Anak Angkat

Mencuri Sebuah Kunci



Mencuri Sebuah Kunci

0Akhirnya setelah keadaan sepi dan Wijaya tengah berada di kamarnya, Satria mengajak Mesya menyelinap keluar, untuk menemui Lizzy. Pelan-pelan mereka keluar dari dalam gerbang. Tentu saja mereka tidak menggunakan mobil pribadi, karna bunyi mesin mobil bisa membuat Wijaya bangun dari tidurnya.     

Dan tak lama sebuah mobil taksi berwarna biru menghampiri mereka.     

"Ayo, Mesya!" ajak Staria.     

Setelah berada di dalam mobil taksi itu, kini perasaan mereka sedikit tenang. Setidaknya mereka sudah berhasil keluar rumah tanpa sepengetahuan siapapun.     

"Kak, terima kasih sudah menuruti permintaanku ya," ucap Mesya.     

"Iya, Mesya, apa pun yang kamu inginkan sebisa mungkin akan kuturuti," ucap Satria.     

Mesya menanggapinya dengan senyuman manis pada sang suami.     

"Aku sangat bahagia memiliki suami sepertimu, Kak! Aku benar-benar sangat beruntung, di mana lagi aku menemukan peria sebaik dirimu,"  Mesya memuji Satria seraya mengecup keningnya.     

"Mesya, ini di dalam taksi, kenapa kamu menciumku?" protes Satria.     

"Memangnya kenapa kalau mencium di dalam mobil? Kita, 'kan suami-istri?"     

"Iya, aku tahu Mesya, tapi tidak seharushya seperti ini," Satria berbisik di telinga Mesya, "Sopir Taksi, itu melihat kita,"     

"Haha, biarkan saja!" Mesya menanggapinya dengan santai. Satria yang gemas malah mencium bagian bibir Mesya.     

"Ah, katanya malu?" Protes Mesya.     

"Kenapa harus malu, kita, 'kan suami-istri?" Satria memutar balikkan ucapan Mesya tadi.     

"Ah, Kak Satria, ini!".     

Si Sopir Taksi melihatnya sambil menggelengkan kepalanya.     

Mereka terlihat seperti suami-istri iyang sedang berbagia. Padahal kebahagiaan ini hanya di rasakan oleh Satria saja. Dan tidak pada Mesya.     

Apa yang telah ia lakukan hanyalah sebuah kedok. Untuk menutupi segala kebohongan yang ia lakukan.     

Dan perasaan Mesya sesungguhnya adalah sedih bercampur dengan rasa bersalah.     

Tapi gadis itu selalu berhasil menutupinya dengan baik.     

Ckit!     

Mobil pun berhenti di tempat tujuan.     

Lalu Mesya dan Satria memasuki rumah itu.     

Tak sabar Mesya untuk segera menemui Lizzy.     

Saat memasuki rumah itu, Mesya menghampiri seorang Suster yang merawat Lizzy.     

Mesya melirik kearah kunci yang tergeletak di atas meja. Kunci itu di taruh dalam satu gantungan, dan terdapat beberapa kunci di dalamnya.     

Sepertinya wanita itu lupa dan menaruh kuncinya di sana. Dan tak tahu kalau jika kunci yang ia taruh sudah ada yang mengincarnya yaitu Mesya.     

'Itu pasti kunci rumah ini, aku bisa mencurinya satu buah saja,' bicara Mesya di dalam hati.     

Tak lama si Perawat itu berpamitan kepada Satria, untuk keluar sebentar.     

"Tuan Satria, saya minta izin sebentar ya? Saya harus pergi ke mini market untuk membeli sesuatu," tukas wanita itu.     

"Ah baiklah, jangan lama-lama ya," ucap Satria. "Baik, Tuan," Dan wanita itu pun berlalu pergi.     

Perasaan Mesya sedikit senang, karna dia memiliki kesempatan untuk meraih kunci di atas meja itu.     

Sekarang yang harus dia lakukan adalah membuat Satria meninggalkan tempat ini.     

"Kak, aku haus, bisa ambilkan minuman untukku?" ucap Mesya.     

"Baiklah, kau ingin kubuatkan minuman apa, Mesya?" tanya Satria.     

"Aku ingin minum kopi," jawab Mesya asal-asalan.     

"Kopi? Aku tidak salah dengar, sejak kapan kau menyukai kopi?" Satria bertanya dengan raut wajah yang heran.     

