Anak Angkat

Perintah Sang Ibu



Perintah Sang Ibu

0"Cepat lakukan perintah, Ibu!" segah Arumi.     

"Bu, aku tidak mau menyentuh daging-daging itu, aku mohon, Bu, jangan hukum aku seperti ini!" rengek Mesya.     

"Tadi, kau sendiri yang meminta dihukum, lalu mengapa sekarang malah mengeluh?" ujar Arumi.     

"Bu, aku mohon jangan menghukumku dengan cara seperti ini, lebih baik Ibu memukulku saja," pinta Mesya.     

"Apa? Memukul?" Arumi menggelengkan kepalanya seraya berdecak heran.     

"Kau pikir Ibu ini wanita yang kejam?"     

"Ibu, biasa memukul Kak David, dan bahkan Ibu juga sudah terbiasa membunuh orang, lalu mengapa Ibu, tidak mau memukulku? Kenapa, Bu?" tanya Mesya.     

"Mesya," Arumi berjalan mendekati putri tercintanya.     

"Ibu tidak mau melukai sedikitpun tubuh putri Ibu, karna Ibu sangat menyayangimu, Mesya," tukas Arumi kembali mengelus rambut putrinya. Mesya segera menepis tangan sang Ibu.     

"Hentikan, Bu! Jangan menenangkanku dengan kasih sayang palsumu itu, Bu! Aku tahu kau adalah orang yang kejam! Tolong lakukan apa yang biasa kau lakukan kepada orang lain!" tukas Mesya dengan suara yang menggebu-gebu.     

Dan Arumi pun malah terkekeh mendengarnya.     

Mesya tak terima melihat ekspresi sang ibu itu. Lagi-lagi ucapannya hanya dianggap sepele dan diremehkan.     

"Kenapa Ibu, selalu menertawakan aku! Memangnya apa yang lucu dari ucapanku?" protes Mesya dengan kedua bola mata yang menajam.     

"Sayang, tenangkan hatimu, Nak, dan lakukan perintah Ibu," tukas Arumi dengan pelan.     

"Tidak mau, Bu! Aku tidak mau!" teriak Mesya.     

"Kau, itu anak gadis Ibu yang manis dan lugu, lalu mengapa kau sekarang berubah menjadi anak gadis yang pembangkang?!" oceh Arumi.     

Mesya malah meraih sebuah telfon lalu membantingnya ke lantai.     

Dia kembali menunjukan sikapnya yang memberontak.     

Dia tidak mau lagi disebut sebagai anak yang lugu, dan penurut. Mesya sengaja ingin memancing amarah Arumi, agar Arumi mau memukulnya atau bila perlu dia ingin agar sang ibu membunuhnya saja seperti orang-orang lainnya.     

Tapi sayangnya segala perbuatannya ini tak membuat Arumi menjadi emosi dan ingin segera memukul putrinya.     

Dia masih tampak santai dan dia mencoba untuk menenangkan Mesya.     

"Mesya, Sayang, jangan marah, Sayang ...." Arumi memegang tubuh Mesya.     

"Tenangkan hatimu, Sayang. Memang apa salahnya Ibu, jika menyuruh anak gadis Ibu untuk belajar memasak?" tanya Arumi.     

"Tidak ada yang salah dengan perintahmu, Bu! Tapi keluarga kita yang salah! Mengapa kita ini harus memakan daging manusia?!" ucap Mesya.     

"Ssttt... Lizzy, Sayang," Arumi memeluk tubuh Mesya.     

"Aku, Mesya! Bukan, Lizzy! Tolong jangan samakan aku dengan putri kalian yang sudah mati!" teriak Mesya.     

Arumi memegang mulutnya yang keceplosan.     

"Maaf, Sayang, Ibu tidak bermaksud menyamakan dirimu dengan Lizzy, hanya saja, kami itu juga sangat menyayangimu seperti Lizzy," jelas Arumi.     

"Akh, sudah cukup!" teriak Mesya seraya mendorong tubuh Arumi hingga terjatuh.     

Dan kali ini Arumi benar-benar murka. Meski begitu dia tetap tidak mau memukul Mesya.     

"Baik, kalau kau tidak mau menuruti perintah Ibu, maka jangan salahkan Ibu, jika terjadi apa-apa dengan David!" ancam Arumi.     

Seketika Mesya langsung terbelalak, mau sekurang ajar apapun perlakuannya terhadap ibunya, tetap saja sang ibu tidak akan memukulinya, dan sekarang Arumi malah menggunakan David sebagai alat untuk mengancam Mesya.     

"Bagaimana? Kau sangat menyayangi kakakmu itu bukan?" sindir Arumi dengan senyuman sinis.     

