahi saja ya, Sayang?"     

"Kita tidak jadi menjualnya, Bu?"     

"Tidak! Mungkin kita akan menjualnya besok,"     

"Ah, yasudahlah, kalau begitu kita batalkan saja sebelum waktu habis,"     

Selena sudah akan menekan tombol 'cancel' tapi tiba-tiba ada satu akun yang menawar kalung itu dengan harga yang fantastis.     

"Hah?! 100 juta?!" Selena tampak syok.     

"Ada apa, Selena? Ada yang menawarnya lagi?" tanya Rani yang tampak penasaran.     

"Iya, Bu! Dia menawarnya 100 juta!" jawab Selena.     

"Wah, benarkah?!"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.