"Ah ... aku, tiba-tiba ingin saja, Kak. Yah orang hamil permintaannya memang sering aneh-aneh, bahkan bisa jadi makanan atau minuman yang tidak ia suka sebelum hamil pun bisa berubah menjadi kegemaran mereka saat hamil," ucap Mesya, dia menjelaskan sambil mengingat-ingat artikel tentang orang hamil yang baru saja ia baca.     

Akhirnya Stria menuruti permintaan Mesya, dan tepat di saat itulah Mesya mengambil satu kunci serep milik sang Perawat.     

Dah menyembunyikannya di dalam saku. Setelah berhasil meraihnya Mesya kembali menaruh sisa kunci di atas meja seperti semula.     

Kini Mesya merasa tenang, saat Satria datang, dia sedang duduk manis sperti tidak terjadi  apa-apa.     

"Ini kopinya, aku menambahkan sedikit susu, semoga saja kamu tidak mual," tukas Satria.     

"Terima kasih, Kak," Mesya tersenyum dan meraih kopi itu. Dia menyeruputnya dengan semangat, seolah-olah dia benar-benar sangat menyukai kopi buatan suaminya.     

"Hmm ... enak sekali, kalau begitu aku akan menemui, Lizzy sekarang," tukas Mesya.     

"Baiklah, Sayang, aku akan menunggumu di sini," ucap Satria.     

"Iya, Kak! Kopinya kubawa saja ya?"     

"Iya, silakan,"     

***     

Ceklek!     

Mesya membuka pintu kamar itu, setelahnya dia masuk ke dalam. Tak lupa dia mengunci pintu kamar.     

"Hay, Lizzy, sesuai janji aku datang lagi." Mesya mengusap rambut Lizzy.     

"Kali ini aku akan membuat perjanjian baru, Lizzy, dalam waktu dekat ini, aku akan segera mengeluarkanmu dari sini. Kau pasti senang, 'kan?" Mesya merogoh kunci dari dalam sakunya.     

"Ini, aku sudah mendapatkan kunci rumah, artinya aku hanya tinggal mencari waktu yang tepat untuk menyelamatkanmu,"     

Mesya sengaja memancing Lizzy untuk berbicara.     

Tapi tetap saja gadis itu tak menjawab ucapan Mesya. Masih setia dengan tatapan kosong dan wajah tanpa ekspresi.     

"Lizzy, setelah kau kembali lagi. Aku harap kita bisa menjadi teman yang baik. Ingin rasanya aku memilki teman yang sepantaran denganku. Dulu aku pernah memilikinya. Namanya, Zahra. Tapi karna ulah Ayah dan Ibu, aku kehilangan sahabat terbaikku itu. Hufft ... kau tahu, aku sangat sedih, aku merasa kesepian, dan untungnya sekarang aku memiliki, Romi," tukas Mesya.     

Tak peduli Lizzy mendengarnya atau tidak, yang terpenting Mesya berusaha untuk mengajak Lizzy berbicara.     

Dia berharap ada keajaiban dan Lizzy menanggapi ucapannya.     

Tak berselang lama, si Perawat datang, dan melihat kuncinya yang tergeletak di atas meja. Dia baru menyadari jika kuncinya hilang satu.     

"Wah, aku baru sadar kalau kunciku hilang," ucapnya.     

"Ada apa?" tanya Satria.     

"Kuncinya, hilang satu, Tuan," ucap Perawat itu.     

"Bagaiamana bisa? Apa kau tidak memiliki kunci lain?"     

"Ada, Tuan, saya menaruhnya menjadi satu, dan satu buah kunci rumah ini hilang, Tuan," jelasnya.     

"Ah kamu itu ada-ada saja! Lain kali kamu harus hati-hati, kalau sampai kunci itu ditemukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab bagimana?" oceh Satria.     

"Sekali lagi maafkan saya, Tuan,"     

"Ah, Yasudah tidak apa-apa, lain kali lebih hati-hati lagi ya?"     

"Baiklah, Tuan!"     

Perawat itu pun meninggalkan ruang tamu, dan masuk ke dapur. Dia menata belanjaannya ke dalam kulkas.     

Dan Mesya juga keluar dari dalam kamar.     

"Mesya! Kau sudah selesai berbicara dengan, Lizzy?" tanya Satria.     

"Iya, Kak! Aku sudah puas berbicara dengannya, yah... walau dia tak meresponku," jawab Mesya.     

"Yasudah  tidak apa-apa, ayo pulang sekarang," ajak Satria.     

"Baik, Kak!" jawab Mesya.     

Satria sengaja mengajak Mesya puang lebih cepat karna dia tidak mau kalau sampai sang ayah tahu, dan mereka akan berada dalam masalah besar.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.