Anak Angkat

Hari Terakhir



Hari Terakhir

0"Bu, aku bukannya lemah, tapi aku memang tidak suka dengan semua ini?!" tukas David dengan nada tinggi.     

"Apa kalian tidak pernah sedikitpun memikirkan perasaan orang?!" David menyeringai sedikit, "ah aku lupa kalian ini bukan orang!" cerca David.     

Charles langsung mendekat dan segera menampar putranya.     

Plak!     

Tamparan itu mendarat tepat di pipi kiri David.     

"Berani sekali berbicara kepada orang tua dengan nada tinggi!" bentak Charles, "kau itu tidak sopan!" Charles tampak murka terhadap David.     

Melihat hal itu Arthur sedikit menutup mulutnya, untuk menahan tawa melihat kakaknya mendapat tamparan dari sang Ayah.     

'Memang itu yang aku inginkan, tamparan dari Ayah yang mendarat di wajahmu, memilki seni tersendiri bagiku!' bicara Arthur di dalam hati.     

"Apa kau masih ingin merasakan  tamparan lagi?" tanya Charles.     

David menundukkan kepalanya. Dengan dengusan berat menahan kesal.     

Saat kepalanya sedang menuduk matanya sedikit melirik Arthur, David melihat Arthur yang secara diam-diam telah menertawakannya. Tentu saja membuatnya semakin geram.     

Andai saja saat ini sedang tidak ada Charles dan Arumi mungkin dia sudah menghajar Arthur habis-habisan. Tak terima David di perlakukan seperti ini.     

'Dasar, Bocah Sialan! Aku akan membalasamu nanti!' batin David yang teramat geram terhadap Arthur.     

"Bu, Ayah, lagi-lagi kalian memaksa, Kak David! Padahal di keluarga ini ada dua laki-laki, memangnya kenapa kalau kalian memaksa Kak Arthur, saja! Dia itu, 'kan juga anak kelaki di disini dan selama ini dia itu hanya tebar pesona di sekolah! Kupikir dari pada hanya tebar pesona lebih baik langsung menikah saja!" pungkas Mesya.     

Arumi dan yang lainnya terdiam sesaat, pandangan mereka mengarah kepada Mesya.     

'Dasar, Gadis Bodoh! Bisa-bisanya dia memojokkanku!' umpat Arthur di dalam hati.     

"Arthur, apa kau sudah memiliki kekasih?" tanya Arumi seraya melirik ke arah Arthur.     

Arthur pun tampak sedikit canggung mendengarnya.     

"Ke-kenapa, Ibu, menanyakan hal itu kepadaku?" tanya Arthur dengan wajah sedikit panik. "Jangan bilang kalau Ibu, juga menyuruhku segera menikah!" ucapnya.     

"Loh, memangnya kenapa kalau Ibu menyuruhmu menikah?" tanya Arumi.     

"Hey, Bu Aku ini masih muda! Yang harusnya menikah duluan itu, Kak David!" tukas Arthur.     

Mendengarnya menyatakan tak mau hingga diam, dia juga turut angkat bicara.     

"Aku usianya jauh lebih muda darimu, Kak! Tapi aku juga harus menikah duluan!" sahut Mesya menimbrung pembicaraan Arthur.     

"Diam kau, Mesya! Jangan ikut campur!" bentak Arthur.     

Mesya pun tersenyum tipis menanggapinya. Dia suka melihat kemarahan Arhur.     

"Memangnya kenapa kalau aku ikut campur? Aku, 'kan juga anggota keluarga Davies?" ujar Mesya dengan senyuman melecehkan Arthur.     

"Lagi pula Kak Arthur, sering juga ikut campur urusanku dan urusan, Kak David?" cantas Mesya.     

Arthur pun terdiam sesaat dengan gigi gemertak. Bola matanya tajam menatap Mesya. Seperti seekor harimau yang hendak menyerang mangsanya.     

Tapi Mesya tak sedikit pun takut kepada Arthur, karna kini dia tengah di kelilingi orang-orang yang akan membelanya.     

