Anak Angkat

Sikap Mesya Yang Berubah



Sikap Mesya Yang Berubah

0Arthur berjalan mendekati Mesya dengan senyuman yang mengandung banyak arti.     

"Kau benar-benar ingin aku melakukan perbuatan yang tidak senonoh ya?" tanya Arthur.     

"Coba saja kalau berani! Aku sama sekali tidak takut!" jawab Mesya.     

Arthur benar-benar akan memenuhi tantangan Mesya, dia mendorong tubuh Mesya hingga menempel di tembok. Jarak wajahnya dengan wajah Mesya tak sampai satu jengkal. Arthur memejamkan mata untuk mendaratkan ciumannya. Dia melakukan ini untuk gertak, agar Mesya takut kepadanya.     

Tapi hal yang tak terduga malah terjadi.     

Mesya mengeluarkan alat penyengat listrik dari dalam sakunya.     

Memang alat itu tak begitu panjang, dan sangat pendek dari ukuran normal, sehingga sangat mudah di masukkan ke dalam saku, dan tantunya tak akan ada yang menyadari jika dia membawa benda itu. Tanpa berpikir panjang, Mesya langsung menempelkan alat itu di ketiak Arthur.     

"Rasakan ini!" teriaknya.     

Arthur pun tampak tersentak dan tubuhnya sedikit kejang-kejang.     

Sehingga dia melepaskan tubuh Mesya.     

"Ah sial!" umpat Arthur.     

"Haha! Rasakan! Itu hanya permulaan!" teriak Mesya dengan puas.     

"Dengar ya, Kak Arthur! Aku akan terus mengusikmu, seperti kau yang selalu nengusik kehidupan orang-orang di sekolah ini!" ujar Mesya.     

"Memangnya kau ini biasa apa? Jangan terlalu yakin dulu karna sebentar lagi kau itu akan keluar, Mesya!" ujar Arthur, "ingat pernikahanmu hanya tinggal dua minggu lagi!"     

"Memangnya kenapa dengan hal itu?! Aku tidak peduli!" Mesya tampak santai tanpa beban.     

"Dasar, Bodoh! Itu artinya kau harus angkat kaki mulai dari sekarang!" sergah Arthur.     

"Kenapa, Kakak, malah mengusirku? Ini, 'kan sekolahku! Ayah, dan Ibu, memberikannya untukku! Jadi kau yang harus angkat kaki, Kak!"     

"Sekolah ini memang untukmu, Mesya! Tapi sayangnya kau harus meninggalakanya!"     

"Yah, memang betul, tapi percayalah! Tidak lama aku akan kembali lagi!"     

"Percaya diri sekali kau! Ingat kau itu akan menikah! Bukan untuk bermain-main! Kau pikir waktumu bisa secepat itu?!"     

"Tentu saja! Aku sangat yakin, jika aku akan cepat menyelesaikan misiku! Dan aku akan segera mengusir Kak Arthur, dari sekolah ini!"     

Arthur mengernyitkan dahinya dengan sinis.     

"Sombong sekali! Lihat saja, pasti akan ada waktunya bagiku untuk menbunuhmu dan memutilasi tubuhmu, hingga menajadi beberapa bagian!" ancam Arthur     

"Oh, ya?! Kau akan melakukan itu? Huft... jangan bermimpi, Kak! Percayalah, kau tak akan bisa! Tak ada satupun  orang yang membelamu di dunia ini. Kau tidak seberuntung aku, Kak!" Mesya meledek, "kau hanya anak kandung yang terabaikan, tidak seperti aku! Aku adalah anak angkat yang menjadi anak emas!" Bahkan secara terang-terangan Mesya menghina Arthur.     

Dia tahu jika selama ini Arthur itu iri kepadanya, karna kedua orang tuanya yang menyangnya di banding Arthur.     

Arthur pun semakin murka dengan ucapan Mesya.     

"Dasar, Gadis Sialan! Aku tidak akan membiarkanmu hidup!" hardik Arthur.     

Dia mengeluarkan pisau karter dari sakunya.     

"Apa kau yakin akan membunuhku?" tanya Mesya.     

"Tentu saja! Orang menyebalkan sepertimu itu memamg harus mati, Mesya!" ujar Arthur.     

"Kalau orang sepertiku mati, maka rencana keluargamu yang tinggal satu langkah menuju kemenangan itu akan hancur!" ujar Mesya.     

Dan Arthur pun terdiam sesaat.     

Apa yang diucapkan oleh Mesya itu benar. Saat ini dia dan keluarganya masih membutuhkan Mesya.     

Dan jika Mesya sampai mati di tangannya, maka dia yang akan di habisi oleh keluarganya sendiri, selain itu rencana untuk menjadi penguasa akan gagal.     

