Anak Angkat

Pembelajaran



Pembelajaran

0Dengan langkah yang masih ragu-ragu, Mesya menuju luar gerbang. Ayah dan ibu angkatnya sudah menunggunya di dalam mobil.     

"Ayo, Sayang," panggil Arumi.     

Mesya segera mempercepat langkah kakinya.     

'Ceklek'     

Mesya melihat di dalam ada Arthur dan David yang sudah duduk manis.     

"Adik Cantik, ayo cepat duduk, kita tidak ada waktu untuk berlama-lama di sini,"  tukas Arthur dengan senyuman khasnya.     

David meliriknya dengan  datar, seperti David yang sebelumnya.     

Tapi Mesya tahu jika David sebenarnya sedang mengkhawatirkannya.     

Lalu Mesya duduk di bangku belakang, dan berada di tengah-tengah kedua kakaknya, sementara Arumi duduk di kursi depan bersama dengan sang suami.     

Sepanjang perjalanan pulang, suasana tampak begitu senyap, tak ada satu pun orang yang membuka topik percakapan.     

David melirik kearah adik perempuannya.     

Dia tahu jika Mesya sedang tidak tenang, terlebih baru saja dia  sedang bermasalah dengan Edo.     

David dapat memahami jika Mesya sedang ketakutan, karna Edo akan dihabisi oleh keluarganya.     

Ckit....     

Tak terasa mobil sudah berhenti tepat di depan gerbang rumah keluar Davies.     

"Ayo, Anak-anak! Cepat masuk karna ada hal penting yang akan kita bahas!" sergah Arumi.     

Mesya menuruni mobilnya dengan langkah yang gontai, dia yakin setelah ini dia akan mendapatkan masalah besar dalam keluarganya.     

'Aku yakin jika, Kak Arthur sudah mengatakan semuanya kepada Ayah dan Ibu,' bicara Mesya di dalam hati.     

'Ceklek' Arumi membuka pintu rumahnya.     

"Huuh, rasanya lelah sekali ...," gumam Arumi seraya duduk di atas sofa.     

"Baiklah, kalau begitu, Ibu minta kalian semua cepat duduk di atas sofa!" pinta Arumi.     

Mesya, Arthur dan David menuruti perintah sang ibu.     

Arumi mulai memperlihatkan raut wajah yang berbeda.     

Senyuman ramah itu kian memudar, dan pandangan tajam bak mata pisau tertuju kearah David dan Mesya, sementara Arthur malah tersenyum dengan gaya khasnya.     

"David, aku tahu kau sekarang sudah menunjukkan kasih sayangmu kepada, Mesya, Ibu sangat bangga melihat hal itu. Karna Ibu pikir kau adalah Kakak yang baik bagi Mesya, tapi ternyata, Ibu salah," pungkas Arumi, lalu dia berjalan mendekati David.     

"Kau sekarang memang sudah menunjukkan kasih sayangmu kepada, Mesya. Tapi bukan kasih sayang layaknya Kakak kepada Adiknya, tapi kasih sayang seorang pria kepada wanita yang dicintai," pungkas Arumi.     

Meski terlihat jika dia sedang marah, tapi Arumi tetap menujukkan sisi lembutnya, nada bicaranya sangat rendah dan tak terlihat sedang mengintimidasi seseorang.     

Arumi beralih mendekati Mesya.     

"Mesya, anak perempuan kami yang tercinta, tolong jangan bermain api, Sayang... dia itu Kakakmu, tolong jangan jatuh cinta kepadanya, terlebih kau ini masih kecil," tukas Arumi sambil mengelus rambut putrinya.     

"Ibu, harap kamu bisa memahaminya," Arumi tersenyum tipis penuh arti.     

"Maafkan aku, Bu," tukas Mesya lirih.     

"Kami, tidak butuh kata 'maaf' tapi kami butuh kesungguhan hatimu, apa kau mau berjanji untuk tidak menaruh hati kepada, David?" tanya Arumi kepada Mesya.     

Dan dengan terpaksa Mesya menganggukan kepalanya.     

"Baik, Bu, aku berjanji untuk tidak akan menaruh hati kepada, Kak David," jawab Mesya dan sesaat dia melirik kearah David yang sedang menundukkan kepalannya.     

"Baik, kami percaya kepadamu, Sayang," Arumi mengusap bahu Mesya, lalu dan melirik Charles suaminya.     

"David, ayo ikut, Ayah!" ajak Charles seraya menarik tangan putra sulungnya itu.     

David tidak melawan sedikit pun dia menuruti ajakan sang ayah.     

