Anak Angkat

Mash Berpura-pura



Mash Berpura-pura

0Rona bahagia menyambut kedatangan Mesya. David sudah mengatakan kepada keluarganya bahwa Mesya sudah berhasil mendaptakan kitab yang mereka cari.     

Tapi kegembiraan akan hal itu berkamuflase, dan berubah seolah-olah bahagia karna menyambut kedatangan Mesya.     

Ya, mereka masih berpura-pura baik di hadapan Satria.     

"Hay! Putri Tercinta, dan Menantu Tercinta, akhirnya kalian datang juga!" Arumi menyapa mereka dengan hangat.     

"Hay, Ibu!" Mesya langsung memeluk ibunya, dan memasang ekspresi selayaknya gadis yang sangat merindukan sang ibu, agar Satria percaya bahwa dia benar-benar sedang merindukan orang tuanya.     

"Kak Satria, boleh aku mengobrol sebentar dengan Ibu?" Mesya meminta izin pada suaminya.     

"Silakan," tukas Satria.     

Dengan senang hati Arumi segera menarik tangan Mesya.     

Mereka masuk ke ruang rahasia di rumah ini.     

Tak lupa Arumi mengunci pintunya rapat-rapat. Tak sabar wanita itu memegang secara langsung, benda yang sudah ia impikan sejak dulu.     

"Sayang! Ibu sudah tidak sabar lagi mendengar berita bahgia itu, langsung dari mulutmu!" ujar Arumi penuh antusias. "Di mana kitab itu?!" Arumi bertanya.     

Perlahan Mesya membuka tasnya dan memperlihatkan kitab itu kepada Arumi.     

"Wah!" Arumi meraihnya dengan penuh semangat.     

"Aku masih tidak percaya ini terjadi! Kitabnya benar-benar ada di tanganku!" Arumi bahagia tak terkira.     

Dia sampai menangis saking bahagianya.     

"Ayah, Ibu, aku akan membalaskan dendam kalian! Dan saudaramu yang kejam itu akan segera mati!" ucap Arumi dengan semangat menggebu-gebu.     

"Wijaya! Sebentar lagi aku akan menghancurkanmu! Aku akan mengulitimu hidup-hidup!" Kedua matanya mendadak tajam.     

"Ibu, apa itu artinya kebebasanku juga semakin dekat?" tanya Mesya.     

"... iya, tentu saja," jawab Arumi, tapi entah mengapa jawabanya terlihat tidak begitu yakin.     

Sesungguhnya Arumi tidak mau kehilangan Mesya, terlebih dia sudah menyayangi Mesya seperti anaknya sendiri. Keberadaan Mesya mampu membuat Arumi melupakan Lizzy. Awalnya dia hanya memberikan kasih sayang palsu kepada Mesya, tapi semakin lama kasih sayang itu berubah menjadi kasih sayang yang tulus.     

Sayangnya dia sudah terlanjur berjanji kepada Mesya bahwa dia akan membebaskannya setelah tugasnya selesai, bahkan Arumi juga akan merestui hubungan Mesya dengan David.     

"Ibu, tidak membohongiku, 'kan?" tanya Mesya.     

"Kenapa kamu bertanya begitu?"     

"Ya, karna Ibu terlihat tidak iklas saat mengatakan 'iya' kepadaku," ucap Mesya.     

"Sejujurnya, aku tidak ingin kehilanganmu. Apa lagi juga harus kehilangan David, kalian adalah putra-putriku tercinta," ucap Arumi.     

"Aku tahu, Ibu sudah menyayangiku dengan tulus tapi, Ibu, sudah berjanji bahwa akan membiarkanku pergi saat tugasku selesai!" protes Mesya.     

"Iya kau benar! Dan sekarang tugasmu hampir selesai, tinggal selangkah lagi, kau harus menyelamatkan Lizzy, setelah itu kita berperang, barulah kita bicarakan ini lebih serius lagi!" tegas Arumi.     

"Tapi aku butuh kepastian, Bu! Bagaimana aku bisa tenang kalau apa yang Ibu, ucapkan itu hanya bohong? Aku sudah berjuang mati-matian, Ibu!" protes Mesya.     

"Baiklah! Aku aku akan menepati janjinya, jika kau benar-benar berhasil melupakan tugasmu dengan baik! Ibu akan membiarkanmu pergi!" ujar Arumi.     

"Aku akan memegang ucapan Ibu!"     

"Iya, Sayang! Kau bisa memegang ucapan Ibu, aku tidak akan mengingkari janjiku! Meski ini terasa berat! Tapi kau sudah banyak membantu kami, maka kami pun akan membalas semua kebaikanmu itu," ucap Arumi meyakinkan Mesya.     