Arthur pun kembali memasukkan pisau karter itu di dalam sakunya.     

Dan Masya menertawakan tingkah kakak angkatnya.     

"Haha! Kau tidak jadi membunuhku ya? Ah kasihan diriku ini... aku dibiarkan hidup karna mereka yang masih membutuhkanku ...," tukas Mesya dengan raut sedikit bersedih, tapi mulutnya masih tertawa.     

"Berhenti tertawa, Mesya! Memangnya ada yang lucu?!" hardik Arthur.     

Mesya pun menghentikan sesaat tertawaannya.     

"Memangnya tertawa itu harus ada yang lucu ya? Bukannya, Kak Arthur sering menertawakanku? Meski tak ada sedikitpun tindakan yang lucu?" sindir Mesya.     

Arthur kini semakin geram karna tersinggung.     

Dia merasakan apa yang sering ia lakukan terhadap Mesya.     

Salah satunya menertawakan tanpa sebab.     

'Gadis ini nampaknya sudah mulai gila, dia sangat berbeda dengan Mesya yang kukenal dulu, si gadis yang pendiam dan penakut,' bicara Arthur di dalam hati.     

"Kak Arthur! Kalau kau tidak segera pergi dari sekolah ini! Maka akan kupastikan hidupmu tidak akan tenang!" ancam Mesya, lalu gadis itu pun pergi meninggalkan Arthur.     

Di membanting pintu ruangan Arthur dengan kasar.     

Arthur nanar melihat langkah Mesya yang kian menjauh darinya. Berkali-kali Arthur mengumpat terhadap adik angkatnya itu.     

"Dasar, Gadis Gila! Kau benar sudah gila, Mesya!"     

"Lihat tingkahnya! Bahkan dia sudah berani mengancamku! Memangnya dia itu bisa apa?!"     

"Cih! Lihat saja! Aku pasti akan membunuhnya setelah urusannya selesai! Dia pikir dia akan hidup bebas, dan bisa kembali ke sekolah ini? Hah! Itu mustahil karna aku tak akan membetikanya kesempatan untuk hidup!"     

"Waktumu hidup, hidupmu hanya sampai kau berhasil melakukan tugasmu dengan baik! Dan setelah itu jangan harap kau masih bisa bernafas lagi!"     

Arthur yang marah mulai membanting semua barang-barang yang ada di dalam ruangannya.     

Tok! Tok!     

Hingga terdengar suara yang seseorang mengetuk pintu.     

Arthur pun langsung menghentikan amarahnya.     

Dia segera membukakan pintu.     

Ceklek!     

"Bu Celine, ada apa?" tanya Arthur.     

"Ah, aku melupakan sesuatu, Pak!"     

"Memanghya melupakan apa?"     

"Ini!" Celine mengeluarkan kotak makanan.     

"Apa itu?"     

"Ini kue buatan saya sendiri. Pak Arthur, bilang tidak suka makanan kantin, siapa tahu, Pak Arthur, menyukai kue buatan saya," ujar Celine sambil tersenyum.     

"Ah begitu ya?" Arthur meraih kotak makanan itu, "terima kasih, Bu Celine," ucapnya.     

"Sama-sama, Pak," Celine sangat bahagia karna Arthur menerima kue pemberinanya.     

"Yasudah saya kembali ke ruangan saya dulu ya, Pak. Sebentar lagi saya harus mengajar murid-murid, Pak," ucap Celine.     

Tapi sebelum dia keluar wanita itu menyadari ruangan Arthur yang sangat berantakan.     

"Pak, kenapa ruanganya berantakan sekali?" tanya Celine.     

"Ah, tadi saya sedang ...."     

"Sedang apa?"     

"Saya sedang mengusir seekor tikus," jawab Arthur.     

"Benarkah? Di ruangam Pak Arthur, ada tikus?"     

"Iya,"     

Celine tampak ketakutan, dia memang phobia dengan tikus. Lalu dengan segera dia meninggalkan ruangan Arthur.     

"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak!" ujar Celine seraya berlari cepat meninggalkan ruangan itu.     

Arthur menggelengkan kepalanya seraya berdecak heran. Hanya seekor tikus saja membuat orang ketakutan.     

Setelah itu Arthur membuang kue pemberin Celine ke tempat sampah.     

"Dia pikir aku menyukai makanan sampah seperti ini? Aku masih membayangkan daging Bu Ratu, yang berlemak itu ketimbang makanan sampah ini," gumam Arthur.     

"Ah, sayangnya wanita bertubuh gemuk itu malah mati karna kecelakaan, padahal aku ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri!"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.