Anak Angkat

Bukan Sakit Biasa



Bukan Sakit Biasa

0Sepulangnya dari rumah Arumi, Arthur sudah terlihat lebih bugar dari sebelumnya. Tak ada raut pucat, serta tubuh yang menggigil seperti tadi.     

Kini Arthur lebih fokus mengendarai mobilnya, dan menambah kecepatan untuk segera menemui sang istri. Dia tahu saat ini pasti Celine sedang menunggu kepulangannya.     

"Aku harus segera sampai, aku tidak mau membuat Celine mengkhawatirkanku," gumamnya.     

***     

Benar apa yang dipikirkan oleh Arthur, saat ini Celine tengah menunggu kedatangan Arthur dengan perasaan yang tak tenang.     

Celine benar-benar takut jika terjadi sesuatu dengan suaminya.     

Terlebih Arthur menyetir mobilnya dengan keadaan sakit. Semenjak hamil perasan Celine memang terlalu sensitif dan kadang terlalu mengkhawatirkan sesuatu secara berlebihan.     

Celine tengah menangis sesenggukan di ruang tamu.     

Tak sabar menunggu kedatangan Arthur.     

"Arthur, kenapa malah pergi begitu saja sih? Apa kamu itu tidak tahu kalau aku sedang memikirkan keselamatanmu? Cepat pulang, Arthur!" ucapnya.     

"Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengannya? Ah aku harus segera menghubunginya! Bila perlu aku mencari taksi saja untuk mencarinya?"     

"Tapi dia ada di mana? Kalau aku tidak tahu tujuan Arthur pergi, bagaimana aku bisa mencarinya?"     

"Ah, aku telepon saja!"     

Celline meraih ponsel dari sakunya untuk menghubungi Arthur.     

Dia sudah membuka kunci ponsel dan bersiap menelpon, tapi dia teringat akan suatu hal,     

"Tapi dia itu, 'kan sedang menyetir, aku tidak boleh mmenelponnya sekarang! Karna itu bisa menggangu konsentrasinya!" Celine kembali menyimpan ponsel itu dan dia kembali tertidur dengan perasaan tak tenang.     

Airnya matanya kembali bercucuran.     

"Arthur... pulang ... ya Tuhan, tolong lindungi suamiku," bicara Celine penuh harap.     

Tak berselang lama terdengar suara mobil Arthur yang memasuki garasi.     

Seketika Celine bangkit dengan prasaan yang bahagia.     

"Itu, Arthur, 'kan?!" Celine berlari menghampiri Arthur.     

Wanita itu menangis dan segara memeluk Arthur.     

"Arthur, kau tadi kemana saja? Kenapa pergi tanpa mengajakku?! Apa kau tidak tahu jika aku sangat mengkhawatirkanmu?!" oceh Celine. Memang terlihat sangat berlebihan bagi Arthur, tapi entah mengapa Arthur merasa terharu dengan sikap Celine.     

Sebelumnya dia tak pernah merasakan seberharga ini di mata orang. Bahkan di mata kelurganya sendiri. Mereka hanya berinteraksi dengan Arthur seperlunya saja. Lain halnya dengan Celine, wanita ini membuatnya merasa berharga, dan kehadirannya di dunia ini sangat berarti. Arthur mulai memahami arti kasih sayang, dan arti kehilangan berkat Celine.     

"Celine, tolong jangan menangis," tukas Arthur.     

"Arthur! Kau itu tidak peka juga ya! Aku ini menangis juga karnamu! Kau yang membuatku khawatir! Aku itu takut kehilanganmu, Arthur! Kenapa kau malah pergi dalam keadaan sakit? Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengamu!?" Celine yang kesal sampai memukul punggung Arthur, lalu membenamkan wajahnya dalam pelukan pria itu.     

"Maafkan aku, Celine, karna sudah membuatmu khawatir, aku janji tidak akan melakukan itu lagi," ucap Arthur dengan suara yang pelan.     

"Kalau begitu, ayo ikut aku ke dokter! Kau harus segera sembuh! Kalau sakit terus siapa yang menjagaku dan anakku?" ujar Celine.     

"Tapi aku ini tidak sakit, Celine!" ujar Arthur.     

"Kau itu sakit, Arthur!"     

"Kalau aku sakit pasti tubuhku menggigil seperti tadi!"     

Mendengar ucapan Arthur, Celine segera melepaskan pelukannya.     

"Kau itu sakit, Arthur! Tadi tubuhmu juga panas!" ujar Celine, masih tak percaya dengan ucapan Arthur.     

