Anak Angkat

Tentang Perasan



Tentang Perasan

0"Jadi, kematian Denias itu benar-benar bukan karna keluarga kita ya, Kak?"  tanya Mesya.     

"Aku rasa memang bukan keluarga kita pelakunya, dan aku yakin jika Denias meninggal memang murni karna kecelakaan," tukas David.     

Mereka berdua duduk di bangku taman yang saat ini tak begitu remai.     

"Kak David," Mesya memegang tangan David dengan lembut.     

"Iya, ada apa?" tanya David.     

"Aku senang sekarang aku bisa dekat dan mengobrol begini bersama, Kaka," ucap Mesya.     

David hanya menanggapinya dengan senyuman tipis.     

"Dulu, Kak David selalu dingin kepadaku, bahkan sekalinya aku ingin bicara, pasti Kaka selalu memberiku waktu yang terbatas," tukas Mesya dengan bibir yang sedikit mengerucut.     

David kembali tersenyum melihat ekspresi adik angkatnya ini.     

"Maaf," ucapnya dengan datar.     

"Iya, aku sudah memaafkan, Kak David, sejak dulu kok," ucap Mesya.     

David mengangkat dagunya sesaat, "Kalau memang sudah memaafkanku, lalu mengapa wajahmu masih saja cemberut?" sindir David.     

"Emm?" Mesya memegang bibirnya sendiri.     

"Aku hanya kesal saja saat mengingat waktu itu, dan aku sangat iri kepada Lizzy,"     

"Memangnya kenapa kau sampai iri kepada, Lizzy?"     

"Ya karna dia sangat dekat denganmu, Kak. Bahkan sampai sekarang Kak David, masih menyayanginya, aku juga ingin memiliki seorang Kaka yang menyayangiku. Aku juga ingin bahagia seperti Lizy," pungkas Mesya dengan pandangan penuh harapan.     

"Kau, masih beruntung dari pada dia!" David sedikit ketus.     

"Kak David?" Mesya menoleh kearah David, dan mendadak dia tidak enak hati. "Apa, Kak David, marah dengan ucapanku tadi?" tanya Mesya yang merasa bersalah.     

"Iya, aku tidak suka siapa pun menyebut nama itu. Karna dengan begitu aku kembali teringat dengan sosoknya yang ceria, lembut dan juga baik hati. Namun sayang kemalangan tidak bisa terelakkan," tutur David.     

"Sekali lagi aku minta maaf ya, Kak," Mesya menundukkan kepalanya.     

"Tidak apa-apa, mungkin aku saja yang terlalu sensitif,"     

"Aku, mengerti perasan Kak David, Lizzy beruntung memiliki seorang Kaka sepertimu, dan sekarang yang harus Kakak lakukan adalah mendoakan Lizzy, agar bisa tenang di surga," ucap Mesya.     

Mendengar ucapan Mesya, membuat hati David sedikit tenang.     

"Kak, bisa tidak. Jika rindu dengan Lizzy, Kakak memelukku saja?" ucap Mesya.     

Seketika David terdiam sesat sambil memandang kearah Mesya.     

Kemudian gadis berlesung pipit itu mengembangkan sebuah senyuman.     

Walau David juga menyayangi Mesya, tapi dia tetap tak bisa menganggap Mesya seperti Lizzy.     

Kasih sayang itu terasa berbeda. Kini David sangat yakin jika Mesya, dan Lizzy, bukan sosok yang sama.     

Dulu kehadiran Mesya membuatnya teringat dengan Lizzy, sehingga membuat David merasa tersiksa, sosok gadis kecil yang menyerupai adik kandungnya itu terus mengganggu pandangan, mengingatkan akan peristiwa yang kelam. Sosok yang ceria telah hilang dalam kemalangan, meninggal hanya untuk persembahan ritual aliran sesat, David yang kala itu tak bisa berbuat apa-apa hanya bisa diam, dan kediamannya itu membuatnya merasa tersiksa karna adik kesayangannya menghilang.     

Dulu  kehadiran Mesya, memang sangat menyakiti hati David, tapi semakin lama, Mesya semakin beranjak dewasa, barulah David sadar, jika tak seharusnya dia membenci dan menghindari Mesya.     

Dan sebaliknya dia harus menjaga Mesya.     

Senyuman tulus itu, seperti sapuan angin lembut yang menyejukan hati. Bahkan membuat hatinya yang dulu terluka kini berbunga.     

Serta membuat jantung yang berdetak normal seakan memberontak untuk keluar dari dalam tulang dada.     

"Mesya, bisakah berhenti tersenyum?" pinta David.     

"Emm?" Mesya terdiam sesaat, "apa ada yang salah dengan senyumanku?" ujarnya dengan raut yang polos.     

