Anak Angkat

Ucapan Seorang Ibu



Ucapan Seorang Ibu

0Satria mencari rumah Mesya dalam keadaan emosi.     

"Di mana rumahnya?" Dia mengedarkan pandangannya di antara jajaran rumah yang bentuknya nyaris sama dalam komplek perumahan itu.     

Lalu dia melihat rumah bercat ungu bernomor 8, nomor yang sama dengan alamat yang tertulis dalam pesan yang dikirimkan oleh sang ibu.     

Namun dia mengecek lagi dengan teliti agar dia tidak salah masuk rumah.     

"Yah, tidak salah lagi! Memang ini rumahnya" Satria pun langsung masuk ke dalam rumah itu, yang kebetulan pintunya juga sedang terbuka.     

Rupanya di dalam sudah ada Lizzy, Mesya, Arthur, dan yang lainnya sedang berkumpul. Termasuk Ibunya dan Salsa.     

hanya David saja yang tak berada di sana, karena dia sedang berada di toko pakaian miliknya     

Satria begitu kecewa dengan Salsa yang telah membawa sang Ibu, datang kemari.     

Padahal tadi jelas-jelas Salsa sudah tahu, jika dia tidak ingin bertemu dengan Lizzy, termasuk sang Ibu. Satria tidak rela apabila Ibunya bertemu dengan orang-orang yang menurutnya sangat berbahaya seperti Mesya dan saudara-saudaranya.     

"Ibu!" panggil Satria seraya menarik tangan ibunya dengan paksa.     

"Satria! Kenapa tarik-tarik tangan Bu Nadia!" ujar Salsa. Dia tidak suka dengan tingkah kasar Satria terhadap sang ibu.     

Sementara yang lainnya hanya diam.     

"Bu! Ayo kita pulang!" ajak Satria.     

"Tunggu!" ujar Nadia.     

"Kenapa? Mereka itu berbahaya, Bu! Jadi ayo kita pulang sekarang!"     

"Satria, Lizzy itu sudah mencari-cari kamu selama ini? Apa kamu tidak ingin mengobrol bersamanya sebentar saja?" tanya Nadia.     

"Tidak!" jawab Satria dengan tegas, dan tentu saja hal itu membuat Lizzy merasa sangat kecewa.     

"Kenapa? Dia itu teman masa kecil kamu?"     

"Aku tidak peduli! Jangankan teman masa kecil, kekasih, bahkan istri, saja bisa menipu!" jawab Satria seraya melirik kearah Mesya.     

Mendengar pernyataan itu Mesya pun tak tinggal diam, dia merasa tersinggung, sekaligus kasihan dengan Lizzy, karena kesalahan di masa lalau, membuat Lizzy mendapat batunya. Padahal Lizzy itu tidak bersalah. Dia benar-benar tulus ingin bertemu dengan Satria. Lizzy sangat menyayangi Satria, kerena menganggap Satria adalah orang yang sangat berharga baginya.     

Dia segera menimbrung pembicaraan mereka.     

"Berhenti!" teriakannya. Kini yang lain pun terdiam sesaat.     

"Kak Satria, boleh membenciku! tetapi tolong jangan membenci Lizzy!" tukas Mesya. "Dia itu tidak bersalah, Kak! Aku yang bersalah!"     

"Kamu tidak perlu membela dia, Mesya! Aku pun tidak akan tertipu!" tukas Satria.     

Keputusan Satria sudah bulat.     

Dia bukan lagi pria yang mudah percaya dengan siapapun.     

Namun Nadia tidak tinggal diam.     

Dia berusaha untuk meyakinkan sang putra lagi.     

Dia tahu sekeras-kerasnya hati Satria, tetap akan luluh dengan ucapan seorang ibu. Karena kekerasan hati Satria pun juga demi keselamatan sang ibu.     

"Satria, percayalah, Nak ... mereka itu juga bisa berubah ... seperti dirimu," tukas Nadia.     

"Bagaimana Ibu, bisa berbicara begitu? Atas dasar apa?" tentang Satria.     

"Atas dasar keyakinan, Satria ...,"     

"Bu, mereka itu pandai berakting, apa Ibu lupa dengan apa yang telah Mesya lakukan kepadaku?"     

"Nak, Mesya melakuaknya dengan cara terpaksa, dan kita juga mendapatkan hal baik dari semua itu!"     

Sejenak Satria pun terdiam. Apa yang diucapkan sang Ibu memang ada benarnya.     

