Anak Angkat

Kebohongan Arumi Dan Charles



Kebohongan Arumi Dan Charles

Arumi yang terkepung emosi mengeluarkan pisau lipat dari sakunya lalu menusuk perut Celine.     
0

"Mati kau, Jalang!" umpatnya.     

Akhirnya Celine pun terjatuh, Arumi masih belum puas, dia kembali menghujamkan pisau itu hingga berkali-kali.     

Dia tidak menghentikan ayunan tangannya apabila Charles tidak berteriak kepadanya.     

"Hentikan Arumi! Dia bisa mati!" pekiknya.     

Arumi tersentak oleh teriakan itu, hingga dia menjatuhkan pisaunya ke lantai.     

"Astaga! Apa yang telah aku lakukan?" ucapnya dengan ekspresi kaget.     

Arumi beru menyadari jika tindakannya salah. Dia sudah terlanjur emosi hingga tak bisa menghentikan tanganya untuk melukai Celine.     

Dan kini Celine telah meninggal akibat ulah Arumi.     

"Arumi! Dia sudah meninggal!" teriak Charles.     

"Astaga, Charles! Aku khilaf!"     

"Ah, kau ini selalu tak bisa manahan emosimu, Arumi!"     

"Maaf, Charles ...." Arumi menundukkan kepalanya.     

Charles masih melanjutkan ochanya.     

"Bagaiamana kita akan berbicara dengan Arthur dan yang lainnya?! Mereka pasti tidak terima! Padahal kita ini akan menggunakan Celine untuk senjata, Arumi!" pekik Charles.     

"Maafkan aku, Charles ...." Bicara Arumi dengan nada lemah dan penuh penyesalan.     

Tentu hal ini akan menjadi masalah besar bagi mereka.     

Karena jika Arthur dan yang lainnya tahu, bahwa Arumi telah membunuh Celine. Tentu mereka akan semakin melawan kedua orang tuanya.     

"Ah sial! Kenapa aku jadi ceroboh sekali, sih?" gumam Arumi penuh sesal. Namun tak bisa diperbaiki lagi, Celine sudah telanjur mati.     

Charles hampir murka atas ulah istrinya ini, tetapi dia berusaha untuk bersabar.     

Lagi pula dia tidak mau melihat istri tercintanya akan bersedih kerena kemarahannya. Pria itu hampir tak pernah berbicara penuh emosi kepada Arumi. Ini kali pertamanya dia membentak sang istri.     

Charles memang selalu mengagungkan dan memanjakan Arumi, sehingga meski Arumi sudah melakukan kesalahan, Charles tetap mau memaafkannya.     

"Sudah tidak apa-apa!" Charles memegang pundak Arumi. Dan dia mengusap rambut sang istri, untuk mengurangi kepanikan Arumi.     

"Kita, cari cara lain, Sayang," ujarnya.     

"Tapi bagaimana caranya? Kalau Arthur sampai tahu istrinya meninggal, pasti dia akan semakin melawan kita!" tukas Arumi.     

"Pokoknya, kita harus merahasiakan ini Arumi, jangan sampai Arthur tahu, supaya dia tetap mau menjadi putra kita!" pungkas Charles.     

Tak lama setelah itu mereka mendengar suara Arthur yang berteriak-teriak di depan pintu.     

Arumi dan Charles pun segera meninggalkan ruangan sempit, tak lupa Arumi menyempatkan diri untuk membasuh tangannya yang terkena darah dengan air wastafel.     

Kemudian mereka menyambut para anak-anaknya dengan ramah, dan seakan tak terjadi apa-apa.     

*****     

"Kenapa kalian diam saja?! Dimana istriku!" bentak Arthur.     

Hal yang sangat ditakutkan oleh Arumi kini terjadi. Rupanya Arthur tidak sebodoh yang mereka kira, dan dia mencurigai keadaan istrinya.     

'Sial! Tidak mungkin aku akan mengatakan jika Wanita Jalang itu sudah mati, 'kan?' batin Arumi.     

"Ayo cepat katakan, Bu!" Arthur menggerak-gerakkan pundak Arumi dengan kasar.     

Arumi pun tetap berusaha untuk tenang.     

"Arthur, Sayang ... istrimu ada di suatu tempat, dia baik-baik saja kok," tukas Arumi dengan santai.     

"Jangan bohong! Aku tidak akan percaya begitu saja, sebelum aku menemuinya!" tegas Arthur.     

"Ah, kau ini terlalu berlebihan Arthur, Sayang. Kalau Ibu bilang dia baik-baik saja, berarti dia memang dalam keadaan baik. Kecuali jika kamu tidak mau menuruti perintah Ibu ... maka jangan salahkan kalau terjadi hal buruk pada istrimu," ancam Arumi namun dengan nada rendah. Tak ada kata menyerah bagi Arumi untuk membuat Arthur tunduk kepadanya.     

