Anak Angkat

Jangan Main-main!



Jangan Main-main!

0Keadaan sekolah sudah mulai kosong, Nada masih berada di ruangannya.     

Wanita itu tersenyum sambil mengkotak-atik ponselnya.     

Dia tersenyum sambil memandangi foto yang ia ambil kemarin.     

"Celine, Celine, kamu itu selalu beruntung sejak kuliah dulu. Kamu bisa mendapatkan apa yang kamu mau. Bahkan aku selalu nomor dua di bawahmu. Tapi tidak untuk saat ini, karna sudah pasti aku yang akan menang," gumamnya penuh percaya diri.     

"Eh, kira-kira kapan ya aku akan menyebar foto-foto ini?"     

"Apa sekarang saja ya, aku akan membuat akun palsu lalu menyebar foto-fotonya, dengan begitu pasti tidak akan ada yang tahu jika aku pelakunya,"     

"Hahaha ya ya ya, aku akan mulainya sekarang,"     

Nada masih asyik sendiri, dan tak menyadari jika Arthur sudah berada di depan pintu ruangannya.     

Pria itu berdiri dengan senyuman khasnya. Dan di belakang punggung terdapat tangan yang memegang pisau. Entah dengan cara apa pria itu bisa menerobos masuk tanpa sepengetahuan Nada, dan bahkan sudah berdiri di tapat di depan pintu.     

Tak sengaja Nada memandang kearah depan, dan seketika tubuhnya tersentak saat melihat keberadaan Arthur yang tengah tersenyum kearahnya.     

'Sial!'     

Nada segera menutup layar ponselnya, dan dia juga segera mematikan laptopnya.     

"Pak Arthur, sejak kapan Anda, berdiri di situ?" tanya Nada dengan bibir yang bergetar.     

"Boleh saya duduk?" tanya Arthur.     

"Si-silakan, Pak," jawab  Celine.     

Arthur pun duduk dengan santai, dan dia menaruh pisau yang ada tangannya itu, ke atas meja.     

Nada terlihat heran sekaligus takut, karna Arthur tiba-tiba datang dan membawa pisau, dia takut jika Arthur tadi mendengar ucapannya, dan oleh karna itu dia datang untuk membunuhnya.     

"Pak Arthur, ada perlu apa datang ke ruangan saya? Dan kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" tanya Nada.     

"Maafkan saya, Bu Nada, saya datang tanpa permisi," ucap Arthur.     

"Langsung ke intinya saja, ada perlu apa Anda datang kemari?" tanya Nada untuk mempertegas tujuan Arthur.     

"Saya ingin mengobrol bersama, Bu Nada, barang kali ada pesan-pesan terakhir yang ingin di sampaikan?" ucap Arthur.     

Nada terdiam sesaat mendengar ucapan Arthur.     

"Apa maksud, Anda?!" tanya Nada dengan wajah ketakutan.     

"Bu Nada, boleh saya lihat isi ponselnya?" tanya Arthur.     

Seketika Nada langsung menaruh ponselnya ke dalam saku.     

"Apa maksud Anda, ingin melihat ponsel saya! Tentu saja saya tidak akan memberikan kepada Anda, Pak Arthur. Karna ponsel saya adalah privasi saya!" ujar Nada.     

"Oh, tidak boleh meminjam ponsel, karna hal itu termasuk privasi ya? Lalu bagaimana dengan tindakan orang yang mengintip kami dan memotret kami secara diam-diam?" sindir Arthur.     

'Ah, sial! Apa dia sudah tahu kalau kemarin aku telah membuntutunya?' dalam hati Nada bertanya-tanya.     

"Perlu Anda ketahui bahwa apa yang Anda lakukan kemarin itu hanya sia-sia, dan perlu Anda ketahui juga, sekuat apa pun Anda menjatuhkan Celine, itu tidak akan berarti apa-apa bagi karir Anda, karna siapa pun yang akan menjadi Kepala Sekolah baru, ada di tangan saya" ujar Arthur.     

"Ada di tangan, Pak Arthur?  Memangnya Anda itu siapa?!" tanya Nada dengan nada melecehkan.     

Lalu Arthur mengeluarkan kartu Tanda penduduknya, kemudian menyodorkannya kearah Nada.     

Kedua bola mata wanita itu membulat sempurna, saat membaca biodata dalam kartu itu.     

"Arthur Davies? Putra kedua dari keluarga, Davies?" tukas Nada yang syok.     

"Iya, sekarang sudah paham, 'kan dengan ucapan saya?" sindir Arthur.     

