Anak Angkat

Berkunjun Keluarga Davies



Berkunjun Keluarga Davies

0Di dalam ruangan rahasia, Wijaya tengah berdebat dengan Satria.     

Pria tua itu tampak kecewa terhadap putranya. Karna hingga saat ini, Satria masih belum mampu memberikan keturunan.     

"Satria, sebenarnya apa yang menjadi masalah dalam pernikahanmu? Kenapa sudah satu bulan lebih kalian menikah, tapi belum juga mendapatkan keturunan? Kau ini tidak becus ya?!" Wajaya menunjuk-nunjuk Satria seraya memakinya.     

"Ayah, aku sudah berusaha cukup keras, tapi memang belum saatnya kami mendapatkan keturunan!" ucap Satria.     

"Aku tidak mau tahu, Satria! Kalau kau tak bisa memberikanku cucu dalam waktu dekat! Aku akan mencarikan wanita baru yang harus kau nikahi! Dan kau bisa membunag atau membunuh Mesya yang tidak berguna itu!" ujar Wijaya.     

Setelah itu dia keluar dari dalam ruang rahasia.     

Mesya menyaksikan kepergian mertuanya.     

'Pasti, Tuan Wijaya, marah karna aku yang belum juga hamil hingga saat ini. Kasihan, Kak Satria, dia dimarahi oleh ayahnya gara-gara aku,' bicara Mesya di dalam hati.     

Mesya pun segera masuk ke dalam ruangan itu, untuk menghampiri Satria.     

"Kak Satria," panggilnya.     

"Mesya, kanapa kau masuk ruangan ini? Kalau sampai Ayah, tahu bisa berbahaya," ujar Satria.     

"Maafkan aku Kak, tapi aku masuk kemari karna aku ingin menenangkan, Kak Satria. Aku tahu Ayah baru saja memarahi, Kakak, dan itu gara-gara aku," ujar Mesya dengan wajah yang memelas.     

"Sudahlah, ayo kita keluar sekarang, kita mengobrol di kamar saja," ujar Satria.     

Dia menarik tangan istrinya, dan Mesya mengikuti ajakan Satria, tapi kedua netranya mengedar ke seluruh ruangan, sebelum pada akhirnya dia keluar dari dalam ruangan itu. Sekilas bentuk dan isi kamar itu hampir mirip dengan ruang rahasia di rumahnya. Sangat menyeramkan dan terdapat berbagai benda tajam dan senjata yang tertata rapi.     

Dia sedang mencari letak kitab kuno milik Wijaya. Mezya sangat yakin jika Wijaya menaruh kitab itu di sini.     

Tapi sayang Satria tidak memberikan kesempatan, dan dia pun terpaksa harus pergi sekarang juga.     

Satria mengunci pintu ruang itu, lalu memasukkan kucinya di dalam kantung.     

***     

"Kak, maafkan aku ya," ucap Mesya dengan suara rendah.     

"Minta maaf untuk apa?" tanya Satria.     

"Gara-gara aku, Kak Satria, dimarahi Ayah, maaf juga karna aku sudah menguping pembicaraan kalian," ujar Mesya.     

Satria meraih wajah Mesya dan menyandarkan kepala gadis itu dalam pundaknya.     

"Sudah, tidak perlu merasa bersalah. Lagi pula ini bukan salahmu. Ayahku saja yang terlalu menuntut. Padahal usia pernikahan kita ini belum genap 2 bulan, jadi kau santai saja, Mesya. Tidak perlu terbebani," tukas Satria menenangkan Mesya.     

"Aku dengar Ayah, ingin membunuhku jika aku tidak bisa memberikan anak untukmu. Apa itu benar?" tanya Mesya.     

"Kau mendengarnya?"     

"Iya, Kak. Aku sangat syok, ternyata Ayah tidak sebaik kelihatanya. Dia benar-benar menyeramkan, aku jadi ingat kata Ibuku. Dan kupikir Ayah Wijaya, akan berubah dan benar-benar akan menyayangiku, tapi ternyata tidak!" Mesya berbicara dengan mata berkaca, dia berpura-pura baru menyadari sifat Wijaya. Padahal dia itu sudah tahu sejak awal, jika Wijaya tengah memanfaatkannya.     

"Mesya, tolong jangan dengarkan Ayahku. Percayalah, dia tidak akan membunuhmu. Kau itu istrimu yang paling kusayang. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu. Termasuk Ayah kandungku sendiri," ujar Satria.     

