Anak Angkat

Sebuah Alasan



Sebuah Alasan

0"Yasudah kau boleh mengambil foto ataupun  vidio Lizzy, tapi tolong jangan beritahu hal ini kepada Bibi Arumi dan Paman Charles. Kau hanya boleh memberi tahu David saja," ucap Satria.     

"Baiklah, Kak, aku akan menuruti ucapanmu, aku berjanji hanya akan memeberkkan foto ini kepada, Kak David," tukas Mesya meyakinkan Satria.     

"Bagus, kalau begitu," Satria tersenyum sambil mengusap rambut Mesya.     

Setelah beberapa kali mengambil foto dan Vidio Lizzy, Satria mengajak Mesya pulang.     

Karna mereka tidak bisa berlama-lama berada di sini.     

Akan berbahaya kalau sampai Wijaya memergokinya.     

***     

Sebelum pergi, Mesya kembai mengajak Lizzy berbicara.     

"Lizzy, aku dan Kak Satria, pergi dulu ya, lain kali aku akan menemuimu lagi," tukas Mesya kepada Lizzy.     

Masih tak ada respon, tapi. Mesya tak peduli, yang terpenting dia bisa bertemu dengan Lizzy dan mengambil fotonya untuk David.     

Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk mengurangi kesedihan  David, dan sedikit mengobati rasa rindunya terhadap Lizzy, dengan memandang foto Lizzy.     

Setah itu Mesya dan Satria  pun pergi meninggalkan tempat itu.     

Lizzy hanya terdiam mematung, namun secara perlahan, kedua sudut mata itu nengeluarkan cairan bening.     

Si Perawat datang dan melihat Lizzy byang sedang menangis.     

"Nona Lizzy, lagi-lagi kau menangis," ucapnya sambil menghapus air matanya.     

Sudah beberapa kali Perawat itu melihat Lizzy yang menangis setelah dijenguk oleh Satria, dan sekarang oleh Mesya.     

"Sepertinya, Nona Lizzy itu sudah memiliki sedikit perubahan. Dulu dia tak pernah sedikit pun mengeluarkan air mata, tak ekspresi selain diam, tapi sekarang dia lebih sering menangis jika bertemu dengan seseorang," gumam Perawat itu.     

"Jujur, sampai saat ini aku masih bingung dan tidak tahu terkait sakit yang diderita Nona Lizzy. Padahal aku sudah bekerja bertahun-tahun menguelrusnya? Kalau  memang dia mengidap gangguan jiwa harusnya Nona Lizzy, di bawa ke rumah sakit jiwa agar lekas sembuh, kenapa malah dibiarkan begini saja? Uang mereka itu banyak, 'kan?" perawat itu bergumam sendirian di depan Lizzy yang hanya diam tanpa kata.     

Dan tak lama  terdengar suara seseorang yang menggedor pintu.     

"Siapa?" teriak si Perawat.     

"Saya, Bu Nadia!" jawabnya.     

Dan dengan segera Perawat itu berdiri untuk membukakan pintu.     

Ceklek!     

"Silakan masuk, Bu,"     

Nadia memasuki rumah itu, lalu menemui Lizzy.     

"Lizzy, bagaimana keadaanmu?" tanya Nadia. Wanita itu juga menbawakan makanan kesukaan Lizzy.     

Nadia memang sering berkunjung ke rumah ini untuk menengok Lizzy. Karna dia merasa iba dengan gadis malang itu.  Wijaya juga tahu akan hal ini dan dia juga tidak melarangnya. Asalkan Nadia tidak berusaha untuk berlari meninggalkan Wijaya dan Satria. Dia tetap harus bekerja di rumah keluarga Diningrat. Menjadi Pelayan dan Juru Masak.     

"Bu Nadia," panggil si Perawat.     

"Iya, ada apa, Rita?"     

"Bu Nadia, sudah beberapa kali ini saya melihat Lizzy, menangis," ucapnya.     

"Benarkah?" Nadia tampak kaget mendengar ucapan Perawat itu.     

'Bukankah, seharusnya Lizzy itu tidak bisa merepon apa pun ya? Lalu bagaimana bisa dia menangis?' dalam hati Nadia mulai bertanya-tanya.     

"Bu, tadi Tuan Muda Satria juga datang kemari, dia membawa serta istrinya," jelas Rita si Perawat.     

"Benarkah? Satria datang bersama istrinya?"     

Rita menganggukkan keplanya, "Benar, Bu!" ucapnya.     

Ini terasa aneh bagi Nadia, entah apa alasan Satria malah membawa Mesya menemui Lizzy. Tentu saja itu sangat berbahaya apa bila di ketahui oleh Wijaya.     

