Anak Angkat

Andai Saja



Andai Saja

0"Hari ini aku ingin mengundang teman sekelas kita untuk makan siang bersama," tukas Mesya.     

"Kau ingin mengajak mereka makan bersama sebagai tanda perpisahan ya?" tanya Romi.     

Mesya menganggukkan kepalanya.     

"Iya," jawab Mesya.     

"Baiklah, kau akan mengajak teman-teman kita makan di mana? Biar aku yang memberitahu mereka?" tanya Romi.     

"Kau tahu restoran bernuansa klasik yang ada di dekat pusat perbelanjaan?" tanya Mesya.     

"Oh, iya aku tahu," Romi memanggutkan kepalanya.     

"Nah, kita akan makan siang di restoran itu," tukas Mesya.     

"Wah kau yakin, Mesya! Itu, 'kan restoran mahal?" ucap Romi.     

"Memangnya kenapa? Aku ingin teman-temanku bisa menikmati makanan mewah di restoran itu, apa lagi ini hari terakhirku bersama mereka" ujar Mesya.     

"Ah, baiklah aku akan memberitahu mereka," ujar Romi.     

Setelah sampai di dalam kelas, dengan bersemangat Romi memberi tahu seluruh teman-temannya.     

"Hay, semuanya! Ayo berkumpul di sini! Aku akan memberi tahu sesuatu kepada kalian!" tukas Romi.     

"Ada apa, Romi?" tanya Anita.     

"Mesya, ingin mentraktir kita makan di restoran mewah sana!" jawab Romi.     

"Benarkah?!" Anita dan yang lainnya tampak antusias.     

"Memang, Masak sedang ulang tahun ya?" tanya Anita.     

"Bukan, ulang tahu tapi ...." Romi menundukkan kepalanya sesaat.     

"Tapi apa?"     

"Tapi ini adalah hari perpisahan, karna sebentar lagi Mesya akan pergi ke luar negeri," jawab Romi.     

Anita dan yang lainnya tampak bersedih, ternyata ini adalah pesta perpisahan, bukan pesta ulang tahun.  Itu artinya mereka akan kehilangan Mesya.     

Dengan alasan pergi keluar negeri, padahal Masya akan menikah, bukan pindah ke luar negeri.     

"Mesya, kenapa kau malah pindah? Padahal sebentar lagi kita akan lulus?"     

"Iya, Mesya! Harusnya kau bertahan sampai kita lulus dulu baru pergi!"     

"Pikirkan ulang, Mesya,"     

"Padahal, kita ini baru saja akrab lo,"     

"Ayolah, jangan pindah keluar negri,"     

Teman-teman Mesya tampak bersedih dan keberatan  atas rencana kepergian Mesya. Mereka memeluk Mesya secara beramai-ramai.     

Masya begitu terharu, dia tak menyangka jika saat ini mereka menganggap Mesya sangat berarti.     

Baru kali ini dia merasakan bahagia karna memiliki banyak teman.     

Tak seperti dulu yang selalu waspada saat berhubungan  dekat dengan yang lainya, Mesya sangat takut jika mereka akan mati karna dibunuh oleh orang tuanya.     

Lagi pula dulu Mesya yang hanya seorang gadis lemah selalu di pandang sebelah mata oleh mereka.     

Mereka dengan mudahnya menginjak-injak Mesya, hingga pada akhirnya mereka mendaptkan masalah karna ulah mereka sendiri.     

***     

"Wah, restorannya mewah sekali!"     

"Iya, mewah sekali, aku baru pertama kali datang kemari,"     

"Sama aku juga baru pertama kali datang kemari,"     

Seluruh teman-teman Mesya tampak sangat takjub melihat kemewahan restoran ini.     

Harga satu porsi makanan di restoran sudah bisa untuk membeli beberapa porsi di restoran pada umumnya.     

"Mesya! Apa kau yakin akan mengajak kita semua makan di sini?" tanya Anita.     

"Tentu, Mesya," jawab Mesya dengan santai.     

"Tapi, harga makanan di sini sangat mahal? Kau membayar kami semua, apa uangmu—"     

"Anita, uangku cukup kok untuk membayar seluruh makanan kalian," jawab Mesya dengan santai.     

"Wah, kau benar-benar hebat, Natasha saja belum pernah mengajakku makan di sini, dia itu, 'kan juga anak orang kaya, tapi tidak sekaya dirimu sih," ujar Anita seraya tertawa kecil.     

"Eh, ngomong-ngomong bagaimana keadaan Natasha? Aku belum sempat menjenguknya," ucap Mesya.     