"Tapi bagaimana kalau aku tidak bisa hamil? Apa Kakak, akan tetap bertahan denganku?"     

"Tentu saja, Mesya! Aku tetap akan mencintaimu sampai kapanpun. Aku ingin agar kau tetap tenang, dan jangan memikirkan apapun. Di sini kau itu tidak sendiri. Aku akan selalu ada untukmu, Mesya," ujar Satria.     

Pria itu begitu sabar dan terus menenangkan istrinya agar tidak berpikiran macam-macam. Satria begitu nemahami Mesya dan dia tidak ingin Mesya pergi meninggalkan rumah ini. Karna kalau sampai dia melakukannya,     

maka masalah akan semakin bertambah dan tentunya Mesya akan berada dalam bahaya, serta bisa menyeret Arumi dalam kematian.     

Melihat Satria, yang selalu berusaha untuk menjaganya, membuat Mesya semakin merasa bersalah.     

'Kak Satria, masih berusaha untuk menenangkanku, padahal semua ini salahku. Aku yang sengaja meminum obat penunda kehamilan, atas printah Ibu,' batin Mesya.     

"Kak, aku rindu rumah, apa kita bisa pergi ke rumah keluargaku?" tanya Mesya.     

"Hari ini Ayah mengajakku pergi kesuatu tempat. Apa kau bisa ke rumah orang tuamu sendirian?"     

Mesya menganggukkan kepalanya, dia tahu jika Satria tidak bisa pergi bersamanya karna dia hendak membunuh orang bersama Wijaya. Untuk dijadikan santapan bagi keluarga ini. Mesya sudah tahu walau Satria tidak mengatakannya, karna kehidupan mereka tidak jauh beda dengan kehidupan keluarga Davies.     

"Baik, Kak, akau akan pergi ke rumah orang tuaku sendiri. Semoga urusan, Kak Satria, dan Ayah, lancar ya," ujar Mesya seraya tersenyum pada suaminya.     

"Terima kasih sudah mengerti, Mesya,"     

"Iya, Kak,"     

Sebenarnya ini adalah hal yang sangat membahagiakan bagi Mesya, karna dia bisa dengan bebas pergi ke kediaman keluarga Davies sendirian, yang artinya dia bisa bertemu deng David, tanpa sepengetahuan Satria.     

***     

Mesya menuruni sebuah mobil taksi tepat di depan kediaman keluarga Davies.     

Tak sabar dia ingin bertemu dengan David.     

Langkahnya begitu cepat, kemudian tangan menekan tombol bel pintu.     

Ceklek!     

"Wah, anak Ibu yang cantik, kau datang sendirian?" tanya Arumi.     

Mesya menganggukkan kepalanya.     

"Ayo masuk. Kau datang di saat yang tepat, kami sedang makan siang, ah apa itu?" Arumi melirik kearah benda yang ada di tangan Mesya.     

"Aku membeli makanan dahulu di perjalanan tadi." Jawab Mesya.     

"Ah, begitu ya," Arumi tampak kecewa melihatnya karna itu artinya, Mesya tidak akan memakan masakannya.     

"Yasudah, ayo masuk ke dalam!" ajaknya.     

Melihat kedatangan Masya, raut kebahagiaan terpancar di wajah David.     

Mesya juga tersenyum memandang David sesat.     

"Kak Arthur, di mana?" tanya Mesya.     

"Entahlah, akhir-akhir ini Arthur selalu sibuk. Dia jarang sekali makan malam bersama kami," jawab Charles.     

'Tumben sekali? Apa dia sedang membunuh orang?' bicara Mesya di dalam hati.     

"Ah ya sudah ayo makan dulu," sergah Arumi.     

Dan tak lama Arthur datang, lalu bergabung bersama mereka.     

"Kau itu kemana saja, Arthur? Kenapa baru muncul?" tanya Charles.     

"Ah, maafkan aku Ayah, tadi ada sedikit urusan," jawab Arthur.     

"Kau sekarang sangat berbeda, Arthur? Kau selalu sibuk dengan sesuatu yang tidak kami mangerti! Kenapa kau selalu datang telat saat jam makan siang, dan jam makan malam. Bahkan tak jarang kau juga tak pulang sama sekali!" oceh Arumi.     

"Maaf, Ibu," Arthur menundukkan kepalanya.     

'Kak Arthur, terlihat berbeda. Tak seperti biasanya. Bahkan Ibu dan Ayah, memarahinya dengan kompak,' batin Mesya.     

"Ah, sudahlah, kita bahas lagi setelah selesai makan nanti," ujar Charles.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.