Anak Angkat

Karna Cinta



Karna Cinta

0"Yasudah, kita bahas topik yang lain saja," tukas Satria yang tak mau. memperpanjang masalah ini. Dia hanya ingin hubungannya dengan Mesya tetap baik-baik saja.     

Ckit!     

Mobil berhenti tepat di depan gerbang kediaman keluarga Davies, Mesya bersiap untuk turun.     

Kali ini Satria juga tak keluar dari dalam mobilnya, padahal biasanya dia selalu membukakan pintu untuk Mesya.     

Tampaknya dia masih menahan kekesalannya terhadap Mesya. Karna Mesya yang sudah membicarakan tentang Lizzy kepada David. Hanya saja, dia tak mau memarahi Mesya Satria tak tega, dan tak mau membuat suasana hatinya bertambah buruk. Lagi pula Mesya juga sudah berjanji untuk tetap merahasiakan ini semua dari orang tuanya. Dan cukup David yang tahu semuanya.     

"Aku pulang dulu ya, Kak," tukas Mesya seraya membuka pintu mobil sendirian. Dan Satria pun memganggukkan kepalanya.     

'Aneh sekarang kenapa, Kak Satria, tidak menghentilanku? Biasanya di akan menarik tanganku lalu menciumku ... apa dia marah ya?' Dalam hati Mesya mulai bertanya-tanya.     

Tin!     

Klakson tanda perpisahan mulai berbunyi.     

Mesya melambaikan tangan sambil tersenyum kepada Satria. Tapi Satria terlihat sedikit mengabaikannya. Dia pura-pura tak melihat senyuman Mesya.     

Setelah itu mobil Satria berlalu pergi meninggalkan kediaman Davies.     

Senyuman gadis itu kian memudar, seiring laju kendaraan mobil itu yang kian menjauh dari pandangannya. Dia mengehela nafas kecewa.     

"Yah ... pasti, Kak Satria, marah kepadaku," gumamnya.     

"Hey, Mesya, kenapa malah berdiri di situ saja?" teriak David, "ayo masuk ke dalam, Ibu dan yang lainnya sudah menunggumu," anaknya.     

"Ah iya, Kak!" jawab Mesya.     

David menggandeng tangan adiknya dan mengajak masuk ke dalam rumah.     

Sambil berjalan pria itu berbisik kepada Mesya.     

"Mesya, aku lihat kau tadi tidak seceria biasanya," tukasnya.     

"Maksudnya?" tanya Mesya.     

"Yah, biasanya kau selalu tersenyum saat bersama dengan Satria, bahkan kau juga tidak berciuman dengannya?" ucap dengan santai.     

Mesya mengernyitkan dahinya, "Bagaimana, Kak David, bisa tahu kalau aku—"     

"Sudahlah, ayo cepat masuk!" sergah David.     

Dalam ruang makan kini keluarganya sudah berkumpul untuk menikmati makan malam bersama. Seperti biasa meja makan mereka selalu terisi penuh dengan aneka makanan mewah, yang sudah tertata rapi. Dan khusus milik Mesya yang berada di dalam kotak makanan dengan lebel restoran ternama.     

Tapi anehnya malam ini Arthur tidak ada di ruang makan. Mesya mengedarkan pandangnya, dia melihat bangku milik Arthur yang kosong.     

"Mesya, ayo cepat makan, Sayang," perintah Arumi.     

"Baiklah, Bu," sahut Mesya. Gadis itu membuka kotak makannya.     

Kmbali dia mendengus kesal.     

'Lagi-lagi daging,' gumamnya didalam hati.     

Arumi menyadari ekspresi Mesya yang terlihat tidak menyukai makanannya.     

"Kau boleh memakan sayurnya saja, khusus hari ini," ujar Arumi.     

Mendengar ucapan sang ibu, gadis itu langsung tersentak.     

"Benarkah?" Mesya terlihat sangat girang.     

"Iya, tapi khusus hari ini saja, besok kamu harus kembali makan daging seperti biasa," ujarnya.     

"Baiklah, Ibu, terima kasih ya," kawan Mesya.     

Arumi menganggukan kepalanya.     

Dengan penuh semangat Mesya menyantap makan malamnya, dia hanya memkanan salad sayur dan beberapa potong kentang saja. Sementara daging steak berukuran besar dan terlihat sangat menggiurkan tampak terabaikan begitu saja.     

"Mesya, kalau kau hanya makan itu saja, nanti tubuhmu semakian bertambah kurus lo," tukas Arumi.     

"Tadi katanya tidak makan daging tidak apa-apa?" protes Mesya.     

