Anak Angkat

Ketakutan Lizzy



Ketakutan Lizzy

0Beberapa hari telah berlalu, hal yang ditunggu oleh Lizzy pun telah tiba.     

Hari ini tepatnya dia akan ikut bersama Charles mencari mangsa. Arumi juga ikut, biasanya dia lebih memilih di rumah saja, dan menyerahkan semua pekerjaan ini kepada Charles. Akan tetapi kali ini, dia ingin mengawal Lizzy.     

Tentu dia akan membuat gadis itu menikmati perburuannya nanti.     

"Apa kau sudah siap, Sayang?" tanya Arumi pada Lizzy.     

"Iya, aku sudah siap, Ibu!" jawab Lizzy dengan penuh semangat.     

"Bagus, kalau begitu, kamu juga harus memakai ini," Arumi memberikan sebuah topeng untuk Lizzy.     

"Kenapa harus, begini?" tanya Lizzy yang merasa bingung. "Memangnya apa guna dari topeng ini, Ibu?"     

"Pakai saja, Lizzy! Nanti kamu juga akan tahu sendiri,"     

Kemudian Lizzy pun memakai topeng itu, tanpa bertanya-tanya lagi.     

Mereka bertiga memasuki mobil, dengan Charles sebagai sopirnya.     

"Ibu, apa hutannya masih jauh?" tanya Lizzy. "Tapi, kenapa sejak tadi aku tidak melihat tanda-tanda akan adanya hutan, ya?" Gadis itu terus bertanya-tanya, dan pikiranmu diglayuti dengan rasa penasaran.     

"Sayang, kita tidak akan berburu di hutan, Sayang," ujar Arumi.     

"Lalu kita akan kemana, Bu? Bukankah berburu itu harus ke hutan?"     

"Tentu saja tidak bagi kita!" jawab Arumi.     

"Benarkah? Tapi ... apa bisa, begitu?"     

"Bisa, Sayang! Kau lihat saja nanti!" tegas Arumi     

Lizzy kembali diam, dan dia hanya memendam rasa pensarananya ini sampai saatnya tiba.     

Kemudian mobil itu memasuki sebuah komplek perumahan mewah.     

Hati Lizzy semakin bertanya-tanya, dia tidak tahu mengapa orang tuanya malah memasuki komplek ini.     

Jelas-jelas tidak akan mungkin ada hewan buruan di tempat seperti ini.     

'Kenapa harus di tempat seperti ini? Aku tidak melihat ada hutan, apalagi hewan buruan?' bicara Lizzy di dalam hati.     

***     

Tak berselang lama mobil pun berhenti, di sebuah rumah yang sangat mewah.     

Keadaan tempat itu sangat sepi, para penghuni komplek sudah mulai terlelap, karena memang waktu sudah memasuki jam 12 malam.     

Charles memarkirkan mobilnya tepat di depan gerbang.     

Kemudian satu per satu dari mereka pun mulai menuruni mobil.     

Lizzy turun paling terakhir.     

"Ayo, Sayang, cepat turun!" suruh Arumi.     

Lizzy mendekati sang Ibu dengan perasaan bingung     

Kemudian Arumi memberikan sebilah pisau untuk Lizzy.     

"Ini, untukmu," ucap Arumi.     

Lizzy sedikit syok melihat pisau itu, dia masih teringat betul peristiwa tadi pagi saat ia menusuk perut seorang pria dengan pisau yang sama.     

"Bu, kenapa harus menggunakan pisau ini?" tanya Lizzy.     

"Iya, Sayang, pisau ini mulai sekarang akan menjadi senjata andalanmu," jawab Arumi.     

"Senjata andalanku?" tapi bagaimana bisa, Bu? Bukankah berburu itu menggunakan senapan atau tombak? Kenapa harus pisau?"     

"Haha! Kita tidak perlu hal itu, Nak! Itu cara kuno!" imbuh Charles.     

"Lalu, kenapa kita malah berhenti di tempat ini? Ini, 'kan bukan hutan?" protes Lizzy.     

"Iya, ini bukan hutan, dan kita memang tidak akan berburu di hutan," jawab Arumi. "Bukankah Ibu sudah mengatakannya sejak tadi?"     

Lizzy terdiam menunduk.     

"Ayolah, Nak! Lebih bersemangat lagi! Tunjukan keberanianmu malam ini!" ujar Charles menyemangati Lizzy.     

Kemudian mereka mulai memasuki rumah, dan membuka kunci rumah dengan alat khusus.     

Lizzy semakin heran saja, karena di rumah semewah ini mereka akan berburu.     