"Apa, Pak Arthur, akan mengeluarkan saya dari sekolah ini?" tanya Nada gemetaran.     

"Tidak, tapi saya akan membunuh, Anda di sekolah ini," jawab Arthur.     

"Ah, apa maksudnya?" Nada menengok kearah pisau tajam dengan bilah putih di hadapannya.     

"Iya, benda itu yang akan saya gunakan untuk membunuh, Bu Nada," ujar Arthur.     

"Jangan macam-macam, Pak Arthur! Apa alasan Anda sampai harus membunuh saya?"     

"Karna Anda sudah mengusik saya dan Celine! Dan karna Anda juga, Celine sampai ketakutan! Kalau Anda tetap hidup di dunia ini maka hidup Celine akan semakin terusik, dan itu bisa mempengaruhi janin yang sedang dikandungnya," ujar Arthur.     

"Jadi, Bu Celine itu benar-benar hamil?!" tanya Nada.     

"Iya!"     

"Hah?! Kalian ini, 'kan belum menikah?! Dan ini akan menjadi berita yang menggemparkan di sekolah ini!" ujar Nada.     

"Silakan coba saja, kalau Anda bisa!" tantang Arthur.     

"Ah, begitu ya?" Nada tertawa tipis seraya melirik kearah pisau yang tergeletak di mejanya.     

Dia segera meraih pisau itu dan mengacungkan kearah Arthur.     

"Apa Anda, masih berani melawan saya?!" Nada mengancam Arthur.     

Meski pisau miliknya ada di tangan Nada, tapi tak sedikit pun Arthur merasa panik, justru dia malah menertawakan Nada.     

"Haha, apa yang akan Anda lakukan, Bu Nada?" tanya Arthur dengan raut meledek.     

"Jangan pura-pura santai, Pak Arthur! Anda tadi akan membunuh saya, dan sekarang pisau Anda, ada di tangan saya! Apa Anda masih yakin masih bisa bernafas setelah ini?" Nada tersenyum bangga, dan dia yakin setelah ini Arthur akan memohon ampun kepadanya.     

Dia yakin jika Arthur itu hanya pura-pura kuat di hadapannya. Dan sebenarnya dia sedang menahan takut.     

"Bu Nada, jangan main-main dengan pisau, karna pisau itu bisa melukai diri Anda sendiri lo," ledek Arthur.     

"Kau yang harus berhati-hati, Pak Arthur, yang terhormat, karna bisa jadi Anda yang akan mati di tangan saya!"     

"Wah, Bu Nada, sangat percaya diri ya?!"     

"Jangan macam-macam dengan saya, Pak Arthur! Karna saya ini tidak pernah bermain-main dengan siapa pun!" ujar Nada.     

Nada sudah tidak tahan lagi, dan dia mulai menyerang Arthur.     

Tapi Arthur berhasil menghindar darinya.     

Pisau itu malah menancap di sandaran bangku.     

"Wah, Anda berhasil lolos ya?" Nada menyeringai, "tapi jangan pikir untuk yang kali ini Anda bisa lolos?" Nada kembali mengayunkan pisaunya lagi.     

Arthur menangkap pisau itu dengan tangan, dan mata pisaunya menerobos telapak tangan hingga tembus ke sisi luar.     

Nada tampak panik, dia benar-benar sudah melukai Arthur dia pikir hanya akan menakutinya saja.     

Tapi anehnya Arthur tidak merasa kesakitan sama sekali.     

"Hanya ini ya yang bisa Anda lakukan?" tanya Arthur dengan bibir menyeringai.     

Seketika Nada bergidik negeri melihatnya.     

Apalagi saat Arthur mencabut pisau itu dari telapak tangannya. Darah menyembur dan membuat lantai ruangan Nada di penuhi percikan noda merah.     

Kini Arthur mendekat kearah Nada dengan tangan kiri memegang pisau, sementara tangan kanan masih berlubang dan meneteskan banyak darah.     

"Jangan mendekat, Pak Arthur! Tolong jangan mendekat!" pinta Nada sambil berjalan mundur.     

"Katakan pesan terakhirmu, Bu Nada," ucap Arthur.     

"Pak tolong jangan!" Nada berusaha untuk menjauh, tapi Arthur terus menndekat.     

Pria itu mulai mengangkat piasaunya.     

"Tolong, Pak! Jangan lakukan itu!"     

"Maafkan saya!"     

"Tolong jangan lak—"     

Jlub!     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.