Anak Angkat

Ingatan Lizzy



Ingatan Lizzy

0Salsa sebenarnya tidak begitu nyaman saat mengobrol bersama dengan Mesya. Terutama setelah ia menendengar bahwa Arthur juga berada di sini.     

Walau pun dia sudah tahu jika Arthur itu tidak seperti dulu. Namun rasa trauma belum bisa hilang sepenuhnya.     

"Mesya, aku membawa banyak makanan untuk kalian, dan sekalian aku mau pamit pergi sekarang!" ujar Salsa.     

"Kak Salsa, mau pergi kemana?"     

"Aku harus, pulang sekarang, Mesya!" jawab Salsa.     

"Kenapa? Pasti gara-gara aku menyebut nama 'Kak Arthur' ya?"  tanya Mesya.     

Lalu Salsa pun terdiam sesaat.     

"Benar." Jawabnya.     

"Kan, aku sudah bilang dengan Kakak, bahwa Kak Arthur itu sudah tidak—"     

"Aku tahu Mesya! Tapi entah mengapa aku masih merasa tidak nyaman!" ujar Salsa dengan raut wajah yang sedikit ragu.     

"Padahal, aku ingin Kak Salsa, dan Kak Arthur itu mulai berbaikan. Tetapi kalau Kak Salsa, merasa belum nyaman, aku tidak bisa memaksanya," tukas Mesya.     

"Terima kasih, atas pengertiannya, Mesya. Aku permisi dulu, ya," ujar Salsa seraya berdiri dari atas sofa.     

Dan dia pun mulai meninggalkan rumah Mesya.     

Mesya hanya menatapnya dengan nanar.     

Sesunggunya dia sangat kecewa kerena Salsa yang tidak mau turut berkumpul bersamanya.     

Padahal Mesya sangat ingin agar Salsa dan Arthur bisa berhubungan baik seperti Salsa dengan  David.     

Tetapi rasa trauma Salsa atas perbuat Arthur pada masa lampau masih membuatnya tak merasa tenang.     

Mesya paham jika Salsa membutuhkan waktu untuk bisa menyembuhkan rasa traumanya itu.     

Kemudian Lizzy pun keluar dari dalam kamar mandi.     

Dia menemui Mesya.     

"Loh, di mana, Kak Salsa?" tanya Lizzy.     

"Kak Salsa pulang!" jawab Mesya.     

"Pulang? Kenapa buru-buru sekali?"     

"Dia sedang—"     

"Dia bilang sudah tidak takut kepada kami? Karena kau sudah menceritakan semuanya kepadanya. Lalu kenapa dia pergi?" tanya Lizzy yang begitu heran.     

"Kak Salsa bilang, dia belum siap bertemu dengan, Kak Arthur," jelas Mesya.     

"Ah, begitu, ya?" Lizzy mengangguk paham.     

Kamudian Mesya mulai membuka bungkus makanan yang dibawakan oleh Salsa tadi.     

"Lizzy, Kak Salsa, membawakan banyak makanan untuk kita," ujar Mesya.     

"Wah, kelihatanya enak sekali! Kak Salsa orangnya itu sangat baik, ya?"     

"Tentu saja!" sahut Mesya sambil tersenyum.     

Kamudian mereka berdua menyantap makanan itu bersama-sama, tak lupa menyisakan untuk Celine dan yang lainnya.     

"Mesya, kau tahu tidak aku pernah merasakan hal yang aneh," ucap Lizzy.     

"Hal aneh, apa?" tanya Mesya.     

"Hal aneh, saat aku bertemu dengan seseorang lewat mimpi, kemudian aku bertemu dengan orang itu di dunia nyata." Pungkasnya.     

"Benarkah?" Mesya mengernyitkan dahinya dan seakan tak percaya dengan apa yang telah diucapkan  oleh Lizzy.     

"Mungkin kedengarannya agak aneh, tapi itulah yang aku alami beberpa hari yang lalu," ujar Lizzy.     

"Kalau boleh tahu, seperti apa orang yang kau temui itu, Lizzy?"     

Kemudian dengan penuh antusias Lizzy menceritakannya kepada Mesya.     

"Dia seorang pria tampan, Mesya. Aku pernah bertemu di dalam mimpi. Dan aku merasa seperti sudah mengenalnya sejak lama," jelas Lizzy.     

"Benarkah?"     

"Iya!"     

"Kalau begitu, di mana kamu bertemu dengan dia?"     

"Di warung soto milik Kak Salsa, waktu itu aku sedang mengantri bersama, Kak Celine,"     

"Kenapa kamu tidak menyapanya saja?"     

"Aku bingung, Mesya! Karena aku tidak tahu namanya? Jadi aku diam saja dengan pandangan mata yang tertuju kearahnya. Pria itu peralahan pergi dari hadapanku, tanpa sempat melihat wajahku."  Sekejap raut wajah Lizzy tampak sangat kecewa.     

