Anak Angkat

Menantang Arthur



Menantang Arthur

0Tanpa  berpikir panjang, mereka pun langsung menyetujui tawaran itu.     

Bahkan si Pembeli juga langsung mengirimkan  uangnya ke rekening Selena. Dia langsung percaya kepada Selena meski barang belum dikirim.     

"Wah, dia juga langsung melunasinya,  Bu," ujar Selena.     

"Ah syukurlah  akhirnya kita masih dapat keuntungan walau kamu tidak jadi menikah dengan David," ujar Rani dengan penuh gembira.     

"Iya, Bu, syukurlah ... aku pikir harga kalung itu hanya mencapai 20 juta saja, tapi ternyata bisa mencapai 100 juta! Benar-benar di luar dugaan!" ujar Selena.     

"Iya, Sayang! Ini yang namanya rezeki haha!" Rani malah tertawa dengan lantang.     

Kini mereka berdua mulai mempersiapkan diri untuk pergi menemui si Pembeli. Karna Pembeli itu ingin  bertemu langsung untuk mengambil barangnya, dia tidak mau barang itu di antar oleh jasa ekspedisi.     

Entah apa alasannya, Selena tak peduli, yang terpenting mereka sudah menerima uangnya, dan mereka juga tak mempermasahkannya jika harus mengantarkan langsung kepada pembeli itu.     

***     

Di sekolah.     

Celine dan yang lainya tampak terkejut dengan berita meninggalnya kepala sekolah mereka.     

Ratu di temukan meninggal karna kecelakaan di jalan raya.     

Tubuhnya di penuhi dengan luka dan mengalami patah tulang di beberapa bagian.     

Berita duka itu sukses menggemparkan seisi sekolah.     

"Ah, aku memang senang, si Wanita Sombong, itu pergi, tapi tidak harus dengan cara seperti nih, 'kan?" gumam Celine.     

Dia berjalan pelan menuju ruangannya.     

Dia tak habis pikir jika Ratu pergi secepat ini.     

Dia pikir Ratu hanya akan melarikan diri, tapi ternyata  malah mati.     

Kini Celine merasa senang sekaligus prihatin. Dia senang jika Ratu meninggal itu artinya tidak akan ada yang menerornya lagi. Dan dia berpeluang besar untuk menggantikan posisi Ratu sebagai kepala sekolah baru.     

Apalagi dia dan Arthur saat ini cukup dekat.     

Tapi di sisi lain dia juga merasa kasihan kepada Ratu. Tidak seharusnya dia meninggal secepat ini, apa lagi dengan keadaan yang cukup mengenaskan. Dan ada sedikit perasaan bersalah terhadap Ratu, karna sebelum Ratu meninggal dia sempat adu mulut dengan atasannya itu.     

"Bu Ratu, meski aku membencimu, tapi aku tetap mendoakanmu supaya tenang di alam sana," ucap Celine penuh harap.     

Tok! Tok!     

"Masuk!" sahut Celine.     

Ceklek!     

Arthur memasuki ruangan Celine dengan senyuman khasnya. Celine merasa sedikit heran, padahal saat ini suasana sekolah masih dalam suasana berkabung Karna peristiwa yang dialami  oleh kepala sekolah mereka. Tapi itu anehnya tak ada raut bersedih sedikitpun  pada Arthur. Sebenarnya Celine merasa aneh dan heran dengan sikap Arthur ini. Tapi dia tak mau ambil pusing, dan dia pun memilih untuk bersikap masa bodo.     

"Ada perlu apa, Pak Arthur, ke ruangan saya?" tanya Celine.     

"Ah ... tidak, Bu. Saya hanya ingin mengobrol bersama dengan, Bu Celine," jawab Arthur.     

"Mengobrol dengan saya? Memenangnya, Pak Arthur tidak pergi ke kantin untuk makan siang?"     

"Apa, Bu Celine, pernah melihat saya pergi ke kantin?" tanya Arthur dengan nada meledek.     

"Eh, sepertinya tidak sih," jawab Celine.     

"Saya tidak suka makanan kantin, Bu. Jadi dari pada saya menghabiskan waktu berada di kantin atau di ruangan saya sendirian, lebih baik saya di sini mengobrol bersama dengan, Bu Celine," ucap Arthur dengan sedikit senyuman nakalnya.     

Hati Celine berbunga-bunga mendengar ucapan Arthur, dan dia mulai merasa yakin jika Arthur itu benar-benar menyukainya.     

"Pak Arthur, ini bisa aja," ucapnya agak malu-malu.     

