Anak Angkat

Menjaganya



Menjaganya

0"Jangan ulangi lagi, Mesya, kalau sampai kau mengulanginya, maka aku akan marah kepadamu," ancam David.     

"Tapi, aku sudah menjelaskan apa alasanku, Kak,"     

"Iya, aku sudah dengar, tapi apapun alasanmu itu, tetap saja kau tak boleh mengulanginya, kalau sampai kau mengulanginya, selamanya aku tidak akan mau mengenalmu. Bahkan jika kau benar-benar mati pun aku juga tidak akan sudi melihat prosesi pemakamanmu!" tegas David.     

"Sampai segitunya ...," gumamnya dengan bibir mengerucut.     

"Jangan seperti itu!" sengut David.     

"Ke-kenapa?" tanya Mesya.     

"Wajahmu jelek kalau sedang cemberut seperti itu!" jawab David.     

"Astaga!" Mesya memegang bibirnya sendiri.     

Dan David memalingkan wajahnya.     

Diam-diam Mesya tersenyum memandang wajah kakaknya.     

'Kak David, kalau marah begini malah semakin bertambah tampan. Apa lagi kalau sedang senyum, itu sebuah momen langka yang hampir tak pernah terjadi. Meski begitu aku sangat bersyukur karna akhirnya aku bisa sedekat ini dengan, Kak David,' bicara Mesya di dalam hati.     

Tak sadar bibir manisnya mengukirkan sebuah senyuman.     

"Jangan tersenyum begitu, aku ini sedang marah!" bentak David.     

Mesya langsung tersentak, "Astaga!" Mesya langsung menutup mulutnya lagi.     

"Memangnya apa yang salah dengan senyumanku?" protes Mesya, "tadi aku cemberut salah, dan sekarang aku tersenyum juga salah, aku harus bagaimana, Kak?" keluh Mesya.     

"Ya kau harus bertingkah sewajarnya, Mesya!" jawab David dan nada bicaranya juga masih terdengar ketus.     

"Memangnya aku ini Arthur? Yang selalu senyum-senyum tidak wajar?" protes Mesya lagi.     

Mendengarnya David hampir tertawa, tapi dia menahannya.     

"Jangan kau samakan senyumanmu dengan Arthur, karna Arthur itu, Orang Gila!" ujar David.     

"Ih, teganya saudara sendiri dibilabg gila," tukas Mesya. "Eh, tapi Kak Arthur itu memang terkadang mirip orang gila sih," imbuh Mesya sambil manggut-manggut.     

"Ssst... sudah jangan di bahas lagi!" cantas David.     

Lalu dia membaringkan tubuh adiknya di atas kasur.     

Meski belum merasa ngantuk dan ingin tidur, tapi Mesya pasrah saja saat sang Kakak menaruh tubuhnya di atas kasur. Karna Mesya tidak mau menentang David, yang malah akan membuat David semakin marah kepadanya.     

"Lehermu masih terasa sakit?" tanya David.     

"Sudah tidak terlalu sakit," jawab Mesya.     

"Syukurlah, semoga luka jahitannya segera mengering, agar kau bisa bebas bergerak lagi," pungkas David.     

"Iya, Kak,"     

David merapikan kaki Mesya, lalu menutupinya dengan selimut.     

"Sekarang kau istirahat ya, Mesya, aku akan pergi ke kamarku," tukasnya.     

"Tapi aku masih ingin mengobrol bersama, Kakak," rengek Mesya.     

"Sebenaenya aku juga ingin mengobrol bersamamu, Mesya, tapi selain aku yang masih kesal denganmu, aku juga tak mau kalau sampai Ibu mengetahui kita berduaan begini, dan akan memarahi kita," ujar David.     

"Tapi, bukankah, Kak David tadi bilang kalau, Kakak yang ditugaskan menjagaku sampai sembuh?" tanya Mesya.     

"... benar," jawab David.     

"Yasudah kalau begitu, Kakak tetap di sini saja, toh kita juga tidak melakukan apapun,"     

"Baiklah, aku akan menemanimu, Mesya,"     

"Nah, begitu dong, Kak. Karna ada banyak hal yang ini aku katakan kepada, Kak David. Aku butuh seseorang yang mau mendengarkan keluh kesahku,"     

"Memang kau ingin berbicara apa?"     