"Bu, to-to-lo-ng, jang-an sakiti, Kak David, aku mohon, Bu ...." pinta Mesya dengan wajah yang memelas.     

"Kalau ingin, David, baik-baik saja, maka turuti saja permintaan Ibu!"     

"Tapi, Bu—"     

"Bukankah kau sendri yang bilang, jika tidak ingin melihat David disakiti oleh kami, maka tunjukan kepadaku, seperti apa kau akan melindungi, David!" tegas Arumi.     

Mesya pun tak bisa berbuat apa-apa, dan mau tak mau, dia harus menuruti perintah Arumi.     

'Aku harus melupakan egoku, aku tidak mau melihat Kak David, terluka lagi, sudah cukup dia sengsara gara-gara aku,' bicara Mesya di dalam hati.     

"Baik, Ibu, aku akan menuruti perintahmu, tapi tolong jangan sakiti, Kak David. Aku mohon, Bu ...."     

Sebuah senyuman kembali terukir di bibir Arumi.     

Kali ini dia menang, akhirnya Mesya luluh dan mau menuruti perintahnya.     

Perasaan cinta antara David dan Mesya, ternyata ada gunanya juga.     

Dengan begini, Arumi jadi memiliki senjata yang ampuh untuk melemahkan Mesya.     

'David, kupikir selama ini kau adalah putra sulungku yang pembawa sial, tapi ternyata aku salah, karna berkat dirimu aku bisa melemahkan kerasnya hati putri kesayanganku,' bicara Arumi di dalam hati.     

***     

Masih dengan raut yang terlihat jijik, Mesya memegang daging itu, dan dia memotong-motongnya dengan pelan.     

Sesekali Mesya memejamkan matanya, aroma amis yang menyeruak benar-benar membuat perutnya serasa diaduk-aduk.     

Kedua bola mata Mesya mulai memerah dengan wajahnya yang mendadak memucat.     

Mesya terisak-isak, menahan tangis.     

'Ctak!' Bunyi pisau daging yang membentur talenan, Arumi memotong daging itu dengan suara yang kencang.     

"Begini, Sayang, cara memotong daging yang benar," ujar Arumi, dia mencontohkan cara memotong daging yang benar kepada putrinya.     

"Kalau sudah selesai begini, kau bisa merebusnya sekarang,"     

Lalu Arumi memasukkan potongan-potongan daging itu ke dalam sebuah panci yang di dalamnya terdapat air mendidih.     

"Jangan ragu-ragu untuk melakukan sesuatu," pesan Arumi. Dia melirik kesamping kiri.     

"Di sebelahmu, ada sebuah wastafel, dan kau bisa memuntahkan isi perutmu di sana!" suruh Arumi kepada Mesya.     

Rupanya, sejak tadi Arumi sudah memperhatikan raut wajah anaknya yang tak tahan ingin muntah.     

Tanpa berpikir panjang Mesya langsung berlari ke arah wastafel dia muntah sejadi-jadinya.     

Wajahnya sampai memucat dan kedua matanya sampai berkaca-kaca.     

Aroma amis itu benar-benar sangat mengganggunya, dan selalu saja memancing reaksi perutnya untuk mengeluarkan lagi lebih banyak makanan dari dalamnya. Tapi sayang, sepulang dari sekolah Mesya belum sempat makan siang sama sekali, dan sekrang malah dia sedang muntah-muntah begini, Mesya merasakan nyeri yang luar bisa di perutnya.     

Mulutnya terasa pahit dan hanya mengeluarkan suara 'hoek' tanpa mengeluarkan apapun lagi.     

"Ayo sini ikut Ibu," Arumi menarik tangan Mesya dan menyuruhnya duduk di ruang makan.     

"Minum air hangat agar perutmu tidak nyeri," ujar Arumi seraya menyodorkan segelas air hangat ke arah Mesya.     

"Terima kasih, Bu," Mesya meraih gelas itu dan segera meminumnya.     

Sekarang dia merasa tenang, perutnya juga sudah mulai enakan, tidak terasa mual dan nyeri seperti tadi.     

"Maaf, Bu... aku tidak bisa melanjutkannya sekarang," lirih Mesya.     

"Huft ...." Arumi mendengus kesal sambil melirik kearah Mesya.     

"Baik, Ibu tidak akan memaksamu hari ini, dan kamu boleh istirahat sekerang," tukas Arumi.     

"Benarkah!?" Mendengarnya membuat Mesya tampak antusias, "tapi bagaimana dengan, Kak David?" tanya Mesya.     

"Aku juga akan memberi penangguhan untuknya," jawab Arumi.     

"Benarkah?!" Mesya langsung memeluk sang Ibu, "terima kasih, Bu,"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.