Mesya memanfaatkan kesempatan ini. Untuk membuat Arthur terjatuh.     

Semarah apapun Arthur, dia tidak akan mungkin menyerang Mesya. Karna itu sama saja dengan dia yang akan bunuh diri.     

"Masya, kau itu benar-benar—"     

"Kenapa, Kak Arthur, melihatku dengan wajah seperti itu? Apa Kak Arthur, memiliki niat untuk mencelakaiku lagi?" sindir  Mesya.     

Arthur tak bisa berbicara apa pun, kalau sampai masalahnya yang pernah ingin mencelakaiku Mesya terungkit kembali, yang ada dia akan semakin tersudutkan. Dan orang tuanya akan kembali menghukumnya.     

Mesya tersenyum licik melirik Arthur, dia kembali merasa menang.     

'Lihat saja, Arthur, berani kau menyakiti Kak David, maka aku tak akan tinggal diam! Kau selalau membuat Kak David, terjatuh dan selalu saja di salahkan oleh kedua orang tuanya     

Kali ini kau yang akan berbalik merasakan apa yang Kak David rasakan,' batinnya.     

"Sudahlah kalian jangan saling menyindir, kalian harus akur! Keluarga ini butuh kekompakan untuk menuju kemenangan!" ujar Charles, dia berusaha untuk melerai masalah para anak-anaknya.     

Dan setelah mereka mulai diam, kini Arumi kembali angkat bicara.     

"Arthur, kau belum menjawab pertanyaan Ibu, apa benar kau sudah mempunyai kekasih?" tanya Arumi sekali lagi.     

"Ti-ti-tidak, Bu," jawab Arthur terbata-bata.     

"Walau kau belum mempunyai kekasih, tapi kalau dilihat dari wajahmu yang tampan, pasti ada banyak wanita yang tergila-gila kepadamu," tebak Arumi.     

David merasa ini adalah kesempatannya untuk membalas dendam kepada Arthur. Dia menimbrung pembicaraan Arumi dan Arthur.     

"Yang Ibu, katakan itu memang benar! Wajah Arthur memang tampan, tapi sayang sampai saat ini dia tak pernah berhubungan dengan wanita manapun! Aku cukup heran, apa hal Itu karna Arthur terlalu aneh ya?" David mengernyitkan dahinya, "apa karna dia memiliki kelainan? Makanya tidak ada satu pun wanita yang tergila-gila kepada Arthur? Atau jangan-jangan—" David melirik kearah Arthur dengan nada menyendir.     

"Jangan-jangan apa, Kak?" tanya Mesya. Gadis itu juga melirik ke arah Arthur dengan wajah meledaknya.     

"Ehm!" David berdehem dengan sombong lalu menjelaskan perlahan kepada Mesya.     

"Jangan-jangan, tidak ada yang mau dengan Arthur, karna wajahnya tak setampan diriku," tukas David.     

Arthur tampak kesal mendengarnya, dengan sengaja kakak dan adiknya membicarakan dirinya secara terang-terangan begini.     

"Hey, kalian itu tidak bisa diam ya!" bentak Arthur.     

"Eh, kalian ini lagi-lagi bertengkar untuk hal yang kecil! Ingat kalian ini bukan anak-anak lagi!" oceh Arumi.     

"Bu, mereka dengan sengaja meledekku!" keluh Arthur.     

"Arthur! Kau itu anak laki-laki dewasa, kenapa kau mengadu kepada Ibu, seperti anak lelaki yang masih umur 3 tahunan?!" bentak Arumi.     

David dan Mesya pun tertawa, melihat ekspresi kesal Arthur.     

Arthur semakin geram saja, dan anak lelaki itu pun memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Berada di tempat ini hanya akan membuatnya merasa kesala dan tak bisa menahan amarah.     

"Lihatlah, Arthur! Dia itu mirip anak kecil yang kehilangan permen," tukas Charles dengan wajah yang kesal, "sungguh memalukan!" cercanya.     

"Sudahlah, Charles, lupakan dan ayo kita pergi ke kamar saja!" ajak Arumi.     