"Ada banyak sekali, Kak David, dengarkan ya,"     

Lalu Mesya mengobrol banyak hal besama David, termasuk bagaiamana perasaan cintanya yang semakin besar walaupun banyak rintangan. Mesya juga berkata kepada David, jika David adalah satu-satunya pria yang menjadi cinta pertama bagi Mesya, dan tentu saja sampai kapanpun itu, Davin tetap menjadi seseorang yang paling berarti dalam hidup Mesya.     

David mendengarkan apa pun yang dibicarakan oleb Mesya, dia menjadi pendengar yang baik, sampai pada akhirnya Mesya tampak lelah berbicara hingga memejamkan mata.     

David masih setia menjaganya.     

Keberadaan David membuat Mesya merasa nyaman. Di sini hanya David lah, sesorang yang paling ia percaya.     

Sosok kakak sekaligus sosok kekasih yang paling ia cintai.     

David terdiam sambil memandangi wajah Mesya yang sedang tertidur lelap.     

Wajahnya yang tenang, membuat hati David juga merasa tenang.     

Dia tak menyangka, jika sekarang dia bisa menjaga Mesya, dan menyentuhnya dengan bebas.     

Kalau mengingat awal mula dia bertemu dengan Mesya.     

Dia sangat menyesalinya. Karna dulu dia selalu ketus dan berbuat kasar kepada Mesya.     

Meski niatnya baik, tapi tetap saja, cara yang ia lakukan salah. Tak sepantasnya dia bertingkah kasar kepada anak perempuan. Terlebih anak yang begitu polos seperti Mesya.     

Mungkin ada banyak pula luka yang ia goreskan di hati Mesya, mulai dari ucapan, cacian hingga tindakan kasar.     

Tapi David masih bersyukur sekarang dia masih bisa memperbaiki semua. Walaupun dulu dia tidak berhasil membuat Mesya pergi dari rumah ini, tapi setidaknya, sekarang dia bisa merasakan secerah kebagian atas kehadiran Mesya, walau terkadang kebahagian itu hanya terasa semu.     

Wajah cantiknya yang terlihat alami, serta bulu matanya yang lentik, membuat David merasa beruntung telah dicintai oleh gadis ini.     

Gadis yang dulu sering ia sakiti, ternyata sekarang malah membalasnya dengan sebuah perasaan cinta.     

Perlahan, David menaruh tangannya dibagian wajah Mesya. Dia membelai lembut rambut adiknya ini.     

"Jangan ulangi lagi ya," lirih David. Tapi Mesya tak mendengarnya, gadis itu tidur begitu lelap.     

Menyadari hal itu, David mengecup kening Mesya, dan dia berlalu pergi.     

Pelan-pelan David menutup pintu kamar Mesya, dan di depan kamar itu ternyata sudah ada Arumi yang berdiri tegap sambil melipat kedua tangan.     

Sorot matanya begitu tajam, seakan menusuk dada dan tembus ke jantung.     

"Ibu ...," sapa David.     

"Dia sudah tertidur?" tanya Arumi.     

"Iya, dia sudah tertidur," jawab David sambil menundukkan kepalanya.     

"Ingat, waktumu hanya sampai dia sembuh, dan setelah itu kau harus pergi," pinta Arumi.     

"Baik, Bu," jawab David.     

"Bagus, dan sekarang kembalilah ke kamarmu!" printah Arumi, David mengganggukkan kepalanya dan setelah itu dia berlalu pergi.     

Arumi mengecek Mesya yang berada di dalam kamarnya. Memastikan apa yang diucapkan oleh David itu benar adanya atau David hanya berbohong.     

"Dia benar-benar sudah tertidur pulas rupanya, huh... aku harus lebih memperketat lagi dalam menjaganya. Dia adalah sesuatu yang berharga dalam keluarga ini," gumam Arumi, lalu Arumi menutup kembali pintu kamar Mesya.     

"Sayang," terdengar suara sayup memanggilnya.     

"Eh, kau rupanya, aku kira siapa!" sahut Arumi.     

"Aku akan membicarakan sesuatu kepadamu," ucap Charles.     

"Soal apa?" tanya Arumi.     

"Soal anak sulung kita, dan aku sudah menemukan tempat yang tepat untuknya,"     

"Baiklah, Charles, kita bicara di kamar sekarang," ajak Arumi. Dia berjalan mendahului suaminya, dan Charles mengikutinya dari belakang.     

Dari kejauhan Arthur melihatnya.     

"Bagus, mereka akan membicarakan sesuatu di kamar mereka. Ini adalah kesempatan yang bagus bagiku," gumam Arthur dengan senyuman liciknya.     

Perlahan Arthur mendekat dan membuka pintu kamar Mesya.     

Ceklek....     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.