Anita tampak sedikit menekuk wajahnya. Dia merasa kasihan jika membicarakan sahabatnya itu.     

"Natasha, masih belum bisa berbicara dengan lancar, dia juga tampak kesulitan untuk bergerak. Jangankan untuk berdiri dan berjalan, duduk saja dia butuh bantuan orang lain," jelas Anita dengan mata berkaca.     

Tentu Masya juga turut bersedih mendengar penjelasan dari Anita.     

Apa lagi Natasha terluka seperti itu juga gara-gara keluarganya.     

'Kak Arthur, benar-benar keterlaluan! Berapa orang lagi yang akan dibuatnya menderita! Kapan dia akan berhenti?' Mesya mengusap keningnya dengan kasar.     

"Mesya, kau kenapa?" tanya Anita, "kau kelihatan sangat kesal?"     

Mesya langsung mengerjap dengan cepat, dan bertingkah biasa saja.     

"Ah, aku tidak marah kok! Aku ini sedang sedih karna memikirkan nasib Natasha," ujar Mesya.     

"Yah, begitulah keadaan Natasha saat ini, aku tidak tahu dia bisa kembali normal atau tidak," ujar Anita.     

"Yasudah, lupakan sejenak dan ayo silakan memilih makanan yang akan kalian pesan," ujar Mesya.     

"Aku harus pesan apa ini? Ada yang paling murah tidak sih?" ujar Anita.     

"Pilih saja yang kalian suka tidak usah memikirkan harga," ucap Mesya.     

"Benarkah?!" Anita dan yang lainnya tampak sangat antusias.     

Mereka terlihat sangat antusias. Betapa bahagianya mereka, yang hanya anak sekolahan bisa makan di tempat yang mewah, dan biasa dikunjungi oleh kaum kelas atas. Pengunjung lain yang datang ke tempat ini tampak menggunakan pakaian formal atau kantoran. Hanya mereka yang menggunakan seragam sekolah.     

***     

"Wah, kalau restoran mahal itu rasanya beda ya? Sangat lezat walaupun porsinya hanya sedikit," ucap salah seorang gadis taman Mesya dan Anita.     

"Tentu saja, rasanya aku ingin tambah lagi, andai saja restoran ini milik keluargaku, aku pasti sudah memesan sesuka hati," ujar seorang gadis yang duduk di samping Romi.     

"Kau boleh memasannya lagi, Lani, yang lain juga boleh kemasannya lagi kok!" tukas Mesya.     

"Benarkah? Ya ampun Mesya, kau baik sekali!"     

"Iya, Mesya! Aku mau pesan yang ini ya?"     

"Boleh," kawan Mesya.     

"Kalau aku pesan lagi yang ini ya?"     

"Iya, kau juga boleh pesan yang itu," jawab Mesya.     

Mereka benar-benar tampak sangat bahagia. Mesya sangat memanjakan para teman-temannya.     

Padahal dalam satu kelas ada sekitar 20 anak, dan kini mereka semua tengah asyik makan di restoran mewah tanpa memikirkan berapa mereka akan membayarnya.     

Semua sudah di tanggung oleh Mesya.     

Setelah itu barulah mereka mulai melakukan salam perpisahan kepada Mesya dengan saling berpelukan.     

Air mata membanjiri wajah mereka.     

Mesya merasa bersedih karna harus berpisah dengan para teman-temannya, tapi dia juga merasa bahagia karna karna keberadaannya diakui oleh para teman-temannya.     

***     

Keluar dari dalam Restoran, Charles sudah menunggu Mesya di dalam mobil.     

"Sudah selesai, Nak?" tanya Charles.     

"Iya, Ayah,"     

"Yasudah ayo kita pulang sekarang," ajak Charles.     

"Baik, Ayah,"     

Mesya pergi seraya memandangi teman-temannya yang juga sedang memandangi kepergiannya.     

Seolah-olah Mesya akan pergi ke luar negri sungguhan.     

Padahal dia hanya akan pindah ke rumah Wijaya setelah menikah nanti.     

Mesya memandangi sepanjang jalan arah pulang.     

Dia melihat banyak sekali gadis seusianya yang hidup tak seberuntungnya. Harus mengais rezeki di jalanan.     

Mesya punya segalanya dan dia yak perlu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan nya. Tapi dia tak memiliki kebebasan, seperti mereka. Andai saja ada salah satu dari mereka mau bertukar nasib dengannya. Maka dengan senang hati Mesya akan menerimanya. Tak mengapa jika harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuap nasi, tak mengapa harus panas-panasan tanpa merasakan sedikit pun sentuhan AC, yang terpenting dia bisa hidup bebas tanpa kekangan.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.