Mesya kembali percaya dan dia pun semakin bersemangat untuk melanjutkan tugasnya.     

Arumi meraih tangan Mesya.     

"Mari ikut denganku!" ajak Arumi.     

"Kemana, Bu?"     

"Aku akan memperlihatkan sesuatu kepadamu,"     

Arumi menekan tombol ruang bawah tanah, dan ini mengingatkan ruangan rahasia di rumah Wijaya, hampir sama.     

"Jadi ruang rahasia ini juga memiliki ruang bawah tanah?" tanya Mesya dengan raut wajah heran.     

"Tentu saja, Ibu sudah menyiapkannya sejak dulu, marah ibu yakin suatu saat akan mendapat kitab kuno itu, dan ternyata benar, 'kan!" Arumi tersenyum penuh bangga.     

"Dan itu semua berkat dirimu, Mesya,"     

Arumi menepuk pundak Mesya penuh bangga. "Terima kasih, Sayang,"     

"Iya, Bu, sama-sama," jawab Mesya.     

Setelah itu mereka meninggalkan ruang bawah tanah itu. Mereka kembali keluar dan mengobrol di ruang tamu.     

"Kak Satria, ayo kita pulang sekarang," ajak Mesya.     

"Kenapa buru-buru sekali, katanya kamu sedang rindu kepada orang tuamu?" tanya Satria.     

"Rinduku, sudah terobati, karna aku baru saja mengobrol banyak bersama, Ibu," jawab Mesya.     

"Begitu ya? Atau kalau ingin menginap di rumah ini, aku akan mengizinkanmu, Sayang," tukas Satria seraya mengelus rambut Mesya.     

"Benarkah?" Mesya terlihat sangat senang mendengarnya.     

Satria menganggukkan kepala dan merangkul pundak istrinya. "Iya, Sayang," ucapnya.     

Mereka terlihat sangat mesra, dan terlihat betul jika Satria itu sangat menyayangi Mesya.     

Kemesraan mereka membuat David dirundung cemburu.     

Tentu saja dia tidak rela melihat mereka bermesraan di hadapannya.     

Harusnya dia yang berada di samping Mesya, bukan Satria!     

Daripada terus dirundung dengan perasaan cemburu yang berakhir dengan emosi tingkat tinggi     

Akhirnya David memilih meninggalkan ruang tamu, ketimbang harus melihat pasangan itu.     

"David! Kau mau kemana, Nak?" tanya Charles.     

"Aku ada urusan, Ayah," jawab David.     

"Ah, dia itu memang lebih suka menyendiri, wajar saja jika dia tidak memiliki pasangan hingga saat ini!" oceh Arumi.     

"Ah sudahlah, Sayang, jangan mengocehi putra kita, dia itu pria yang tampan, ada banyak wanita yang mengantri mendapatkan cintanya. Tunggu lebih sabar lagi, pasti ada salah satu dari para wanita itu yang menarik hati, David," ujar Charles dengan nada bercanda, dia melakukan ini agar suasana tidak terlihat kaku.     

"Haha, kau ini bisa saja, Sayang! Tapi aku juga bersedih melihat putra kita, tidak segera mendapatkan jodoh! Padahal dia itu pria yang sangat tampan," ucap Arumi.     

"Sabar, Ayah, Ibu, aku yakin David sebentar lagi juga akan menyusul kami," tukas Satria menimbrung pembicaraan mereka.     

'Ayah, dan Ibu, bersikap seakan-akan tak tahu jika Kak David, meninggalkan ruangan ini karna cemburu. Kasihan Kak David, pasti dia tersiksa melihatku bersama dengan, Kak Satria, tapi lebih kasian lagi, Kak Satria, karna aku sudah menipunya habis-habisan,' bicara Mesya di dalam hati.     

***     

Berada di kamar itu, David, membanting sebuah guci untuk meluapkan kekesalannya terhadap Mesya dan Satria.     

"Sabar, David! Kau harus sabar! Pada akhirnya, Mesya akan menjadi milikmu!" bicara David meyakinkan dirinya sendiri.     

Drrtt....     

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Sebuah panggilan telepon dari Arthur.     

"Arthur? Kenapa anak ini menelponku? Tumben sekali?" David meraih ponselnya.     

"Halo, ada apa?" tanya David dengan ketus.     

[Bisakah, menolongku!]     

"Kau ada di mana?"     

[Aku sedang berada di rumah, aku sedang sakit bisakah kau mengirimkan masakan Ib—]     

"Baiklah!" David segera menutup ponselnya.     

Dia bergegas keluar dari dalam kamarnya dan menuju ruang makan.     

Untunglah masih ada sisa makan siang tadi.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.