Anak Angkat

Pura-pura Hamil



Pura-pura Hamil

0Satria dan Nadia tampak mengkhawatirkan keadan Mesya. Tak biasanya dia muntah-muntah di pagi hari.     

Satria pun meninggalkan ruang makan untuk mengejar istrinya.     

"Ah, ada apa lagi dengan anak itu?" Wijaya bergumam, "harusnya aku membunuhnya saja sekarang. Dari pada harus merepotkan seperti ini!" Wijaya mendengus kesal.     

"Sekarang nafsu makanku juga tergangu gara-gara anak itu!" Di matanya, Mesya adalah gadis yang menyebalkan. Dia tidak bisa memenuhi apa yang dia inginkan, yaitu anak. Wijaya tidak suka menunggu lama apa lagi tanpa kepastian seperti ini.     

Sementara Nadia masih berdiri di samping meja makan, sambil memandangi mantan suaminya itu. Dia juga mulai mengkhawatirkan keadan Mesya.     

"Hey, kau!" Wijaya menyeru Nadia.     

"Iya!" jawab Nadia dengan sedikit mengerjapkan matanya.     

"Kenapa masih berdiri di situ? Apa di dapur sudah tidak ada pekerjaan lagi!?" Wijaya bertanya dengan nada yang meninggi. Membuat Nadia tersentak, dan jantungan berdebar lebih kencang.     

"Maaf, aku sudah menyelesaikan semua pekerjaanku. Aku hanya tinggal menunggu sampai kalian selesai makan. Dan mencuci semua piringnya," jawab Nadia.     

"Oh ya? Kalau begitu kau boleh pergi ke kamarmu!" printah Wijaya kepada Nadia.     

Dan wanita itu segera menuruti perintah Wijaya. Apa yang diucapkan pria itu tak bisa diganggu gugat, atau Nadia akan mendapatkan masalah besar.     

Kini tinggal Wijaya saja yang ada di dalam ruang makan itu.     

Raut wajahnya tampak kesal, selera makannya juga menurun karna melihat tingkah Mesya.     

"Muntah, di saat orang lain sedang makan! Benar-benar tidak sopan!" Wijaya mendengus kesal.     

Tak berselang lama Satria dan Mesya kembali lagi ke meja makan.     

Wijaya menatap tajam kearah Mesya, dia menyiratkan kebencian. Dan tatapan itu benar-benar membuat bulu kuduk Mesya meremang.     

"Maafkan aku, Ayah. Aku sudah membuat Ayah, tidak berselera makan. Akhir-akhir ini selera makanku sedang tidak enak," ujar Mesya dengan suara yang bergetar.     

"Sudahlah jangan bertingkah memelas di hadapanku! Karna itu hanya membuatku semakin muak saja!" cantas Wijaya.     

Tak Terima dengan perlakuan sang ayah terhadap istrinya membuat Satria mekakukan pembelaan terhadap Mesya.     

"Ayah, tolong jangan bertingkah kasar kepada, Mesya! Dia itu sedang sakit, Ayah!" ujar Satria.     

"Wah, sejak kapan kau peduli dengan seorang wanita? Memangnya aku pernah mengajarimu seperti ini! Kau jangan membuat malu keluarga dengan sikap payahmu itu, Satria!" pungkas Wijaya setengah membentak. Dia benar-benar kesal dengan putranya. Mesya sudah membuat Satria lemah. Padahal Wijaya sudah melatih Satria sejak kecil, untuk menjadi pria yang kejam, dan tak mengenal belas kasihan. Tapi hanya karna cinta membuat Satria seakan tak berdaya, dan melupakan martabatnya sebagai seorang putra Wijaya Diningrat yang sangat kejam.     

"Tapi dia itu istriku, Ayah!" ucap Satria.     

"Memangnya kenapa kalau dia istrimu? Aku sama sekali tidak peduli!"     

"Ayah, benar-benar kejam!" cantas Satria.     

"Hey! Kau bahkan berani berbicara dengan nada tinggi di depan Ayahmu!" Wijaya membentak, "dan itu gara-gara, Gadis Jalang, ini!" Dia menunjuk Mesya dengan raut mencerca.     

Mesya sampai melebarkan pupil matanya mendengar ucapnya Wijaya. Pria itu benar-benar sangat kasar, bahkan Charles dan Arumi pun tak pernah berbicara sekasar ini kepadanya.     

Dia memang dibesrakan oleh keluarga pembunuh, tapi mereka tidak pernah memperlakukan Mesya dengan kasar, kecuali Arthur.     