Kini tinggalah Mesyaa dan David saja.     

"Kak, kita sudah berhasil," bisik Mesya di telinga David, "aku tak bisa menahan tawa melihat ekspresinya," ujar Mesya sambil menutup mulutnya dengan tangan.     

"Kenapa kita tidak melakukan hal ini dari dulu ya?" ucap David yang baru menyadarinya.     

"Haha! Iya benar, Kak! Harusnya kita melakukan ini sejak dulu, biar Kak Arthur tahu rasa!" tukas Mesya sembari tertawa lepas.     

"Sudah, ayo kita masuk ke kamar masing-masing! Sudah cukup tertawanya!" ujar David.     

"Ah, baiklah!" Mesya mulai melangkahkan kakinya menaiki tangga.     

Tapi David segera menarik tangan Mesya.     

"Tunggu!"     

Mesya menghentikan langkahnya.     

"Ada apa, Kak?"     

"Kau melupakan sesuatu!" ucap David.     

"Apa?" Mesya mengernyitkan dahinya.     

'Eh jangan-jangan, Kak David, akan—'     

Cup....     

David mendaratkan ciumannya ke bibir mungil Mesya.     

Mesya hanya bisa diam dengan tatapan kosong. Lagi-lagi perasaan bersalah kembali menghampirinya.     

Selalu saja setelah Satria menciumnya, David juga menciumnya.     

Dia merasa seperti seorang gadis murahan saja, padahal dia tidak menginginkan ini semua.     

Dia hanya ingin mencintai satu pria saja, tapi keadaannya yang memaksanya untuk menjalin hubungan dengan dua pria sekaligus.     

Awalnya dia hanya menyukai David, tapi semakin lama dia mengenal Satria, Mesya semakin merasa nyaman.     

Entah ini perasaan cinta atau hanya sekedar nyaman saja, tapi hal ini berhasil mengusik batin Mesya.     

Dia tak suka dengan ini, dia tidak mau menghianati David, tapi dia juga tidak mau menyakiti Satria.     

Dua pria ini adalah orang baik yang tersesat dalam keluarga penganut aliran sesat.     

Mereka dengan tulus menyayangi Mesya, tapi Mesya malah mnduakan perasaan mereka.     

Terutama kepada Satria, Masya benar-benar merasa sangat bersalah. Dia seolah memberikan harapan palsu kepadanya. Padahal jelas-jelas dia milik David.     

Kalau pun Mesya sampai jatuh cinta kepada Satria, maka dia akan menganggapnya sebagai karma atas dirinya yang sudah berbohong kepada Satria.     

Perlahan David melepas kecupannya dari bibir Mesya.     

Tampak wajah Mesya yang pucat dengan mata yang sayu.     

David menyadari hal itu dan dia meraba wajah Mesya.     

"Kau kenapa, Mesya? Apa kau tidak suka?" tanya David.     

Mesya menggelengkan kepalanya.     

"Kalau kau tak suka aku menciumi aku tidak akan melakukannya lagi," ujar David.     

"Bukan begitu, Kak, tapi ...."     

"Tapi apa?"     

"Tapi aku merasa bersalah, Kak!"     

"Merasa bersalah kenapa?"     

"Sebenarnya aku ...."     

"Iya kau kenapa?"     

"Maafkan aku, Kak David. Aku tadi sudah berciuman dengan Kak Satria," jawab Mesya.     

Davif terdiam dengan tatapan datar.     

Mesya mulai merasa tidak nyaman dan sedikit panik karna takut David akan marah kepadanya.     

"Ka-kak David, pasti marah ya?" tanya Mesya dengan bibir bergetar.     

"Tidak," jawab David datar.     

"Benarkah?"     

"Iya, bahkan aku tahu jika di mobil tadi kau sedang berciuman dengan Satria," tukas David santai.     

Meski begitu Mesya tetap merasa tak enak hati.     

"Sudah, tidak apa-apa, lagi pula hubunganmu dengan Satria itu hanya untuk sementara, aku yakin hanya aku satu-satunya pria dalam hatimu. Mungkin kau sekarang bersamanya, tapi cintamu masih ada pada diriku," ujar David.     

