Anak Angkat

Kejam



Kejam

0Satria terbangun di tengah malam, dan dia menyadari Mesya tidak ada di sampingnya.     

"Di mana, Mesya?" Satria turun dari atas ranjang dan memeriksa setiap sudut ruangan. Tapi Satria tak menemukan keberadaan Mesya.     

"Apa dia berada di rumah Arthur?"     

Satria bergegas ke luar rumah, dan menghampiri rumah Arthur.     

Terlihat pintu rumah Arthur yang terbuka, menandakan jika Mesya benar-benar tengan berada di rumah Arthur.     

"Padahal ini sudah malam? Mereka itu membicarakan apa sih?" Satria berjalan mendekat.     

***     

Tampak Arthur dan Mesya yang sedang mengobrol di sofa, tapi Mesya sudah mulai berdiri hendak keluar dari rumah itu, dan sangat kebetulan berpapasan dengan Satria.     

"Kak Satria?"     

"Kenapa keluar rumah tidak berpamitan dulu, Mesya?" tanya Satria.     

"Maafkan aku, Kak," Mesya menundukkan kepalanya.     

"Yasudah ayo kita pulang," ajak Satria.     

Dia melirik kearah Arthur sesaat.     

"Arthur, selamat atas pernikahanmu," tukas Satria.     

Arthur menganggukkan kepalanya. Kemudian Mesya dan Satria berlalu pergi.     

Arthur terdiam dengan raut yang bingung.     

Dia tidak tahu harus berbuat apa, dia ingin meninggalkan tempat ini tapi Celine tidak mau. Nampaknya Celine sudah mulai betah tinggal di sini.     

Arthur tidak mau memaksanya, dan tidak sanggup melihat Celine menangis lagi.     

Arthur berjalan memasuki kamarnya menghampiri Celine.     

Tampak wanita itu tengah terlelap. Arthur merebahkan tubuhnya di samping Celine. Dia memeluk tubuh istri, dia berbisik, "Maafkan aku, Celine,"     

Celine menganggukkan kepalanya tapi masih dengan kedua mata yang terpejam.     

Sepertinya Celine mendengar ucapan Arthur, hanya saja enggan membuka mata karna rasa ngantuk yang teramat berat.     

Sambil memeluk tubuh istrinya Arthur membayangkan nasibnya kelak. Sejujurnya Arthur tak pernah menyangka, jika sifatnya bisa berubah secepat kilat.     

Bukan pertarungan yang membuatnya lemah, tapi cinta yang mampu melumpuhkannya. Dia lemah karna perasaan Cinta.     

Arthur tak pernah jatuh cinta, tapi sekalinya jatuh cinta, pria itu tak bisa mengontrol dirinya sendiri.     

Dia melupakan sikap tamaknya. Dan lebih nyaman dengan hidup normal bersama Celine. Dia seperti kehilangan jati diri, Arthur tak mengenali dirinya sendiri, karna sudah mengalami perubahan begitu banyak.     

Obsesi untuk membunuh orang seperti dulu mendadak sirna. Malah terkadang Arthur menyesal dengan perbuatanya yang pernah ia lakukan dulu. Terkadang dia juga merasa bahwa dia tak pernah bersanding dengan Celine. Dia bukan pria baik-baik.     

*****     

Mesya dan Satria berniat untuk meninggalkan rumah itu.     

Sebenarnya Satria menyuruh Mesya untuk menginap di rumah ini selama beberapa hari, tapi Mesya memaksa untuk pulang, dengan alasan agar tidak ada percekcokan dengan Arthur.     

Padahal alasan yang sesungguhnya bukanlah itu. Dan tujuan daerah Mesya, melainkan dia ingin segera masuk ke dalam ruang rahasia.     

Kunci sudah ada di tangannya, dan dia hanya menunggu lengah Wijaya serta Satria untuk meninggalkan rumah itu.     

Setelah kitab berhasil ia dapat, tujuannya adalah Lizzy. Dia harus membebaskan Lizzy. Setidaknya itulah yang direncanakan Mesya saat ini.     

******     

"Mesya, kau yakin sekarang kau sudah merasa tenang?" tanya Satria.     

"Iya, Kak, aku sudah tenang, dan aku tidak akan peduli dengan ucapan Ayah. Yang terpenting kau selalu bersamaku. Kau sudah cukup membuatku merasa kuat, Kak," ujar Mesya meyakinkan Satria.     

"Baguslah, aku senang mendengarnya." Satria tersenyum menanggapinya.     

