Anak Angkat

Tidak Butuh Apa-apa Kecuali Kebebasan



Tidak Butuh Apa-apa Kecuali Kebebasan

0"Arthur, kamarnya—" Celine   menatapnya takjub dalam ruangan bernuansa putih nan elegan itu.     

"Indah, bukan?" potong Arthur.     

"I-iya," jawab Celine. Gadis itu merasa deg-degan.     

"Ayo masuk," Arthur menggandeng tangan Celine.     

"Tapi ...." Celine tampak ragu-ragu.     

"Ayolah, masuk sekarang," ajak Arthur. "Wah tanganmu dingin ya?" kata Arthur.     

Celine tersenyum tipis, agak malu. Dia memang sedang grogi.     

"Ayo masuk tidak perlu takut,"     

"Arthur, tapi aku—"     

"Sudahlah, aku ini kekasihmu. Aku pasti akan melindungimu," ucap Arthur.     

Berkat rayuan Arthur Celine pun akhirnya mau menuruti ajakkan Arthur.     

Kemudian Arthur menyuruh Celine duduk di atas ranjang. Dia juga tengah duduk di samping Celine.     

"Apa kau menyukai tempat ini?" tanya Arthur.     

Masih dengan wajah yang ragu-ragu Celine menganggukkan kepalanya. Dia sedikit menikmati ruangan ini. Benar-benar mirip ruangan yang digunakan untuk pengantin baru. Aroma mawar bercampur dengan lilin aroma terapi benar-benar membuatnya merasa tenang dan nyaman.     

Tapi dia juga merasa sangat takut.     

"Kenapa tidak menjawab? Aku tanya sekali lagi ya? Kau menyukai kamar ini atau tidak?"  tanya Arthur.     

"Iya, saya menyukainya ... tapi ...."     

"Tapi apa, Celine?"     

"Tapi kenapa kamu sampai harus menyewa kamar khusus untuk kita? Kita ini belum menikah? Lagi pula baru juga hari ini kita resmi berpacaran?" protes Celine.     

"Loh, memangnya kenapa? Aku ingin menghabiskan waktu berdua saja denganmu. Apa itu harus menunggu menikah?" jawab Arthur.     

"Tentu saja Arthur, kita harus menikah dulu, untuk berada dalam satu kamar seperti ini. Lagi pula kalau sekedar ingin berduaan, kita bisa melalukannya di tempat lain, 'kan? Kenapa harus di hotel?" pungkas Celine.     

"Kalau di hotel tidak ada yang mengganggu kita, Celine!" jawab Arthur singkat.     

"Iya, tapi aku takut kalau kamu akan—"     

"Akan berbuat tidak senonoh ya?" tebak Arthur.     

"I-iya," Celine tampak gemetaran.     

"Celine," Arthur membelai rambut Celine dengan  membut.     

"Kamu jangan takut, aku akan melalukannya pelan-pelan, kamu pasti belum pernah melalukannya, 'kan?" tanya Arthur dengan lirikan nakal.     

'Aduh bagaimana ini? Aku belum siap, untuk melakukan hal ini, dan  artinya aku sudah melanggar batas, aku ini seorang Guru? Mana pantas aku melalukan hal ini? Tapi ... kalau aku melalukannya bisa menjadi alasanku untuk tetap bersama Arthur. Aku ingin dia menjadi milikku seutuhnya!' bicara Celine di dalam hati.     

Batin gadis itu berkecamuk, dia ingin menolak ajakan Arthur, tapi dia juga tidak mau membuat Arthur kecewa. Karna dia sangat mencintai Arthur. Lagi pula Celine juga silau akan harta keluarga Davies. Celine ingin mewujudkan impiannya yaitu menjadi orang yang kaya-raya.     

"Sayang, kenapa malah melamun?" tanya Arthur, dia memegang dagu Celine dengan lembut.     

"Ayolah," Arthur mengecup bibir gadis itu.     

Celine tak bisa memberontak.     

Kini dia hanya bisa diam dan pasrah.     

Tapi ketika Arthur mulai membuka kemeja yang di kenalan oleh Celine, gadis itu langsung menghentikan perbuatan Arthur.     

"Tunggu!" ucapnya.     

"Ada apa lagi sih?" tanya Arthur.     

"Arthur, kalau kau ingin  melakukan hal ini kepadaku, kau harus memenuhi keinginnanku," tukas Celine.     

"Memenuhi keinginanmu? Tentu saja aku mau melakukannya? Memangnya kau mau apa?" tanya Arthur.     

"Arthur, aku ingin setelah ini kau harus menikahiku! " pinta Celine secara tegas.     

"Haha, hanya itu ya?" Arthur terlihat menyepelekanya, "itu bukan apa-apa bagiku! Aku melakukan ini karna aku mencintaimu, Celine. Jangankan menikahimu, memberikan harta yang berlimpah untukmu saja aku mau!" pungkas Arthur.     