Mendengarnya Mesya sedikit tersenyum, tapi ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya tentang pernyataan David.     

'Sepertinya kau salah, Kak, aku memang sangat mencintaimu, tapi jauh di dalam lubuk hatiku, ada Kak Satria. Yah ... walau aku masih belum yakin kalau aku menyukainya... tapi jujur aku takut jika apa yang aku rasakan ini benar-benar cinta, bukan hanya Kak Satria, yang aku permainkan tapi juga, Kak David,' batin Mesya.     

"Sudah malam, ayo kembali ke kamarmu, nanti kalau Ibu melihatnya, kita akan bb drama dalam masalah," pungkas David.     

Mesya menganggukkan kepalanya.     

"Baik, Kak,"     

Mereka menaiki tangga ke lantai atas secara bersamaan lalu berpisah dan masuk ke dalam kamar masing-masing.     

***     

Esok harinya.     

Mesya di antarkan oleh Charles menaiki mobilnya.     

"Nak, kenapa diam saja? Apa kau belum rela untuk meninggalkan pendidikanmu?" tanya Charles.     

Mesya menjawabnya dengan anggukan kepala.     

"Sabar, Nak! Setelah urusanmu selesai kau boleh meneruskan lagi sekolahmu dan menggapai cita-citamu. Dan kau akan hidup bebas, serta tetap menjadi pemilik sekolah ini," ujar Charles menyemangati Mesya.     

Hari ini adalah hari terakhir Mesya bersekolah, tinggal beberapa hari lagi dia akan menikah.     

Tentu ini adalah hari yang berat bagi Mesya.     

Dia harus berpisah dengan Romi, Anita, dan yang lainnya.     

Dan pernikahan yang nanti akan menjadi pernikahan rahasia.     

Hanya keluarga kedua belakang pihak dan kerabat terdekat yang tahu soal pernikahan ini.     

Semua teman-teman Mesya tak ada yang tahu, kecuali Romi. Anak lelaki ini satu-satunya teman yang mengetahui semuanya.     

Cekit...!     

Mobil berhenti tepat di depan gerbang sekolah.     

Perlahan gadis itu berjalan menuruni mobil.     

"Aku berangkat dulu, Ayah,"     

"Iya, Nak, hati-hati ya," ucap Charles.     

Berjalan dengan langkah sedikit lunglai, kedua mata Mesya tampak sayuh.     

Ini adalah pilihan tanpa ketentuan pasti.     

Kalau dia berhasil maka dia akan kembali ke sekolah ini dan hidup bebas serta mengejar mimpinya bersama David.     

Tapi kalau dia gagal, maka impian indah itu tidak akan pernah terwujud, dan justru kebalikannya ... mimpi indah itu akan berubah menjadi sebuah mimpi buruk yang akan menghancurkannya.     

Karna bisa saja Wijaya akan membunuhnya lagi, jika mengetahui kalau dia salah alat dari keluarga Davies untuk menghancurkannya.     

"Mesya!" teriak Romi.     

Mesya menghentikan langkahnya, dan berdiri sambil memegang tali tas gendongnya.     

"Mesya! Tunggu aku," ucap Romi.     

Lalu anak lelaki itu merangkul pundak Mesya. Dan mengajaknya melangkah bersama menuju kelas.     

"Romi, ini hari terakhirku," tukas Mesya.     

"Iya aku tahu kok," jawab Romi dengan santai.     

"Apa kau akan merindukanku setelah aku pergi?"     

"Emm ...," Romi berhenti sejenak, anak lelaki itu membuka kacamatanya dan menyeka air yang mulai membanjiri wajahnya.     

"Masya, semoga kau bisa menjalankan tugasnya dengan baik ya ... aku selalu mendoakanmu," ucap Romi sambil menangis.     

"Romi, kenapa malah menangis?" Mesya segera memeluk tubuh Romi. Gadis itu juga menangis dalam pelukan sahabatnya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.