"Iya, kau benar, tapi biar begitu kau tetap harus makan yang banyak! Ini, Ibu membelikanmu beberapa porsi salad sayur dan buah," ujar Arumi seraya mengeluatkan beberapa kotak sedang makanan yang ia maksud, dari dalam kulkas.     

"Wuah!" Mesya begitu takjub melihatnya. Dia tak menyangka sang ibu membelikan makanan kesukaannya di luar olahan daging.     

"Minimal kau habiskan separuh dari makanan itu," perintah Arumi.     

"Baik, Bu! Terima kasih!" Mesya mengecup pipi Arumi. Arumi menggelengkan kepalanya dengan raut heran.     

Sekali lagi Mesya mengulangi ucapannya. "Terima kasih, Ibu!" ucapnya dengan lantang.     

"Iya, Sayang," jawab Arumi sambil tersenyum.     

Mesya menghabiskan aneka salad yang dibelikan oleh Arumi tanpa sisa.     

Baru kali ini ibunya memberiakan kebebasan untuk memilih makanan kesukaannya.     

Dan tentunya dia bisa menghindari daging, yaitu jenis makanan yang paling dia benci di dunia ini.     

"Bu, aku sudah menghabiskan semua," ujar Masya dengan bangga.     

"Wah, bagus sekali, tapi ingat besok kau harus memakan daging seperti biasa!" Arumi kembali mengingatkan Mesya.     

"Baiklah, Ibu! Jangan khawatir, aku pasti akan menuruti permintaan ibu," ujar Mesya.     

"Yasudah, kalau begitu kau boleh masuk ke kamarmu, Sayang," ujar Arumi.     

"Eh, Bu, aku boleh bertanya?"     

"Kau akan bertanya apa, Sayang?"     

"Bu, kenapa hari ini, Ibu memperbolehkan aku untuk tidak makan daging?"     

"Emm, ya karna Ibu ingin memberikan sedikit hadiah untukmu. Aku tahu hal itu sangat sepele bagi orang lain. Tapi hal kecil dan sepele itu sangat berarti buatmu, 'kan?" tukas Arumi.     

Mesya menganggukan kepalanya penuh bersemangat.     

"Tapi, dalam rangka apa, Bu? Tumben sekali Ibu, memberikan hadiah untukku?" Mesya tampak penasaran.     

"Karna kau sudah bekerja keras, Sayang ... kau sudah berhasil membuat anak Wijaya tergila-gila kepadamu, dan sekarang langkah kita semakin dekat," jelas Arumi.     

"Oh, jadi karna itu?"     

"Iya, Sayang ... yasudah ayo cepat kembali ke kamarmu, kau harus istirahat malam ini,"     

"Baik, Ibuku, Sayang!" Mesya kembali mengecup wajah Arumi, dan kali ini dengan pelukan gemas. Gadis itu berlalu pergi.     

Nanar Arumi memandang langkah riang putrinya menaiki tangga atas.     

'Dia, itu sebenarnya gadis yang riang, dia benar-benar sangat mirip dengan Lizzy. Aku hanya perlu sedikit memberinya kebebasan. Untuk melihat keceriaan yang alami pada wajahnya,' bicara Arumi di dalam hati.     

"Ibu, sudahlah jangan melamun," ujar Charles.     

"Maaf, Ayah. Ibu tidak melamun kok, hanya saja Ibu, sangat terharu dengan perlakuan anak gadis kita itu," jawab Arumi.     

"Oh, begitu ya?" Charles mengangguk paham.     

*****     

Esok harinya di sekolah, Celine tampak berjalan cepat sambil tersenyum.     

Berkali-kali dia membayangkan wajah Arthur. Serta membayangkan saat-saat indah semalaman bersama Arthur. pria itu benar-benar sudah mencuri hatinya. Kejadian semalam semakin membuat Celine terjerat.     

Rencana memang bukan hanya Arthur, tapi juga hartanya keluarga Arthur. Tapi ternyata, kini dia malah sudah melupakan tujuan awal. Dia malah lebih memikirkan Arthur ketimbang harganya.     

"Arthur, aku tidak bisa melupakan kejadian semalam. Yah ... meski awalnya aku sangat takut, tapi ucapanmu membuatku luluh. Dan sekarang aku ingin mengulangi kejadian semalam," Celine membuka pintu ruamganya, laku duduk sambil bertopang dagu membayangkan Arthur.     

"Dia benar-benar sangat tampan. Aku tak menyangka jika aku bisa memiliki kekasih seorang Pengeran sepertinya. Aku seperti sedang bermimpi di siang bolong," Celine merasa tingkat kewarasannya hilang sebagian. Dan itu semua karna Arthur.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.