"...."     

'Tidak ada yang salah dengan senyumanmu, Mesya. Hanya saja jantungku tak bisa tenang saat melihat senyuman itu,' bicara David di dalam hati.     

"Mesya, apa kau masih ingin mengejar cita-citamu?" tanya David mengalihkan pembicaraan.     

"Cita-citaku?"     

"Iya, kau ingin menjadi seorang Dokter, 'kan?"     

"Ah, haha! Ya, benar!" Mesya menggaruk-garuk keningnya agak malu.     

"Lalu bagaiamana? Apa kau masih ingin menggapai  cita-citamu itu?" tanya David sekali lagi.     

"Huft ... entahlah ...." Jawab Mesya dengan dengusan nafas berat.     

"Apa kau sudah tidak menginginkan hal itu?"     

"Ah ... mungkin iya,     

"Kenapa?"     

"Karna sekarang keinginanku hanya satu, menuruti perintah Ibu dan setelah aku berhasil dengan  tugasku, maka aku akan hidup bebas semauku," jawab Mesya.     

Kini giliran David yang menggenggam tangan adiknya.     

Seketika Mesya langsung terdiam, dan mendadak jantungnya yang saat ini mendapat giliran berdegup dengan kencang.     

'Ya Tuhan, kenapa jantungku?'     

"Mesya, sebentar lagi aku akan lulus, aku tidak bisa memantaumu setiap hari di sini," David memandang bola mata Mesya dengan tatapan penuh arti.     

"... sayang sekali ya," Mesya mendadak muram.     

"Meski begitu, aku berjanji akan tetap menjagamu," David semakin memperkencang genggaman tangannya. "Hanya saja, aku tidak bisa ada di setiap waktu,"     

"Kak, apa selamanya kita akan seperti ini?"     

"... entahlah ...." Jawab David.     

'Tangan, Mesya, kenapa mendadak dingin?' batin pria itu mulai keheranan.     

"Mesya, kau sedang sakit ya? Tanganmu sangat dingin?" tanya David dengan  raut wajah sedikit panik.     

Sebenarnya Mesya sangat menyukai raut wajah David yang sedang mengkhawatirkan dirinya ini.     

Hanya saja, Mesya tak bisa mengakui jika sebenarnya  tanganya dingin bukan karna sakit, melainkan karna merasa deg-degan saat David menyentuhnya.     

"Ka-ka, aku tidak apa-apa, kok ...,"  ucap Mesya dengan suara yang terbata-bata.     

"Benarkah?!" David memegang kening adiknya, dan ternyata keningnya pun juga terasa dingin.     

"Kau yakin tidak apa-apa?"     

"Yah ... aku baik-baik saja, Kak. Tapi ...."     

"Tapi apa?"     

"...."     

"Mesya, kenapa diam? Dan wajahmu juga semakin pucat?"     

"Kak, apa kau pernah merasakan jantung berdebar, disaat berhadapan dengan seseorang?" tanya Mesya dengan polosnya.     

"Per-nah," jawab David terbata.     

"Benarkah?"     

David pun mengangguk.     

Lalu Mesya melanjutkan ucapanya.     

"Kapan, Kak David, merasakannya?"     

David menunduk dengan tatapan datar.     

"Sekarang," jawab David.     

Kedua bola mata Mesya mendadak membulat.     

'Apa jangan-jangan, Kak David, merasakan perasaan yang sama dengaku?'     

"Mesya, aku tahu apa yang ada di dalam hatimu, dan aku yakin kau pun juga tahu apa yang ada di dalam hatiku. Jadi biarkan saja perasaan ini tetap ada, ini bukan kemauan kita." Pungkas David.     

"Apa ini yang di namakan jatuh cinta?" tanya Mesya.     

David menghela nafas panjang lalu dia mengangguk.     

'Cinta? Aku terlalu belia untuk merasakan ini, umurku baru 14 tahun, aku hanyalah anak SMP. Apakah wajar jika perasan ini menyapaku? Mungkin tidak, karna itu manusiawi. Aku pun sudah beranjak dewasa, dan ini juga yang di sebut cinta pertama. Tapi ... kenapa harus dengan, Kak David? Huft ... Dia itu Kakaku!' bicara Mesya di dalam hatinya.     

"Kita tak butuh pengakuan, yang penting kita tahu bagaiamana perasaan masing-masing. Aku tak peduli kau menganggapku sebagai 'Kakak' atau sebagai ...." David meraih tangan Masya kali ini bukan hanya satu tangan, tapi kedua tangan Mesya ada dalam genggamannya.     

David memandang Mesya diiringi senyuman.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.