"Bu Celine, boleh saya bertanya sesuatu?" Arthur memegang tangan Celine.     

"Pa-pak, Arthur? Kenapa bertanya begitu?" tanya Celine dengan suara yang bergetar.     

"Saya belum mengucapkan pertanyaan saya, Bu Celine! Lalu kenapa malah Anda balik bertanya?" ucap Arthur.     

Celine pun tersenyum lagi.     

"Saya, hanya penasaran saja, kenapa Pak Arthur bertanya soal pribadi saya? Apa Pak Arthur mulai menyukai saya?" ucap Celine yang memberanikan diri terang-terangan kepada Arthur.     

"Menurut Anda bagaimana?" Arthur tersenyum nakal lagi.     

"Pak Arthur, tolong jangan menatap saya seperti itu, saya jadi malu," tukas  Celine sambil menundukkan kepalanya.     

Entah apa lagi yang di rencanakan oleh Arthur. Dia sedang membuat permainan baru untuk Celine.     

Rupanya Ratu saja tidak cukup untuk dijadikan permainan baginya. Dia masih mengharapkan korban lagi.     

"Pak Arthur, apa bisa lepaskan tangan saya?"     

"Eh, maaf, Bu Celine, saya tidak sengaja melakukannya. Saya lupa jika kita sedang berada di lingkungan sekolah," ujar Arthur. Dan pria itu pun kembali berdiri.     

"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu, Bu Celine. Lain kali kita mengobrol lagi, bila perlu kita mencari tempat yang lebih nyaman," ujarnya.     

"Ba-baik, Pak," sahut Celine, suaranya sampai bergetar karna saking salah tingkahnya dibuat Arthur.     

Dan pria itu pun keluar dari ruangan Celine, meninggalkan Celine dengan perasaan yang berbunga-bunga karna benih-benih cinta yang mulai tumbuh.     

"Ah senangnya, Arthur, sudah mulai menunjukkan perhatiannya kepadaku. Sekarang aku pun juga akan menunjukkan  perasaan sukaku kepadanya, toh sekarang sudah tidak ada Bu Ratu yang akan mengusikku," tukas Celine sambil tersenyum bangga.     

Dia benar-benar tak tahu jika sebentar lagi dia akan bernasib sama dengan Ratu.     

***     

Sampai detik ini semua murid dan para guru di sekolah 'Pelang Senja' tak ada yang tahu tentang kejadian di lantai 4.     

Arthur juga mengatakan jika luka di tangannya itu akibat kecelakaan biasa, bukan akibat tusukan pisau yang di lakukan oleh Ratu.     

Dan semua orang mempercayainya. Yang tahu cerita sesunguhnya hanyalah Celine, tapi dia sudah bersepakat dengan Arthur, bahwa dia tidak akan mengatakan hal ini kepada siapapun.     

Arthur duduk di dalam ruangannya. Dia membaca sebuah artikel di internet. Ini tenang kecelakan yang menimpa Bu Ratu.     

Arthur hanya tersenyum sambil menatapnya.     

"Sayang sekali kalau hanya mati dengan cara begini, padahal aku ingin menikmatinya dengan cara memotong-motong tubuhnya hingga menjadi beberapa bagian," guman Arthur sambil menggelengkan kepalanya, dan seperti ada raut penyesalan karna tak sempat membunuh Bu Ratu dengan tangannya sendiri.     

Ceklek!     

Terdengar seseorang yang membuka pintu ruanganya tanpa mengetuknya terlebih dahulu.     

"Masya, kau mau apa datang kemari?" tanya Arthur.     

"Mau apa? Kau masih bertanya?!" bentak Mesya.     

"Hay, Adik Cantik! Berapa kali aku harus tegaskan?!' Arthur mengangkat dagunya dengan sombong, " JANGAN IKUT CAMPUR DENGAN URUSANKU!" hardik Arthur.     

Tapi tak ada sedikitpun rasa takut di wajah Mesya.     

"Aku akan terus ikut campur jika, Kak Arthur terus membuat onar!" ujar Mesya.     

"Kau tidak jera ya dengan ancamanku yang kemarin?" ucap Arthur, "atau memang kau mengaharapakan agar aku melakukannya sungguhan?!"     

"Coba saja kalau bisa!" tantang Mesya dengan senyuman sinis.     

Arthur terkejut mendengarnya.     

"Adik Cantik, kau berani sekali berbicara begitu? Kau benar-benar menantangku ya?" Arthur berjalan mendekati Mesya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.