Arthur pun terdiam sesaat, hampir saja dia terkena bujuk rayu ibunya.     

Namun Arthur kembali mengingat segala tabiat sang ibu yang sangat licik. Dia yakin dari raut wajah Arumi yang aneh itu menyembunyikan sesuatu. Perasaan khawatirnya terhadap Celine kian menjadi.     

Arthur pun mendorong tubuh sang ibu hingga nyaris terjatuh. Lalu Arthur menerobos masuk.     

Mesya serta David mengikuti Arthur dari belakang. Mereka menuju gudang sempit tempat di mana orang tuanya dulu menyembunyikan Celine.     

Arthur menggebrak pintu itu berkali-kali. Namun belum juga berhasil, David juga sudah mengambil ancang-ancang untuk membantu adiknya.     

Namun belum sempat David melakukanya, Charles berteriak untuk menghentikan mereka.     

"Tunggu! Kalau kalian membuka pintu itu, maka aku akan membunuh gadis ini!" ujar Charles seraya mengalungkan pisau pada bagian leher Mesya.     

"Ayah, lepaskan aku!" pinta Mesya.     

Seketika David dan Arthur terdiam.     

"Ayah! Aku mohon lepaskan, Mesya!" pinta David dengan wajah yang panik.     

Charles meneyeringai penuh kemenangan.     

"Keputusan ada di tangan kalian, ingin menjadi anak kami yang penurut, atau menjadi anak kami yang pembangkang?" tanya Charles dengan nada yang menyindir.     

"Ayah, bunuh aku saja!" tukas Mesya dengan lantang.     

"Mesya! Kau ini bicara apa?!" David tak terima dengan kepasrahan Mesya.     

"Ayah! Lepaskan Mesya!" pinta Arthur.     

"Iya, Ayah! Aku mohon ...," imbuh David. Dua anak lelaki itu teman memohon kepada ayah mereka yang sangat kejam.     

"Aku akan melepaskanya, atau tidak, itu semua berdasarkan sikap kalian!" ujar Charles.     

"Kalau kalian mau menuruti perintah kami, maka aku akan membebaskan Mesya!"     

"... ah, tidak bebas sepenuhnya! Tetapi kami tetap akan menjadikan dia sebagai tawanan, yang bisa kami bunuh kapanpun kami mau!" pungkas Charles.     

Kamudian Arumi juga kembali menimbrung pembicaraan suaminya dan para anak-anaknya.     

"Sayang, apa kita bunuh saja sekarang? Aku rasa mereka itu tetap akan membangkang sampai kapanpun," tukasnya pada Charles, seraya melirik kearah David dan Arthur. Sudut bibirnya ditarik ke atas, ekspresi sinis dibalut dengan senyuman kemenangan menghiasi wajah Arumi.     

'Percayalah, kalian akan menjadi putra-putraku lagi!' bicara Arumi di dalam hati.     

Amarah Arthur dan David mendadak redam. Tak bisa dipungkiri jika kedua orang tuanya jauh lebih cerdas dan licik dibanding mereka.     

Kedua lelaki itu tidak mau terjadi apa-apa kepada Mesya.     

Masih belum jelas bagaimana nasib Celine, dan mereka akan semakin menyesal apabila hal itu juga terjadi kepada Mesya.     

"Baik, kami tidak akan melawan lagi. Tapi aku mohon lepaskan, Mesya," ujar Arthur.     

"Iya, Ayah ... aku mohon lepaskan Mesya," Kedua anak lelaki itu menundukkan kepalanya. Selayaknya Arthur dan David yang dulu. Selalu menundukkan kepalanya saat mendapatkan ocehan dan amarah dari kedua orang tuanya.     

Melihat hal itu membuat Mesya benar-benar tidak rela.     

Mereka sudah berjuang cukup keras untuk menjadi manusia normal.     

Bahkan mereka juga harus mengalami sakit hingga berbulan-bulan untuk beradaptasi.     

Namun kini mereka harus kembali ke dalam keburukkan karena dipaksa oleh kedua orang tuanya.     

Mesya benar-benar tak mau jika hal itu terjadi, bahkan dia rela jika dirinya harus mati asal kedua kakak-beradik itu tetap menjadi orang yang baik.     

"Aku mohon kalian jangan menuruti perintah, mereka!" teriak Mesya, masih dalam dekapan Charles.     

"Wah, kau ini sudah bisa hidup, ya?" tanya Arumi pada Mesya     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.