Tentu saja hal itu membuat Mesya merasa menjadi tak tenang.     

"Ayah!" teriak Mesya.     

Charles menengok, "Ada apa, Mesya?" tanya Charles.     

"Ayah, tolong jangan sakiti, Kak David!" pinta Mesya.     

"Ayah, tidak ingin menyakiti Kakakmu, Nak, Ayah ini hanya ingin memberikan nasehat kepadanya," sangkal Charles.     

"Ayah, bohong! Aku tahu pasti Ayah, akan memukul, Kak David!" teriak Mesya.     

Mesya langsung berlari dan menarik tangan David.     

"Aku mohon, Ayah, jangan sakiti, Kak David, aku rela melakukan apapun, tapi tolong jangan sakiti, Kak David," pinta Mesya.     

"Tidak bisa, Nak, Ayah harus berbicara empat mata dengannya, dan ini urusan laki-laki, anak perempuan sepertimu tidak boleh ikut campur," tukas Charles.     

Masih tak bisa juga merayu sang Ayah, Mesya sampai berlutut di hadapan Charles sambil menangis.     

"Ayah, aku mohon ... jangan sakiti, Kak David. Aku tak mau melihat Kak David keluar dari kamar rahasia dengan wajah yang babak belur, Kak David, sudah cukup menderita gara-gara aku, jadi aku mohon lepaskan dia," Mesya memasang wajah memalas.     

"Jangan berlutut di bawah kaki Ayah, karna ini membuat Ayah sulit untuk berjalan," keluh Charles.     

"Kalau begitu, lepaskan Kaka, Yah... atau ...."     

"Atau apa?"     

"Atau kalau masih ingin menghukum, Kak David, maka hukum juga aku, Yah" pinta Mesya.     

"Astaga, kau ini manis sekali ya, Sayang," Arumi mendekati Mesya lagi.     

"Ibu, terharu sekaligus bangga kepadamu, tapi sayang... ini bukan saatnya, untuk mengiba, Nak," ujar Arumi.     

Melihat keributan itu, membuat Arthur juga ingin turut ambil bagian.     

"Wah, kau rupanya sangat menyayangi Kakakmu itu ya?" sindir Arthur kepada Mesya.     

Dan Mesya tak bergeming meski sangat kesal dengan Arthur, tapi Mesya menahannya. Dia tak mau menanggapi ucapan Arthur, karna kalau dia meladeni Arthur yang ada masalah akan bertambah panjang saja.     

"Mesya, ayo ikut Ibu, supaya lebih adil, Ibu juga akan menghukummu!" tegas Arumi.     

Mendengarnya David langsung tersentak.     

"Ibu! Tolong jangan hukum, Mesya, Bu!" teriak David.     

"Lupakan, Mesya, dan ayo ikut Ayah!" sergah Charles seraya menarik tangan David dengan keras.     

Sementara Arumi juga menarik tangan Mesya, dan membawanya masuk ke dapur.     

"Apa yang ingin Ibu lakukan?" tanya Mesya.     

"Sebagai seorang Ibu yang baik, tentu saja, Ibu ingin mengajari anak gadis Ibu untuk memasak di dapur," tukas Arumi.     

"Memasak?" Mesya syok mendengarnya.     

Mungkin ini hanyalah pekerjaan sepele dan sangat lazim untuk dilakukan oleh para gadis pada umumnya, tapi tidak bagi Mesya.     

Keluarganya bukan keluarga biasa.     

"Sebelum menyiapkan bumbu, coba kamu potong dahulu daging-daging ini," perintah Arumi.     

Seketika kedua bola mata Mesya membulat sempurna.     

'Astaga! Aku tidak bisa membayangkan, jika aku harus memotong-motong daging... man--'     

"Sayang, ayo cepat laksanakan, setelahnya kau juga harus merebusnya daging-daging itu, barulah Ibu akan mengajarimu membuat bumbu-bumbu yang pas," ujar Arumi.     

Mesya benar-benar tak tahan dengan semua ini, melihatnya saja, dia sudah ingin muntah, lalu bagaiamana saat dia menyentuhnya?     

"Aku tidak mau, Bu!" teriak Mesya.     

"Loh, kenapa?" tanya Arumi masih dengan suara rendah dan sabar.     

"Cih! Aku tak sudi menyentuh, memasak, atau bahkan memakan, daging manusia!" teriak Mesya dengan lantang.     

Arumi langsung terdiam mendengarnya, dengan nafasnya mendadak bergemuruh lalu dia segera meraih sebilah pisau.     

"Lakukan perintah Ibu, atau ...?"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.