Mesya selalu menghargai orang yang lebih tua seperti Wijaya. Karna tidak sepantasnya pria dan sosok ayah yang menjadi panutan sepertinya, bertingkah sekasar ini. Dan terlihat jelas jika Wijaya tak pernah menghargai Wanita.     

Bahkan seorang psikopat seperti Charles saja, selalu memperlakukan Arumi dengan baik. Dan berbicara dengan nada pelan dan sopan.     

Mesya juga pernah melihat Wijaya memperlakukan Nadia dengan buruk. Waktu itu dia hendak keluar rumah dan tak sengaja melihat Wijaya menampar wajah Nadia di ruang tamu, entah apa kesalahan yang dilakukan oleh Nadia.     

Dan Mesya tampak aneh dengan kedua orang itu, terlihat sekali jika ada hubungan yang tak biasa di antar keduanya.     

Entah hubungan apa yang jelas itu berhasil membuat Mesya begitu penasaran. Dan sampai sekarang Mesya berusaha untuk mencari tahu tentang mereka.     

Wijaya belum berhenti melontarkan kata-kata yang menjatuhkan Mesya. Tapi Mesya tak bisa membalasnya. Semakin lama berada di dalam ruang makan ini, yang ada malah membuat Mesya semakin stres. Akhirnya Mesya mencari cara agar bisa keluar dari ruangan ini.     

'Ump ... hoek!'     

Mesya berpura-pura ingin muntah lagi, sehingga ada alasan baginya untuk pergi meninggalkan ruang makan.     

Dan dia sengaja melakukan ini agar Wijaya mulai mengira jika Mesya tidak mengalami mual biasa, melainkan mual karna hamil.     

Dia ingin Wijaya mulai menebak-nebak secara pelan-pelan, agar dia percaya jika Mesya tidak sedang bersandiwara.     

"Astaga! Dia akan muntah lagi!" Wijaya menggebrak meja dan meninggalkan ruang makan.     

*****     

Ketika jam makan malam tiba, Mesya pun memberanikan diri untuk berbicara serius kepada Satria dan Wijaya.     

Ini adalah bagian dari rencananya bersama Arumi. Dia akan memperlihatkan testpack itu kepada Wijaya dan Satria.     

Suasana ruang makan tampak senyap dari obrolan, hanya denting garpu dan piring menjadi irama yang mengiringi mereka.     

Mesya tampak ragu-ragu untuk memperlihatkan benda itu kearah Ayah mertuanya. Dia takut jika Wijaya tak percaya dan rencananya akan gagal. Tapi apapun resikonya dia harus memperlihatkan benda itu hari ini juga.     

Mesya menahan sebentar keinginannya. Menunggu sampai mereka selesai makan. Dan setelah denting piring serta garpu tak terdengar lagi, barulah Mesya melanjutkan niatnya.     

"Ehm, Ayah, Kak Satria. Aku ingin mengumumkan sesuatu kepada kalian," tukasnya.     

Seketika Wijaya melirik kearah Mesya. Dan masih dengan raut wajah yang mengintimidasi.     

"Kau ingin berbicara apa, Mesya?" tanya Satria dengan pelan.     

"Kalau tidak penting lebih baik diam!" sengut Satria.     

"Ayah, Kak Satria. Aku hamil," ucap Mesya.     

Kedua pria itu tampak kaget mendengar pernyataan Mesya.     

"Kau bicara sungguh-sungguh?" tanya Satria memastikan.     

"Mana buktinya?" tanya Wijaya dengan tegas. Pria itu tak bisa langsung percaya jika tanpa adanya bukti.     

Dengan tangan bergetar Mesya mengeluarkan testpack dari dalam sakunya.     

"Ini buktinya." Mesya menyodorkan benda itu kearah Satria dan Wijaya.     

"Setelah mengalamai muntah-muntah, aku mulai penasaran, terlebih sudah dua minggu ini tubuhku merasa tidak enak. Hanya saja aku tak bisa mengeluh terus dengan Kak Satria. Aku takut menjadi beban. Akhirnya aku diam saja dan merasakan tidak enak badan tanpa sepengetahuan siapapun. Tapi dimulai dari kemarin aku sudah tidak tahan lagi ... mualnya semakin parah. Timbul kecurigaan jika aku hamil. Dan setelah kucek dengan alat ini, ternyata benar. Aku positif hamil. Dua garis merah menjadi saksi." Tutur Mesya.     

Sudah semalaman dia berlatih menghafalkan kalimat ini, agar Satria dan Wijaya percaya kepadanya.     

Kini dia tinggal menunggu respon dari sang ayah mertua dan suaminya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.