Anak Angkat

Menjadi Calon Mangsa



Menjadi Calon Mangsa

0Pria itu tampak kebingungan, kerena tiba-tiba terbangun di sebuah tempat yang teramat asing. Dan suasana tempat ini benar-benar membuatnya merasa tak nyaman ditambah lagi dengan tubuhnya yang mulai pegal karena terikat dengan kencang.     

Dia kembali mengingat kejadiannya seblum ia pingsan.     

Tadi dia sempat menenggak minuman yang disuguhkan oleh Charles dan istrinya.     

Setelah itu dia tak ingat apa-apa lagi.     

"Sebenarnya apa yang mereka inginkan? Kenapa mereka menyekapku?"     

Joni pun mulai tak tenang, dia berusaha meronta agar bisa keluar dari tempat ini.     

Suasananya semakin membuatnya tidak nyaman, untuk bernafas saja sulit. Karena keadaan ruangan yang benar-benar sempit dan pengap. Tak ada jendela, ditambah lagi semua benda yang ada di sini dipenuhi dengan debu-debu yang menebal. Benar-benar m buatnya sangat tersiksa.     

"Aku harus keluar dari tempat ini, benar-benar tidak nyaman!" ujarnya.     

"Kalau begini caranya, aku bisa mati karena kekurangan oksigen!"     

Joni menggerak-gerakkan tubuhnya dengan keras, berharap dia bisa melepaskan tali yang mengikat tangan dan kakinya.     

"Ah, susah sekali!"     

Kemudian pria itu melihat ada pecahan cermin yang terletak tepat di bawah kakinya.     

Joni menggerakkan tubuhnya kekiri dengan kencang, hingga membuatnya terjatuh.     

Kemudian secara perlahan, Joni meraih pecahan cermin itu dengang tangan yang masih terikat.     

Dia melakukannya dengan bersusah payah.     

Hanya untuk meraih sebuah kaca saja dia sampai harus mengerahkan tenaganya.     

Kerena gerakkan tangannya sangatlah terbatas akibat tali yang mengikatnya.     

Beberapa saat kemudian dia berhasil meraih pecahan cermin itu lalu menggunakannya untuk memotong tali. Dan tentunya dia juga masih harus, mengerahkan kekuatan ekstra.     

Setelah melepaskan tali yang mengikat tubuhnya, pria itu kembali bangkit, dan mencari jalan keluar.     

Satu-satunya pintu yang ada di dalam gudang itu, ternyata terkunci rapat. Dia tidak bisa keluar dari dalam.     

Bruak!     

Pria itu menggebrak pintu karena kesal, dia tidak habis pikir kenapa nasib sial ini menghampirinya.     

"Ah! Sialan! Kenapa terkunci!"     

"Aku benar-benar tak habis pikir dengan apa tujuan mereka!"     

Kemudian terdengar langkah kaki yang mulai mendekat. Joni langsung menyingkir.     

Dia melihat ada pecahan cermin yang tergeletak tak jauh dari tempat dia diikat tadi.     

Tanpa ragu, pria itu langsung meraihnya.     

Lalu dia bersembunyi di balik pintu sambil membawa pecahan cermin itu.     

Ceklek!     

Terlihat Arumi memasuki ruangan.     

'Dia wanita, masa iya aku akan menyerang wanita?' bicara Joni di dalam hati.     

Dia masih ragu-ragu untuk menyerang Arumi. Karena dia merasa tidak tega jika harus menyerang seorang wanita.     

Namun setelah melihat Arumi yang membawa sebilah pisau di tangannya, rasa kasihan itu mendadak sirna.     

Dia yakin Arumi akan melakukan hal buruk kepadanya. Apabila dia tak menghabisi wanita itu, maka dia yang akan di bunuh oleh Arumi.     

Tanpa ragu Joni menghunjamkan pecahan cermin itu ke bagian punggung Arumi hingga berkali-kali.     

Jlub!     

Jlub!     

"Rasakan!" ucapanya dengan puas.     

Dia melihat tubuh Arumi yang tengah tergeletak di atas lantai.     

Darah terus mengalir, dan pecahan cermin dengan ukuran cukup besar itu masih tertancap di punggungnya.     

Melihat wanita itu tak bergerak lagi, Joni pun merasa tenang. Bahkan dia mengira jika Arumi sudah mati.     

Joni pun bergegas keluar dari dalam ruangan itu.     