"Benarkah?!" Celine begitu antusias mendengarnya.     

"Tentu saja! Bagaimana? Kau mau melakukannya untukku, 'kan?" Arthur kembali menatap kedua mata Celine dalam-dalam, "kau sudah siap?"     

Celine pun menganggukan kepalanya. Gadis itu pasrah saat Arthur mulai menjalajahi tubuhnya.     

Melepas satu persatu, pakaian yang membalut tubuh rampingnya.     

'Yah, setidaknya Celine, lebih cantik ketimbang Ratu,' batin Arthur.     

'Aku akan membuktikan kepada Ayah dan Ibu, jika aku ini pria yang bisa diandalkan! Memiliki anak itu tidak harus menikah, 'kan?' bicara Arthur di dalam hati.     

Dua sejoli itu menghabiskan malam mereka di hotel ini.     

Celine rela menyerahkan mahkotanya hanya untuk Arthur dan hartanya.     

Sedangkan Arthur melakukan ini semua demi mendapatkan seorang bayi dari hubungannya dengan Celine. Kalau dia berhasil membuat Celine hamil dan melahirkan seorang anak, maka dia akan menyerahkan anak itu untuk tumbal aliran sesaat keluarganya.     

Mereka melakukan hubungan di luar nikah untuk tujuan masing-masing. Celine untuk kekayaan dan cintanya, sementara Arthur untuk ritual sesatnya.     

***     

Di sebuah pusat perbelanjaan, Mesya tengah bersama Satria.     

"Mesya, kau tidak ingin membeli apa pun di sini?" tanya Satria kepada Mesya.     

"Aku bingung harus memilih apa, Kak?" ucap Mesya.     

"Pilih saja baju atau tas yang kau suka," ujar Satria.     

"Aku tidak butuh barang-barang itu, Kak! Di rumahku sudah banyak," jawab Mesya.     

"Tapi bukankah para gadis itu suka sekali jika dibelikan barang-barang seperti itu?"     

"Ya, itu untuk gadis lain, berbeda denganku. Aku sudah punya segalanya, Kak. Hanya satu yang tak kumilki ...,"     

"Apa itu?"  tanya Satria.     

"Kebebasan," jawab Mesya sambil menundukkan kepalanya.     

"Kebebasan? Kau butuh kebebasan? Untuk apa?" tanya Satria.     

"Untuk ...." Mesya terdiam sesaat.     

"Kenapa tidak dilanjutkan?"  tanya Satria seraya memegang kedua pipinya.     

"Tidak, kok, Kak. Bukan apa-apa," ujar Mesya.     

"Mesya ... apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?" desak Satria dengan suara pelan.     

Mesya segera menyangkal dan menggelengkan kepalanya.     

"Tidak, Kak! Aku tidak menyembunyikan apa-apa darimu! Sungguh!" ucapnya.     

"Kau yakin tidak sedang berbohong?" sindir Satria.     

"Ti-ti-dak!" jawab Mesya terbata-bata.     

Meski Satria menyadari jika Mesya sedang berbohong, tapi Satria tak mau memaksa Mesya untuk berbicara. Karna dia tidak mau membuat Mesya merasa tertekan dan tidak nyaman atas pertanyaannya yang terkesan memaksa.     

Walau di dalam hati  Satria terus bertanya-tanya tantang apa yang telah disembunyikan oleh Mesya.     

'Apa di rumahnya, Mesya itu mendapatakan perlakukan buruk ya? Apa Bibi Arumi, terlalu mengekang Mesya? Sehingga Mesya mendambakan sebuah kebebasan?' bicara  Satria di dalam hati.     

*****     

"Mesya,"     

"Iya,"     

"Memangnya tidak apa-apa, jika acara pernikahan kita nanti akan berlangsung secara sederhana?"     

"Kenapa, Kak Satria, bertanya seperti itu kepadaku?"     

"Tentu, saja aku takut jika kau akan kecewa, karna setiap gadis menginginkan acara pernikahan mereka dengan mewah. Ini adalah momen berharga bagi seorang gadis," pungkas Satria.     

"Sudah kubilang jika aku bukanlah seperti gadis  pada umumnya. Aku tak membutuhkan apapun. Aku bisa mendapatkan segalanya, dengan harta yang kumiliki, aku sudah bosan, Kak," ujar Mesya.     

"Ah, baiklah," Satria menganggukkan kepalanya.     

'Maafkan aku, Mesya. Mungkin kau akan menolak pernikahan ini jika kau tahu kalau aku dan ayahku menginginkan sesuatu dari Pernahkan kita. Kau sudah tulus mencintaiku, tapi aku malah memanfaatkanmu.' bicara Satria di dalam hati.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.