Mesya tak pernah kesulitan untuk meyakinkan Satria. Pria itu sudah terlanjur mencintai dan mempercayai Mesya. Yang ada di dalam pikiran Satria, Mesya adalah wanita yang baik, dan tidak akan pernah berhianat kepadanya.     

Tingkah Mesya yang selalu menurut dan tak pernah mengeluh atas perlakuan ayah mertuanya, membuat Satria merasa jika Mesya adalah satu-satunya wanita yang sangat tulus mencintainya, sehingga dia mengabaikan perasan tersinggung atas ucapan Wijaya dan demi Satria. Padahal di balik sikap sabar itu terdapat niat buruk yang akan mengahncurkan keluarga Wijaya.     

Mesya tidak ingin melakukan ini, tapi dia juga tidak bisa untuk menghentikan semua ini begitu saja. Dia harus siap menyaksikan kekecewaan dan kebencian Satria terhadapnya, suatu hari nanti.     

'Maafkan aku, Kak Satria. Aku sudah membohongimu. Mungkin setelah ini kau akan membenciku. Bahkan kau juga akan berusaha membunuhku. Tak ada Mesya si Gadis Polos, yang sangat kau cintai, hanya ada Mesya si Gadis Licik, yang akan membuat hidupmu hancur,' bicara Mesya di dalam hati.     

Gadis itu menatap sayuh kearah suaminya.     

Betapa kejamnya apa yang dia lakukan terhadap Satria, pria itu begitu baik. Tapi dia harus menghancurkanya.     

"Mesya, kenapa sejak tadi kau itu selalu melamun, ayo turun! Sudah sampai!" sergahnya.     

"Baik, Kak!"     

"Kau yakin baik-baik saja, Mesya!"     

"Iya, aku baik-baik saja, Kak," jawab Mesya.     

Mereka memasuki rumah, dan bertepatan saat itu juga Wijaya, sedang duduk di atas sofa.     

"Oh sudah pulang ruapanya?" tukasnya dengan pandangan tajam.     

Mesya menundukkan kepalanya dengan wajah sedikit ketakutan.     

"Ayah, kami baru saja pulang, jadi tolong jangan membuat suasana tidak enak, Ayah," ujar Satria.     

"Ah, baiklah. Aku akan bersikap baik, tapi tolong segera beri kabar baik pula tentang cucuku," sahut Wijaya.     

"Maafkan aku, Ayah. Aku dan Kak Satria, sudah berusaha, jadi tolong mengerti kami," ujar Mesya.     

"Sebenarnya kau itu bisa hamil atau tidak dsh?! Apa perlu kubawa ke Dokter dan mengecek kondisimu?!" ujar Wijaya.     

Seketika Mesya terdiam sesaat dengan raut wajah yang semakin panik.     

Selama ini dia selalu menghindar saat Wijaya menyuruhnya pergi ke Dokter dan memeriksakan keadaan kandungannya.     

Karna hal itu bisa membahayakan dirinya. Mesya bisa ketahuan bahwa selama ini dia membuka meminum obat penunda kehamilan dari sang Ibu.     

"Ayah, sebenarnya aku sudah berkali-kali memeriksakan keadaanku ke Dokter. Tapi tak ada masalah, Ayah! Aku hanya butuh istirahat, dan banyak minum vitamin agar aku lekas hamil," ujar Mesya mengarang cerita.     

"Kau berbicara seperti ini apa kau sudah yakin? Kalau rahimmu normal harusnya kau sudah hamil! Aku yakin ada sesuatu yang salah, jadi kau harus ikut Ayah sekarang!" paksa Wijaya seraya menggandeng tangan Mesya.     

"Ayah, aku sedang lelah Ayah. Biarkan aku istirahat sebentar!" pinta Mesya. .     

"Tidak bisa! Kau harus ikut aku sekarang!" paksa Wijaya.     

Mesya dan Satria tidak bisa meronta lagi. Mesya terpaksa mengengikuti ajakan mertuanya.     

Mereka pergi dalam satu mobil, dan Satria yang menyetir mobilnya.     

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Mesya merasa tak tenang.     

Dia memutar otak untuk menggagalkan niat sang Ayah.     

Diam-diam tangannya mengetik pesan dan mengirimkan pesan itu kepada David.     

[Kak David, tolong aku. Mertuaku hendak membawaku ke rumah sakit, mereka akan melakukan pemeriksaan. Aku takut mereka akan mengetahui jika selama ini aku meminum obat penunda kehamilan!] tulis Mesya dalam pesan itu.     

Tak sabar Mesya menunggu balasan pesan dari David.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.