Anak Angkat

Adik Perempuan



Adik Perempuan

0Wijaya melirik kearah Mesya yang sedang menyantap makananya.     

Wijaya tersenyum tipis.     

'Jadi, dia memang benar-benar gadis biasa,' bicara Wijaya di dalam hati.     

Melihat Mesya yang benar-benar tak menyukai daging. Itu semakin membuat Wijaya yakin jika Arumi memang benar-benar tidak memuja iblis sepertinya. Karna jika Arumi masih melakukan tradisi leluhurnya, pasti dia akan menyuruh putrinya memakan daging manusia seperti keluarga Wijaya.     

'Yah, aku tidak salah memilih menantu. Sampai sekarang aku masih heran kenapa ada gadis kaya tapi bodoh sepertinya! Hanya karna tergila-gila dengan putraku gadis itu sampai rela mmeninggalkan sekolahnya. Haha, tapi kalau pun dia tak mau menuruti perintahku, aku tetap akan memaksanya. Dan aku akan membuat Arumi kembali menderita,'     

Nadia melirik kearah mantan suaminya itu, tapi lirikan itu segera ia padamkan saat Wijaya menangkap kedua netranya.     

Nadia langsung menunduk, dia takut Wijaya akan murka dan memberikan hukuman kepadanya.     

Tapi ternyata dia salah, karna Wijaya malah tersenyum, lalu bertanya kepada Mesya.     

"Apa kau menyukai makanan buatan, Bu Nadia?" tanya Wijaya.     

Mesya pun menganggukan kepalanya.     

"Iya, Ayah! Saya sangat menyukainya!" jawab Mesya.     

Dan Nadia pun tersenyum bahagia karna mendengar ucapan Mesya.     

Dia sangat menyukai salad buatannya.     

'Di sini hanya aku dan dia yang tak menyukai daging, bagus aku lebih suka kalau dia tak menyentuh makanan laknat itu!' batin Nadia.     

Setelah makan siang selasai, mereka kembali ke kamar masing-masing.     

Satria menggandeng tangan istrinya.     

Sesampainya di dalam kamar, Mesya mengajak Satria mengobrol bersamanya. Dia ingin berbicara serius kepadanya.     

"Kak Satria, aku ingin bertanya?"     

"Katakan saja kau ingin bertanya apa?"     

"Aku ...."     

"Kenapa tidak jadi? Mesya, jangan sungkan ayo katakan saja," ujar Satria.     

"Kak, kapan aku bisa bertemu dengan, Lizzy?"     

Mendengarnya Satria terdiam sesaat.     

"Bukankah waktu itu aku sudah bilang, bahwa aku akan mempertemukanmu dengannya, tapi nanti ... aku belum tahu kapan tepatnya, Mesya," ujar Satria.     

"Iya, Kak, aku tahu kok ... hanya saja aku sudah tidak sabar. Maafkan aku ya," Mesya menundukkan kepalanya dengan raut wajah yang kecewa. Tentu saja hal itu membuat Satria menjadi tak tega. Raut kecewa itu mengganggu pikirannya sehingga membuat Satria ingin mengabulkan keinginan Mesya.     

" ... kau benar-benar ingin bertemu dengannya ya?" tanya Satria.     

Mesya segera menganggukkan kepalanya dengan cepat, "Tentu saja, Kak!" jawabnya bersemangat.     

Satria menghela nafas sesaat, lalu dia kembali tersenyum menatap Mesya.     

"... baiklah, aku mengajakmu bertemu denganya nanti malam," ujar Satria.     

Mesya pun langsung melebarkan semyumannya dengan kedua bola mata yang berbinar-binar.     

"Benarkah?!" ucapnya memastikan.     

Dan kini giliran Satria yang menganggukan kepalanya.     

"Iya, Mesya. Tapi perlu kau ingat ya!"     

"Kenapa, Kak?" tanya Mesya antusias.     

"Kau harus merahasiakan ini semua dari Ayah. Aku tidak mau kalau dia sampai tahu bahwa aku mengajakmu bertemu dengan Lizzy,"  pungkas Satria mewanti-wanti Mesya.     

"Apa itu berbahaya? Bukankah dia sudah tidak membutuhkan Lizzy, dan aku ini sekarang sudah menjadi anggota keluarga Diningrat?" ujar Mesya.     

"Yah, aku tahu, tapi aku tidak mau kalau Ayah sampai murka. Ayah itu tak sebaik kalihatannya. Jadi aku mohon agar kau lebih berhati-hati kepadanya. Eh! Bukan hanya kau, tapi kita!" tegas Satria.     