Dia menyesal tak sempat menanyakan nama pria itu.     

"Apa kamu ingin sekali bertemu dengannya?"     

"Tentu saja, aku ingin tahu siapa namanya!"     

"Aku yakin kau akan bertemu kembali, Lizzy!"     

"Bagiamana kau bisa yakin akan hal itu?"     

"Ya, karena dia berada di warung Kak Salsa, bisa jadi dia juga warga sini, 'kan?"     

"Ah, begitu, ya? Tapi ... Bagaimana kalau aku tidak bertemu lagi?"     

"Kalau Tuhan, sudah mempertemukan kalian sebelumnya lewat mimpi, pasti Tuhan merencanakan sesuatu,"     

"Maksudnya apa, Mesya? Aku tidak paham?" tahu Lizzy.     

"Maksudku, bisa jadi orang itu orang dari masa lalumu, teman masa kecil, atau bisa jadi orang yang telah ditakdirkan untukmu, Lizzy!" jawab Mesya.     

"Ah, begitu, ya?" Lizzy terlihat ragu-ragu.     

"Kau, sekarang terlihat lebih dewasa ketimbang saat pertama kita bertemu. Dan kau sekarang juga pandai Merias diri. Wajahmu menjadi semakin cantik." puji Mesya seraya tersenyum.     

Lizzy tampak tersipu malu.     

"Terima kasih, Mesya. Aku sudah berusaha keras untuk mendapatkan semua ini," tukas Lizzy.     

"Benarkah? Memangnya apa saja yang sudah kau lakukan, Lizzy?"     

"Ah, pkoknya banyak sekali. Semua kulakukan agar aku bisa sepertimu. Jujur aku iri kepadami Mesya. Karena Ibu selalu memujimu     

Sementara aku yang anak kandungnya sendiri malah dibenci serta dibilang bodoh, dan seperti anak kecil!" Raut wajah Lizzy berubah menjadi kesal saat menceritakan tentang Arumi.     

Mesya terkejut mendengarnya, dia tak menyangka jika selama ini Arumi sering memujinya di depan Lizzy.     

Bahkan sampai membuat Lizzy merasa iri.     

Namun anehnya Mesya sama sekali tak merasa bangga. Justru dia muak mendengarnya.     

"Lizzy, memangnya apa yang kamu harapkan dari menjadi aku?" tanya Mesya.     

"Ya, aku ingin di sayang dan dipuji oleh mereka. Karena selama ini Ibu sering berbicar kasar kepadaku. Seingatku dulu waktu aku masih kecil, Ibu itu tidak sejahat yang sekarang!" ujar Lizzy seraya menundukkan kepala. "Tetapi, sekarang Ibu seperti monster!" tampaknya.     

"Iya, seperti itulah Ibumu. Dan perlu kau ketahui, Lizzy. Bahwa hidupku itu tak seindah dengan apa yang telah di lkatakan oleh Ibu kepadamu. Aku bukanlah anak yang seperti ia bicarakan kepadamu," jelas Mesya.     

"Tetapi, dia selalu bangga memiliki putri sepertimu, Mesya!"     

"Bangga? Tapi sayangnya aku sama sekali tak bangga memiliki orang tua seperti mereka!" tegas Mesya.     

"Dengar, Mesya! Mereka itu sudah menipuku habis-habisan. Dia hampir saja meracuni otakku agar aku semakin iri dan menjadi seperti dirimu. Dan kupikir menjadi dirimu pasti rasanya bahagia sekali,"     

"Apa kau pikir aku bahagia dengan perlakuan, Ibu kepadaku?" tanya Mesya pada Lizzy. Kemudian gadis itu menggelengkan kepalanya.     

"Sama sekali tidak, Lizzy. Justru aku sangat tersiksa atas kasih sayangnya. Ibu telah merenggut kebahagianku. Ada banyak perbuatan Ibu yang tak bisa kumaafkan, terutama saat ia membakar panti asuhan kami. Padahal tempat itulah sumber kebahagiaanku. Tetapi dia malah memusnahkannya" tutur Mesya. Kedua matanya mulai berkaca-kaca. Mesya selalu menangis jika mengingat akan hal itu.     

Namun semua sudah berakhir. Sesuatu yang telah hilang dalam hidupnya tak bisa kembali lagi.     

Sekarang hanya keihlasan yang bisa ia terapkan dalam hatinya. Agar dia mersa tenang.     

Lizzy mendengarkan secara seksama apa yang sedang diceritakan oleh Mesya.     

Bukan hanya masalah panti asuhan yang terbakar, tetapi teror pembunuhan yang salalu dihadapi oleh Mesya setiap hari.     