Tapi Nadia mulai curiga jika ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Mesya, dan Mesya bukanlah gadis biasa.     

'Tapi apa yang mereka sembunyikan, dan siapa Mesya sebenarnya? Ah apa pun alasannya, dan sapa pun Masya, aku yakin dia anak yang baik, dan memiliki tujuan baik, buktinya dia sangat peduli dengan Lizzy,'     

"Apa yang mereka lakukan di sini? Terutama yang di lakukan oleh Mesya?" tanya Nadia kepada Rita.     

"Entahlah, Bu. Tapi Nona Mesya seperti sedang berbicara sesuatu yang serius kepada Lizzy, buktinya setelah ia pergi Lizzy langsung menangis," jelas Rita.     

'Apa yang dikatakan oleh Mesya, hingga membuat Lizzy menangis? Padahala/ Lizzy itu hampir tak bisa berekspresi apa pun?' bicara Nadia di dalam hati.     

"Bu Nadia, kenapa sejak tadi melamun?" tanya Rita     

"Eh, tidak kok Rita, ya sudah ayo makan bersama, aku membawakan banyak makanan untuk kalian," ujar Nadia.     

"Wah, terlama kasih, Bu!keliahatanya enak sekali! Bu Nadia, 'kan sangat pandai memasak!" puji Rita.     

"Ah, kamu itu bisa aja, Rita! Selalu memujiku secara berlebihan!" ujar Nadia.     

"Aku bicara yang sesungguhnya, Bu!" sangkal Rita sambil tersenyum.     

"Ah, baiklah, terima kasih sekarang cepat habiskan makananmy Rita!"     

"Baik, Bu, dengan senang hati,"     

Rita menyantap makanan yang dibawakan oleh Nadia dengan lahap, sedangakan Nadia malah menyuapi Lizzy pelan-pelan.     

Dia hanya tidak bisa merespon jika diajak berbicara, tapi dia masih bisa makan minum dengan normal. Hanya saja apa yang ia lakukan itu seperti tidak disadari olehnya, Lizzy seperti patung hidup.     

*****     

Esok harinya, seperti biasa, mereka berkumpul di meja makan.     

Dalam kesempatan ini Mesya memberanikan diri untuk bebicara dengan Wijaya.     

"Ayah, boleh aku berbicara sesuatu?" tanya Mesya kepada Wijaya.     

"Kau ingin berbicara apa, Nak?" ujar Wijaya.     

"Apa, aku boleh menengok orang tuaku?" tanya Masya.     

Dan Wijaya berhenti sejenak, lalu menaruh sendok dan garpu di atas piring.     

Mesya terlihat ketakutam melihat sorot mata Wijaya yang teramat menyeramkan itu.     

Tapi ekspresi itu tak berlangsung lama, hanya bertahan beberapa saat saja.     

Setelah itu Wijaya berekspresi noemal.     

"Tentu saja, Nak! Kau boleh menengok orang tuamu," jawab Wijaya dengan santai, dan bahkan dia juga masih sempat tersenyum.     

Terasa aneh memang, padahal tadi Wijaya seperti akan memarahinya, tapi beberapa detik kemudian Wijaya bersikap ramah lagi     

Dia hampir mirip dengan Arumi.     

Dan Mesya juga tidak terlalu heran akan hal itu, karna Wijaya dan Arumi itu berasal dari keluarga yang sama. Dan mereka juga sama-sama menganut aliran sesat yang memuja Iblis.     

"Kalau kau pergi ke rumah orang tuamu, jangan lupa sampaikan salam Ayah, kepada mereka," tukas Wijaya.     

"Ah, baiklah, Ayah," sahut Mesya seraya tersenyum hangat, "terima kasih ya,"     

"Iya, Nak! Tapi perlu kau ingat jika kau tidak boleh pulang telat," ujar Wijaya.     

"Baik, Ayah, aku akan menuruti perintah Ayah!" jawab Mesya dengan penuh bersemangat.     

"Yasudah habiskan dulu, makananmu," ujar Wijaya.     

Masya menganggukkan kepalanya dan kembali menyantap makananya, tak sabar dia untuk segera pulang ke kediaman keluarga Davies.     

Dia ingin bertemu dengan David untuk memberikan foto Lizzy kepadanya.     

Sebenarnya Mesya bisa saja memberikan foto ini untuk David lewat internet, tapi dia ingin memberikannya secara langsung kepada kakaknya itu, karna ini adalah kesempatan bagi Mesya untuk bertemu dengan David tanpa membuat Satria curiga.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.