Sudah pasti tidak akan ada hewan di dalamnya.     

Tetapi Lizzy telah menghapus segala rasa keingin tahuannya. Dan dia terus mengikuti langkah kedua orang tuanya.     

Kemudian mereka mulai naik ke lantai atas.     

Charles membuka salah satu kamar, dan di dalam kamar itu, tampak seorang pria paruh bayah yang tengah terlelap.     

"Siapa dia?" tanya Lizzy.     

"Ssst ... dia hewan buruan kita, Sayang," ujar Arumi.     

"Apa?!" Lizzy berteriak reflek.     

Hingga akhirnya si pria yang sedang terlelap itu pun terbangun.     

"Hei! Kalian ini siapa?!" teriaknya.     

Lizzy tampak ketakutan.     

"Ayo, keluar! Ayo pergi sekarang Ayah! Ibu!" ajak Lizzy yang ketakutan.     

"Tidak perlu, Sayang!" ucap Arumi.     

"Tapi—"     

"Ayo, masuk, Nak!" ajak Charles.     

"Tidak mau, Ayah!"     

"Ayo ikut masuk, Lizzy! Kau tadi sangat bersemangat, 'kan?" imbuh Arumi.     

Tapi Lizzy tetap tak mau mengikuti ajakan kedua orang tuanya, dan dia memilih terdiam serta berdiri sambil memandangi orang tuanya yang mendekati si Pria.     

Pria yang tengah berada di atas ranjang itu langsung berdiri.     

"Hei! Kalian mau apa?!" bentak pria itu.     

"Diam, Tuan! Kalau Anda banyak melawan malah akan semakin sakit!" ujar Arumi.     

"Hei! Apa maksudnya!" teriak pria itu, kemudian dia meraih sebuah tongkat baseball yang ada di sampingnya.     

Pria itu mengacungkan kearah Arumi dan Charles, sengaja ia gunakan benda itu untuk pertahanan diri.     

Tapi sayangnya tidak berhasil, kerena satu lawan tiga tidaklah seimbang, walaupun Lizzy tidak membantunya sama sekali.     

baru saja dia mengacungkan tongkat baseball miliknya, Charles malah melemparkan sebuah kapal kecil yang mendarat tepat di dada pria itu.     

Jlub!     

Si pria langsung terjengkang, kapak kecil itu masih menancap di bagian dada si pria.     

Lizzy benar-benar tak habis pikir saat melihat sang Ayah mendaratkan kapak tadi.     

Benar-benar sangat menyeramkan bagi Lizzy, bahkan gadis itu sampai memejamkan mata saat Charles mendekati si pria, lalu Charles mencabut kapak itu dari dada si pria.     

Seketika si Pria kembali berteriak, tapi teriaknya terdengar berat tertahan, seperti tengah meregang nyawa.     

Darah membanjiri lantai keramik yang berwarna putih. Pria itu terkapar tak sanggup berdiri lagi.     

Namun Charles masih belum puas akan hal itu, dia kembali menghunjamkan kapaknya kearah tubuh si Pria hingga berkali-kali.     

Jlub!     

Jlub!     

Jangan tanya lagi bagaimana wujud si Pria itu, karena lubang-lubang bekas mata kapak menghiasi sekujur tubuhnya, terutama di bagian area dada.     

"Charles! Kau terlalu bersemangat, Sayang! Sampai kau tidak memberikan kesmpatan bagi kami!" keluh Arumi.     

"Maafkan aku, Sayang!" ucap Charles.     

"Aku sih, tidak masalah. Hanya saja aku ingin putri kita ini, turut ambil bagian pada adegan itu, tapi kau malah sudah menghabisinya!"     

"Sayang, anak kita masih terlalu baru untuk membunuh, sebaiknya kita berikan dia pelajaran yang mudah dulu," ujar Charles.     

"Pelajaran yang mudah?" Arumi mengernyitkan dahinya. "Maksudnya?"     

"Sayang, kau boleh mengajarinya memilah-milah daging dulu, nanti kalau dia sudah pandai, maka kau boleh memberikan pelajaran yang lebih menantang!" ujar Charles.     

"Baiklah, Sayang! Kau benar! Baik aku akan mengajarinya memilah-milah daging, sekarang!" kata Arumi     

Arumi langsung menarik tangan Lizzy, dan mengajaknya duduk di atas lantai, kemudian menghadap tubuh si Pria yang sedang terkapar itu.     

"Sayang, gunakan pisau di tanganmu itu dengan baik. Hanya daging kualitas baik saja yang akan kita bawa pulang," ujar Arumi.     

