Anak Angkat

Arti Kasih Sayang



Arti Kasih Sayang

0"Ibu, aku boleh pergi ke kamar lagi?" tanya Mesya sambil menundukkan kepalanya.     

"Tidak bisa!" tegas Arumi.     

"Tapi—"     

"Ibu, sudah memesankan makanan dari luar, kau bisa memakannya di sini, dan duduk bersama kami," tukas Arumi.     

Mesya melihat ada kotak makanan yang ada di hadapannya, dan terdapat nama restoran yang sering ia pesan.     

Mesya tersenyum sambil meraihnya, "Terima kasih, Ibu," tukasnya.     

Arumi juga tersenyum sambil menganggukan kepala, "Iya, Sayang," jawabnya.     

Mesya sangat bahagia, ternyata Arumi memahami dirinya. Bahkan dia sampai membelikan makanan dari luar hanya untuk melihat Mesya bisa turut makan bersama mereka.     

Tadinya Mesya sudah berpikiran buruk, dan mengira jika Arumi akan memaksanya makan daging-daging ini seperti dulu. Tapi ternyata tidak, dan ini adalah sesuatu yang sepesial baginya.     

'Aku harap suatu saat nanti, Ibu, akan benar-benar berubah, menjadi sosok yang sempurna bagiku... melihat dia yang sudah memperhatikanku begini saja, aku benar-benar sudah bahagia, bahkan bagiku dia itu sudah mendekati kata sempurna,'     

"Mesya, kenapa malah melamun, ayo segera dimakan," suruh Arumi.     

"Baik, Bu," jawab Mesya, dan dia segera melahap makannya.     

Melihat Arumi yang begitu memanjakan Mesya, membuat Arthur merasa sangat kesal, dia iri dengan Mesya, kasih sayang kedua orang tuanya tercurahkan sepenuhnya untuk Mesya.     

Apa saja yang gadis itu  inginkan selalu dituruti.     

'Kenapa dua bulan itu terasa lama sekali? Aku benar-benar sudah tak tahan melihat gadis itu berada di sini!' bicara Arthur di dalam hati.     

***     

Dengan sedikit ragu- ragu, Mesya berjalan mendekati Arumi.     

"Bu, boleh tidak kalau aku pergi bersama, Kak David?"     

Mendengarnya Arumi terdiam sesaat.     

"... kalian mau kemana?" tanya Arumi.     

"Kami, hanya ingin pergi jalan-jalan saja, Bu, lagi pula aku bosan berada di rumah terus, ini, 'kan hari libur," jawab Mesya.     

Arumi melirik ke arah David, dia ragu untuk memberikan izin, tapi Arumi juga ingin memberikan kebebaskan untuk Mesya, lagi pula waktu David berada di sini hanya tinggal 2 bulan lagi.     

"Baik, Ibu mengizinkan kalian pergi," tukas Arumi.     

"Benarkah? Terima kasih, Ibu!" Mesya langsung memeluk ibunya. Dia sangat bahagia, lagi-lagi Arumi menunjukkan sisi baiknya, dia memberi ruang untuk Mesya, agar bebas menemukan kesenangannya. Kalau Arumi sudah bertingkah baik begini, Mesya menjadi tak tega kalau sampai mengecewakan Arumi. Dia harus berhasil mengalahkan Wijaya, sehingga dapat membuat Arumi bangga terhadapnya. Rasanya waktu begitu lambat menantinya untuk dewasa.     

Pelukan hangat Mesya, juga mampu menyentuh hati Arumi. Dia merasakan kasih sayang yang tulus dari putrinya ini.     

'Ini yang kusuka, dari putriku Mesya, dia selalu menunjukkan kebahgiaan dengan sebuah, sentuhan ... entah itu sebuah senyuman, ciuman, atau bahkan pelukan. Mengenal Mesya labih lama, membuatku rindu dengan Lizzy, dan terkadang aku juga rindu kehidupan normalku,' bicara Arumi di dalam hati.     

"Ibu, mengapa melamun?"     

"Eh," Arumi mengerjapkan matanya dengan cepat.     

"Kami pergi dulu ya, Bu," Mesya berpamitan.     

"Baiklah, hati-hati, Sayang!"     

"Baik, Ibu!"     

Melihat sang ibu yang memberikan izin kepada Mesya, membuat Arthur kembali terbakar oleh rasa cemburu.     

Dia tidak rela seorang anak perempuan yang lemah seperti Mesya malah dijadikan anak emas dalam keluarga ini.     

Arthur memiliki cita-cita untuk menjadi satu-satunya orang yang akan memimpin aliran sesat yang di anut oleh keluarganya.     