Berkat Mesya pula dia bisa keluar dari bayang-bayang keluarga Wijaya. Walaupun rasa kecewa akibat ulah Mesya, tak bisa terelakkan. Butuh waktu yang cukup lama bagi Wijaya untuk dapat melupakan Mesya. Menghapus segala kebencian, kenangan masa lalu, serta rasa cinta.     

Munglin berkat ucapan sang ibu Satria bisa memaafkan Mesya.     

Namun entah mengapa dia masih tidak bisa yakin begitu saja. masih ada kekhawatiran di hatinya, apabila mereka akan berbuat jahat. Satria hanya ingin melindungi sang Ibu sampai kapanpun, hanya itu saja.     

Namun Nadia tak menyerah, dia kembali membujuk dan meyakinkan putrnya.     

"Percayalah, Nak! Mereka bukan orang jahat. Kalau kamu saja bisa berubah, mereka pun juga sama," tukas Nadia.     

"Tapi, Bu—"     

"Satria, Ibu yakin kamu masih mempunyai hati nurani. Kamu bukan pria yang kejam, jika Tuhan saja maha pemaaf! Masa iya kamu tidak bisa memaafkan?"     

Kembali Satria tak bisa berkata-kata lagi, ucapan sang ibu selalu membuatnya tak bisa membantah. Walau Nadia bukan wanita yang kasar, namun ucapan wanita itu seakan sebuah perintah yang tak bisa digangui gugat. Kelembutan Nadia membuat kerasnya hati Satria menjadi luluh.     

Kemudian dia melirik kearah Lizzy sesat.     

Gadis itu sejak tadi menangis, tiada henti. Bahkan sejak kedatangan Satria kemari, terlihat sekali jika air mata itu nyata, dan keluar dari hati.     

Lizzy tidak sedang bersandiwara, dia benar-benar sedang bersedih.     

'Mungkin benar apa yang telah dikatakan oleh Ibu, kalau aku bisa berubah, mereka pun juga bisa berubah, 'kan?' batin Satria.     

Kemudian Satria pun menghampiri Lizzy.     

"Lizzy, sudah jangan menangis," tukasnya.     

Lizzy pun terdiam sesaat Satria yang tiba-tiba menghampirinya membuat bibirnya tak kuasa menahan senyuman.     

"Apa ini artinya, Kak Satria, sudah tidak marah lagi kepadaku?" tanya Mesya.     

"Iya. Dan aku minta maaf, ya ... karena aku sudah berpikiran buruk kepadamu," ucap Satria dengan raut wajah yang datar.     

Lizzy pun langsung memeluk Satria dengan erat.     

"Terima kasih, Kak! Terima kasih ...," ucapnya dengan tangisan haru.     

Yang lain juga turut bahagia, melihat Satria yang akhirnya mau berdamai dengan Lizzy. Ini artinya Satria pun juga akan berbaikan dengan yang lainnya.     

Termasuk kepada Mesya.     

Dan tak berselang lama, Satria pun juga melepaskan Lizzy.     

Dia beralih pada Mesya, mereka juga saling memaafkan dan saling berpelukan. Termasuk kepada Arthur.     

Salsa dan Nadia tak kuasa menahan senyuman serta tangis haru, usaha mereka untuk membuat Satria dan para anggota keluarga Davies berdamai telah berhasil.     

"Aku senang melihat mereka akur," tukas Nadia.     

"Aku juga senang, Bu. Ini artinya Satria tidak jadi pergi dari kota ini," tukas Salsa.     

"Iya, lagi pula saya sudah betah berada di kota ini. Saya merasakan kedamaian di sini. Saya tidak bisa membayangkan jika saya harus beradaptasi di tempat baru," Nadia pun tersenyum lagi.     

Kini keadaan semakin lebih baik, dibandingkan sebelumnya.     

Dari semua orang yang ada di sini.     

Lizzy lah yang paling berbahagia.     

Mimpinya untuk bertemu kembali dengan Satria terwujud.     

Dia bisa merasakan kembali pelukan Satria.     

Ini pelukan hangat yang tulus, tidak seperti tadi saat berada di jalan menuju rumah Salsa, Lizzy memang berpelukan dengan Satria, namun pelukan itu tak teras sehangat ini.     

Lizzy yang memeluk Satria, tapi Satria tidak ada niat memeluknya.. Tidak seperti sekarang ... dia dapat merasakan deru nafas ketulusan dari sebuah pelukan.     

Tak lama setelah itu David pun datang.     

Pria itu tampak kaget melihat Satria yang tengah berpelukan dengan adiknya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.