"Tapi aku tidak mau, Bu! Aku takut ...." Ujar Lizzy.     

"Takut kau bilang?" Arumi tersenyum tipis.     

"Jangan takut, Sayang, tidak apa-apa kok," ujarnya.     

"Itu, darah, Bu! Aku tidak mau menyentuh darah!" kata Lizzy.     

Kemudian, Charles pun berjalan mendekati Lizzy. Perlahan dia menepuk bahu putrinya.     

"Tidak apa-apa, Nak! Kamu bilang ingin menjadi wanita yang kuat, 'kan? Dan inilah caranya!" ujar Charles.     

"Tapi ... kenapa kalian berbohong?" tanya Lizzy dengan raut wajah yang kecewa, "kalian tadi bilang akan berburu? Kenapa malah membunuh orang?"     

Arumi dan Charles pun malah tertawa mendengarnya.     

"Kami, sama sekali tidak berbohong, Nak! Berburu ala kami memanglah seperti ini," kata Arumi.     

"Ibumu, benar! Jadi sebaiknya kau lakukan tugasmu dengan benar! Kau ingin agar kau menjadi gadis yang lebih baik, dari Mesya, 'kan?" sindir Charles.     

"Aku tidak mau, Ayah, Ibu. Aku tidak mau menyentuhnya! Lebih baik aku menjadi gadis yang lemah!" kata Lizzy yang penuh putus asa.     

"Tidak boleh seperti itu, Sayang! Kau tetap harus menjadi kuat dan pemberani untuk kami!" tegas Arumi yang tak bisa diganggu-gugat lagi.     

Sejujurnya Lizzy benar-benar merasa takut dan tidak mau menggunakan pisaunya untuk menguliti tubuh pria itu, tapi Arumi dan Charles terus mendesaknya. Bahkan mereka tak segan mengancam Lizzy untuk menghukumnya apa bila tidak mau menuruti perintah mereka.     

Lizzy benar-benar sangat menyesal karena telah penasaran dengan apa yang telah ayahnya lakukan.     

Andai saja malam itu dia tidak pergi menghampiri ayahnya dan bertanya tentang hal-hal yang tidak ia ketahui, mungkin mereka tidak akan memaksa Lizzy untuk membantu mereka dalam kegiatan yang menyeramkan ini.     

Dengan tubuh yang gemetaran, Lizzy melakukan perintah sang Ayah dan sang Ibu.     

"Ayo, Sayang, kau pasti bisa, lakukan dengan yakin!" kata Arumi.     

Arumi juga mendekat lalu memegang pisau milik Lizzy, dia juga menggengam bagian tangannya Lizy, kemudian mengarahkan pisaunya dengan benar.     

"Begini, Sayang, setelah kau merobek bagian perutnya, kau boleh ambil bagian dalamnya," kata Arumi. Lizzy memejamkan matanya saking tak teganya. Dan Arumi masih melanjutkan penjelasannya.     

"Kau tahu ini apa?" tanya Arumi seraya menunjukkan organ hati.     

Sementara Lizzy hanya menggelengakan kepalanya.     

"Ini namanya organ hati, Sayang, kau juga bisa mengambilnya! Ini bagianan favorit ayahmu," kata Arumi.     

"Apa kita akan manakannya?" tanya Lizzy dengan suara bergetar.     

"Tentu saja, Sayang! Kita memakan daging manusia setiap hari!" jawab Arumi     

Lizzy benar-benar tak habis pikir jika selama ini dia dan keluarganya itu mengonsumsi daging manusia setiap hari.     

Pantas saja ketiga saudaranya sampai hati meninggalkan rumah, dan membiarkannya tetap berada di sini sendirian.     

'Aku ingin pergi menyusul para saudara-saudariku!' bicara Lizzy di dalam hati.     

'Pantas saja, Mesya pada saat itu sempat marah kepada Ibu, karena Ibu telah menukar makanannya dengan makanan yang dimasak oleh Ibu. Jadi ini alasannya?'     

Kini Lizzy mulai memahami alasan-alasan para saudaranya yang telah meninggalkan rumah. Dia pun juga ingin melakukan hal yang sama. Hanya saja Lizzy merasa masih terlalu kecil dan tak tahu apa-apa untuk meninggalakn tempat ini.     

Dia tidak tahu kota ini, dia tidak tahu kemana ia akan pergi? Bahkan di mana rumah Arthur saja dia juga tahu.     

'Ah, aku, 'kan punya nomor, Kak Arthur? Mungkin aku bisa menghubunginya sekarang? Yah, benar! Aku harus menghubungi, Kak Arthur, secepatnya!'     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.