"Benarkah? Tapi coba lihat aku sekarang? Aku sehat, 'kan? Terlihat lebih bugar, coba kau pegang keningku!" Arthur meraih tangan Celine lalu menaruh tangan wanita itu di keningnya.     

"Bagaiamana? Apa kau masih berpikir jika aku benar-benar sedang sakit?!"     

Celine menggelengkan kepalanya dengan perasaan heran.     

Arthur tidak seperti orang yang sedang sakit, bahkan nafasnya yang tadi tersengal kini sudah normal, suhu tubuhnya yang tadi panas sekarang juga sudah normal, semuanya tampak normal, dan bahkan Arthur terlihat bugar dari sebelumnya.     

Ini terlihat mustahil, karna Arthur bisa sembuh dalam sekejap mata.     

"Lalu kau, tadi pergi kemana?" tanya Celine.     

"Aku pergi ...." Arthur terdiam sesaat, dia seakan ragu untuk berkata jujur kepada Celine.     

"Kau pergi kemana, Arthur?" Celine terus mendesak Arthur agar segera menjawabnya.     

"Aku pergi ke rumah Ibu," jawab Arthur.     

"Benarkah?" Celine masih merasa heran, lalu dia bertanya lagi, "apa yang kau lakukan di sana?"     

"Aku—"     

"Arthur, kanapa kau bisa sembuh dengan cepat? Apa yang terjadi kepadamu?"     

"Aku ... sembuh, karna memang sudah saatnya sembuh, Celine!" jawab Arthur asal-asalan.     

"Tapi itu terdengar aneh sekali, Arthur! Mana mungkin orang sakit bisa sembuh dalam sekejap mata! Kau tadi terlihat sangat parah, dan bahkan aku sangat mengkhawatirkanmu," Celine yang digelayuti dengan rasa penasaran membuat Arthur harus memutar otak agar Celine tidak bisa bertanya kepadanya lebih jauh.     

Karna tidak mungkin jika Arthur akan mengatakan yang sebenarnya kepada Celine, yang ada Celine akan syok jika mendengar dia baru saja menayantap daging manusia masakan sang Ibu.     

Arthur belum siap kehilangan Celine apabila Celine mengetahui semuanya.     

"Celine, aku ini memang agak berbeda dengan orang pada umumnya. Aku ini kalau sakit bisa sembuh dengan cepat. Separah apapun aku sakit, pasti tak akan berlangsung lama," jelas Arthur. Tentu saja Celine tak percaya, dengan apa yang diucap akan oleh Arthur seperti tak masuk akal.     

"Mana mungkin ada orang seperti itu?"     

"Memangnya, apa yang tidak mungkin di dunia ini?"     

"Ah, kau itu pintar memutar balikkan fakta, Arthur! Ah terserah, yang terpenting kau sekarang sudah sembuh, dan aku merasa lega," tukas Celine.     

Sebenarnya Celine itu tidak mempercayai ucapan Arthur yang tidak masuk akal itu. Karena ini terdengar sangat mustahil.     

Tidak mungkin orang sakit bisa sembuh secepat ini. Apa lagi Arthur tidak istirahat atau meminum obat sama sekali, justru dia malah pergi entah kemana, dan begitu pulang sudah kembali sehat.     

Tapi Celine memilih diam dan mengakhiri topik tentang kesembuhan Arthur, yang terpenting dia sudah sembuh dan dengan begitu suasana kembali tenang.     

***     

Pagi hari yang cerah, menyambut Mesya yang baru saja membuka mata.     

Tiba-tiba Nadia mengetuk pintu kamar, dan membawakannya segelas susu.     

"Non Mesya, ini susunya," tukas wanita itu dengan ramah.     

"Tapi aku tidak suka minum susu, Bu,"     

"Tuan Wijaya, yang menyuruhnya. Kau harus meminumnya agar beliau tidak marah, ini adalah susu khusus Ibu Hamil," jelas Nadia.     

"Ah, baiklah aku akan segera menghabiskannya, Bu," Mesya meraih gelas susu itu lalu meminumnya.     

"Apa kau masih merasa mual?" tanya Nadia.     

"Emmm ... iya, Bu. Aku selalu mual setiap pagi, tapi setelah meminum susu ini aku merasa sedikit lebih baik," tukas Mesya. Dia berbohong kepada Nadia, padahal dia tak pernah merasa mual sedikit pun setiap pagi, karna memang dia tidak hamil.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.