"Baik, Kak! Aku akan merahasiakan semuanya!" jawab Mesya dengan tegas dan penuh semangat.     

Setelah itu Satria memeluk Mesya dan mengajaknya tidur bersama. Sambil memeluk sang istri, Satria berbisik di telinga Mesya.     

"Mesya,"     

"Ya,"     

"Apa kau bahagia dengan pernikahan ini?"     

"... yah, aku bahagia,"     

"Kau yakin dengan jawabanmu itu?"     

"Loh, memangnya kenapa dengan jawabanku ini, Kak?" tanya Mesya.     

"Aku takut kau hanya pura-pura bahagia, Mesya. Karna aku lihat kau sekarang lebih sering murung di bandingkan dulu yang sering tersenyum," ujar Satria.     

"Benarkah?" Mesya mengangkat sedikit wajahnya, lalu dia memegang kedua pipi Satria dan menatapnya dalam-dalam.     

"Kak, itu hanya perasaanmu saja. Aku bahagia kok, bersama, Kak Satria," tukas Mesya meyakinkan Satria.     

Mendengar ucapan Mesya, Satria tersenyum, dan dia mengecup kening istrinya.     

Setelah itu dia mengusap lembut wajah Mesya.     

"Sayang, aku mandi dulu ya," bisik Satria.     

"Iya, Kak," jawab Mesya.     

"Bisa ulangi lagi?" Satria mendekatkan telinganya di mulut Mesya.     

"Kak Satria, kenapa?" gadis itu tampak bingung.     

"Mesya, bisa tidak kalau memanggilku 'Sayang' saja? Aku ini, 'kan suaminya, bukan kakakmu! Kau pikir Aku ini, David?" kelakar Satria.     

Mendengar nama 'David' yang disebut oleh Satria, membuat Mesya merasa sedikit terenyuh. Perasaan bersalah itu muncul lagi. Dia tidak tahu apa yang sedang dilakukan David saat ini.     

Dia tengah berduaan bersama Satria, barcanda ria, sementara David hanya sendiri dan menanggung luka batin karna memendam rasa cemburu.     

Sampai detik ini Satria masih belum tahu atas rahasia Mesya. Jika selama ini hubungannya dengan David bukan hanya sekedar kakak dan adik saja, melainkan ada hubungan istinewa di antara mereka berdua. Satria tak tahu jika selama ini di dalam hati Mesya masih ada David yang bersemayam.     

"Mesya kau dan David itu terlihat akrab sekali ya?" tukas Satria.     

"Bukankah itu hal yang wajar ya?" sambung Mesya.     

"Mungkin iya! Tapi entah mengapa, kalian itu terlihat romantis, aku lihat David itu sangat pendiam dan jarang tersenyum, tapi kepadamu dia sering tersenyum, dan bahkan terlihat sekali jika dia sangat menyayangimu," ujar Satria.     

"Emm ... ya ... dia memang begitu sih ... dan lagi pula Kak David itu bukan hanya baik dan sayang kepadaku, tapi juga kepada Lizzy." Jelas Mesya.     

"Benarkah? Lalu bagamana kalau dengan, Arthur?"     

"Kalau dengan, Kak Artur, Kak Satria memang tak dekat, mereka itu sering bertengkar," jawab Mesya.     

"Benarkah? Mesya, bagaimana rasanya memilki banyak saudara?"     

"Kenapa, Kak Satria, bertanya begitu?"     

"Ya aku hanya ingin tahu saja, Mesya! Karna jujur melihat kalian aku jadi iri! Aku juga ingin rasanya memilki seorang adik perempuan, dan saudara laki-laki seperti David, pasti rasanya menyenangkan! Kalian itu sangatlah beruntung!" ujar Satria.     

'Kak Satria, mengira kami adalah anak-anak yang beruntung, padahal posisi kami ini sama dengannya. Hanya boneka yang bergerak berdasarkan kehendak orang tua kami,' bicara Mesya di dalam hati.     

"Ngomong-ngomong, kau dari tadi memanggilku dengan sebutan 'Kakak' kenapa tidak menyebutku dengan sebutan 'Sayang?'" protes Satria.     

"Tapi bukannya, Kak Satria, tadi bilang kalau ingin memiliki seorang adik perempuan ya? Nah, anggap saja aku adik perempuanmu! Dan sebagai adik perempuanmu yang baik, aku akan memanggilmu, 'Kakak'" ujar Mesya dengan nada bercanda.     

"Eh, mana bisa begitu! Kau itu istriku! Dan istri tidak bisa menjadi adik!" tegas Satria.     

Mesya tertawa melihat ekspresi Satria yang seakan tak teriama dengan ucapanya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.