Mesya tak pernah merasakan hidup yang tenang sejak kecil. Dia selalu dilindungi bak sebuah permata yang berharga. Namun semua itu karean tujuan tertentu.     

Mereka yang sudah mempersiapkan Mesya sejak kecil untuk dijadikan senjata melawan musuhnya. Yaitu Wijaya Diningrat.     

Mesya sudah mengorbankan hidupnya untuk keluarga Davies. Bukan hanya masa depan, tetapi dia juga mempertaruhkan nyawanya.     

Ada banyak hal yang telah hilang dari hidup Mesya salama tinggal dalam keluarga Davies. Terutama kebahagiaan. Mesya hampir tak pernah merasakan bahagia.     

Hidupnya selalu dihantui dengan ketakutan, bahkan dia harus menjaga sikap agar tidak ada orang yang mati setelah menyakitinya.     

Menurut Mesya, hidup Lizzy jauh lebih beruntung ketimbang dirinya.     

Walau masa kecilnya dihabiskan dalam dunia Antah-berantah, namun dia tidak perlu menyaksikan orang-orang mati karena dibunuh oleh keluarganya demi untuk melindungi dirinya.     

Setelah mendengar berita dari Mesya. Lizzy baru menyadari. Jika hidup Mesya itu tak jauh lebih baik darinya.     

Orang tuanya yang sudah berlebihan memuji Mesya. Padahal Mesya tidak pernah merasa seistimewa itu.     

Dan orang tuanya menjadikan Mesya patokan agar Lizzy tumbuh menjadi gadis yang mereka inginkan.     

Beruntung Lizzy sudah menyadari jika tindakan orang tuanya itu tidak baik.     

Sejak pertama mereka mengajarkan Lizzy untuk membunuh orang. Dari situlah Lizzy tidak ingin mendapatkan kasih sayang itu. Dia tidak ingin seperti Mesya, dia lebih nyaman menjadi dirinya sendiri.     

Walau seperti apapun kedua orang tuanya terus mengiming-imingi kebahagiaan. Lizzy sudah menyadari jika itu hanyalah kebohongan.     

Dan cerita Mesya tentang hidupnya saat ini membuat Lizzy semakin membenci orang tuanya.     

"Mesya! Aku merasa beruntung sudah bertemu denganmu," ujar Lizzy.     

"Dan terima kasih karena sudah menyelamatkanku dari Wijaya!" imbuhnya.     

"Iya, Lizzy. Dan harusnya kau juga berterima kasih kepada Kak Satria, karena dia yang selalu memperhatikanmu setiap hari," kata Mesya.     

Mendengar nama Satria yang disebut mendadak Lizzy terdiam sesaat.     

"Satria?" Dia tersenyum.     

"Kenapa?" tanya Mesya.     

"Yah, aku sekarang sudah tahu!" Lizzy menganggukkan kepalanya dengan yakin.     

Mesya tampak bingun melihat tong jha Lizzy.     

"Apa kau ingat sesuatu?" tanya Mesya.     

"Iya, Mesya! Sekarang aku baru menyadari namun aku masih tidak yakin seratus persen!" kata Lizzy.     

"Maksudnya?"     

"Maksudnya, orang yang kulihat dalam mimpi itu, bisa jadi Satria!" jelas Lizzy.     

"Benarkah?!" Mesya terlihat syok. "Tapi, bagaimana kamu bisa seyakin itu?"     

"Ya, aku bisa mengingat bagaimana suara Satria saat mengobrol bersamaku dulu. Dan ilsuaranya itu sangat mirip dengan pria yang ada dalam mimpiku. Apalagi kau sendiri yang bilang jika dia sudah merawatku dan memperhatikanku, 'kan?" pungkas Lizzy.     

"Iya, benar! Bahkan karena, Kak Satria pula kau bisa hidup sampai sekarang," ujar Mesya.     

Lizzy tersenyum bahagia setelah dia mulai menyadari jika pria misterius itu adalah Satria.     

Dan perlahan ingatan tentang masa kecilnya saat bersama Satria pun kembali terbuka lagi.     

Dia masih ingat saat Wijaya menculiknya, dan ingin menjadikanya sebagai tumbal. Tetapi Satria yang merengek kepada sang ayah, agar membiarkan Lizzy tetap hidup dan menjadi teman bermainnya.     

Saat itu Satria begitu baik, dan dia selalu meyakinkan Lizzy bahwa dia akan baik-baik saja. Namun sayangnya Wijaya malah memberikan jiwa Lizzy kepada Iblis.     

Dan mulai saat itu Lizzy tidak dapat melihat Satria lagi. Dia hidup di dunia lain yang sangat menyeramkan. Namun sesekali dia masih dapat mendengar suara Satria yang memanggilnya dan mengajaknya berbicara.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.