Dengan begitu dia harus bisa merebut kitab kuno yang saat ini berada di tangan Wijaya Diningrat.     

Tapi orang tuanya malah menjadikan Mesya sebagai alat untuk mendapatkan kitab itu. Padahal Arthur sangat yakin kalau dia itu bisa mengalahkan Wijaya tanpa bantuan Mesya.     

Karena dengan kehadiran Mesya, justru akan menjadi penghalang bagi Arthur, untuk menguasai kitab itu.     

Arthur takut jika nanti Mesya benar-benar sudah merebut kitab itu dari tangan Wijaya, yang ada nantinya Mesya yang malah akan menguasai sekte ini.     

Terlebih kedua orang tuanya terlalu memanjakan Mesya, dan menuruti segala keinginan Mesya.     

Ini bisa menimbulkan rasa bangga di hati Mesya, dan membuatnya bertingkah semaunya dan berlaku mirip ratu.     

"Aku akan mengikuti mereka," gumam Arthur.     

Mesya dan David pergi dengan mengendari motor besar milik David.     

Sementara Arthur juga pergi dengan mengendari motor miliknya.     

"Dua orang tak berguna ini sebenarnya akan kamana sih?" gerutu Arthur masih dengan fokus mengendarai motornya.     

Tak berselang lama, Mesya dan David berhenti di pusat perbelanjaan.     

"Kau yakin hanya akan pergi kemari?" tanya David.     

"Tentu saja! Aku juga ingin seperti gadis-gadis seusiaku yang gemar pergi ke mall, Kak!" jawab Mesya sambil tertawa.     

"Hah dasar, Para Gadis!" cerca David.     

"Haha!"     

David dan Mesya menuruni motor mereka, dan memarkirkan motor itu di parkiran umum.     

Arthur juga melakukan hal yang sama, pelan-pelan dia memarkirkan motor dengan pandangan terus mengarah Mesya dan David.     

"Apa yang mereka lakukan di tempat ini? Dasar, Anak-anak Manja!" cerca Arthur.     

***     

Berada di dalam mall Arthur terus memantau apa saja yang di lakukan oleh David dan Mesya.     

"Aku yakin, pasti ada saatnya mereka lengah, trutama David, aku sangat menunggu dia benar-benar lengah. Dan tepat di saat itulah aku akan mencelakai Mesya," gumamnya.     

***     

Dua muda-mudi itu sedang asyik memilih pakaian, semantara Arthur masih berdiri tegap di antara hamparan pakaian yang tersusun rapi dengan gantungan. Dia masih menunggu David lengah, dan kesempatan sedikit saja tidak akan ia sia-siakan.     

"Kak, kalau aku beli baju yang ini bagus tidak?" tanya Mesya sambil memamerkan pakaian yang baru saja dipilih.     

"Bagus sih, tapi lebih bagus lagi yang warna merah muda," jawab David.     

"Benarkah? Tapi aku rasa yang warna putih lebih bagus,"     

"Kau, lebih cocok dengan yang warna merah jambu, Mesya. Dengan begitu wajahmu akan terlihat lebih cantik lagi," ujar David.     

"Masa sih? Tapi aku lebih suka yang warna putih, Kak! Dan aku tetap akan membelinya yang ini!" tegas Mesya.     

'Tadi kenapa bertanya?' batin David dengan wajah yang keheranan, 'dasar, Wanita,' cercanya dalam hati.     

"Kak, aku ingin membelikan baju untuk, Kak David!"     

"Benarkah? Memangnya kau punya uang?"     

"Hey, aku ini putri satu-satunya di keluarga Davies! Masa iya aku tidak punya uang!?"     

"Haha, iya juga ya! Kalau begitu boleh tidak, aku pilih baju yang ini?" David meraih satu buah kemeja hitam tanpa motif.     

"Kak David, yakin mau yang itu?" tanya Mesya sambil mengernyitkan dahi.     

"Tentu saja? Memangnya kenapa?"     

"Tidak, hanya saja terlihat seperti pakaian yang akan dikenakan di rumah duka," jawab Mesya.     

"Lalu, kau akan membelikanku, pakaian yang seperti apa?" tanya David.     

"Aku, akan membelikan pakaian berdasarkan yang Kak David, inginkan," jawab Mesya.     

"Ya aku ingin pakaian yang kupilihkan ini," David kembali menujuk kemeja hitam itu.     

"Yasudah, kalau begitu aku akan membelikan ini untuk, Kakak!"     

"Tapi, katamu jelek?"     

"Itu menurut pendapatku, Kak! Kalau mnurut Kak David, ini bagus, jadi aku harus menghargai pilihan, Kakak," jawab Mesya.     

"Kenapa begitu?" tanya David.     

To bo continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.