Namun di saat dia sudah mulai menjauh, Arumi mulai membuka mata dan menyeringai.     

Kemudian dia bangkit dari posisinya tubuh yang tengkurap.     

Perlahan dia menoleh, lalu mencabut pecahan cermin dari punggungnya.     

"Dia pikir semudah itu terlepas dari kami?" gumam Arumi, kemudian wanita itu meninggalkan ruangan.     

Sementara si pria yang bernama Joni itu pun tampak kebingungan mencari jalan keluar. Rumah ini terlalu luas, dan dia masih terlalu asing berada di sini, sehingga dia kesulitan mencari pintu keluarganya.     

"Aku tidak tahu harus kemana lagi? Entah berapa pintu yang sudah kubuka? Tetapi tak ada satu pintu yang langsung menuju luar rumah?" pria itu tampak putus asa karena kelelahan, akhirnya dia pun duduk sesaat di samping pintu untuk mengumpulkan tenaganya.     

"Sial! Kenapa Arisa memiliki tetangga yang menyeramkan seperti ini?" gumamnya, dan mendadak dia teringat dengan kekasihnya.     

"Arisa? Apa dia baik-baik saja?"     

Joni segera bangkit, dan kini aku mencari jalan keluar untuk bisa segera menemui kekasihnya.     

Dia yakin jika keluarga ini bukan hanya ingin berbuat jahat terhadapnya, tetapi juga kepada Arisa.     

Dia sama sekali belum tahu jika kenyataannya sang kekasih sudah tewas, bahkan sebelum dia datang kemari.     

Kembali pria itu melangkah dan dia melihat ruang tamu, yang artinya jalan keluar sudah dekat.     

Joni tersenyum lega melihatnya.     

"Yah, tidak salah lagi, itu pintu keluarnya!" ujarnya penuh yakin.     

Dia hendak ke sana, tetapi terdengar suara Charles yang sedang berjalan sambil bersiul.     

Langka kakinya semakin dekat, dan hal itu membuat Joni segera mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.     

Dia meringkuk di bawah guci yang berukuran besar, kemudian dia melihat ada beberapa payung yang ditaruh di dalam guci itu.     

'Bagus, aku bisa menggunakan benda ini untuk menyerang pria gila itu!' batinnya.     

Dia melihat Charles yang semakin berjalan mendekat, dan dia segera meraih satu payung.     

Bagian ujung payung yang terbuat dari bahan besi tajam, ia gunakan untuk menyerang Charles.     

"Rasakan ini!" teriaknya secara reflek.     

Jlub!     

Dan payung pun menancap di perut Charles.     

Pria itu langsung terjengkang sambil memegangi perutnya.     

"Maaf, Charles! Aku terpaksa melakukan ini!" ujarnya sebelum kembali menyerang Charles hingga berulang kali.     

Tidak hanya sekali dua kali pria itu menggunakn ujung payung yang runcing untuk menyerang Charles, tetapi berkali-kali. Hingga Charles pun terjatuh dan tak bisa melawan lagi.     

Kemudian dengan segera dia meninggalkan rumah itu. Kemudian menyebrangi dan dan masuk ke dalam gerbang rumah Arisa.     

Tanpa berpikir panjang dia langsung masuk ke dalam rumah itu dan mengecek keadaan di dalamnya.     

"Arisa! Arisa!" teriaknya dengan lantang, dia yakin jika sang kekasih ada di dalam rumah, karena meski gerbang tertutup tetapi pintu rumah kekasihnya itu terbuka.     

"Arisa! Kau ada di mana!?" teriaknya.     

Dan teriakan itu terhenti, setelah dia melihat ada bercak darah yang mengotori lantai keramik.     

Dia melihat tetasan darah itu menuju lantai atas. Lantai yang menuju kamar pribadinya Arisa.     

"Astaga! Arisa!"     

Pria itu langsung berpikiran buruk dan berlari menuju lantai atas.     

"Arisa! Arisa!" teriaknya seraya berlari menaiki tangga, napasnya tersengal-sengal.     

Ceklek!     

Dia membuka pintu kamar dengan kasar dan ternyata ....     

"ARISA!" teriaknya dengan lantang saking syoknya.     

Seketika tubuh pria itu melemah saat melihat jasad sang kekasih yang mengenaskan.     

Charles dan Arumi hanya menyisakan kepala dan tulang belulangnya saja.     

"Apa mereka yang Melakukannya? Arisa ...!"     

Joni menagis histeris di dalam kamar itu.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.