Anak Angkat

Arti Persaudaraan



Arti Persaudaraan

0"Baguslah, sekarang tugasku sudah selesai," ucap David, seraya memberikan suapan terakhir ke mulut Arthur.     

Setelah itu David menaruh tempat makan dan sendok di atas meja. Dia juga menyodorkan segelas air putih untuk Arthur.     

Sambil meraih gelas itu, Arthur berucap, "Kak David, terima kasih ya ... karna sudah mau menolongku. Selain dirimu aku tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi,"     

Kemudian Arthur meneguk air itu dan masih duduk di atas kasur tanpa berpindah tempat sama sekali.     

"Kalau begitu aku pulang sekarang!" David berbicara dengan ketus.     

"Jangan pulang dulu, Kak! Aku mohon," pinta Arthur.     

"Urusanku sudah selesai, kau sudah tidak butuh bantuanku lagi," David sudah berdiri, hendak pergi tapi Arthur lagi-lagi menghentikannya.     

"Kak, tolong jangan tinggalkan aku! Aku masih ingin mengobrol banyak bersammu!" Arthur memegang ujung bawah kemeja yang dipakai David.     

Dan pria itu terpaksa berhenti sejenak, kemudian melirik ke arah Arthur.     

"Kau ingin berbicara apa denganku?" David bertanya.     

Arthur terdiam sesaat, perasaan canggung begitu kentara.     

Tapi Arthur, tidak rela kalau David pergi. Dia merasa jika David sangat berarti.     

Walau David berbicara dengan nada ketus tapi Arthur tahu bahwa David itu sangat tulus membantunya.     

Bahkan sejak dulu Arthur juga tahu jika David itu hanya pura-pura bersikap dingin dan kasar, sebenarnya hatinya sangat lembut. Dan peduli terhadap sesama, tapi kedua orang tuanya terus melatih David menjadi orang yang kejam.     

"Kak David, selain berterima kasih aku juga ingin meminta maaf kepadamu," tukas Arthur lirih.     

"Kau meminta maaf? Apa aku tidak salah dengar?" David mengernyitkan dahinya.     

"Tentu saja kau tidak salah dengar. Sekarang aku sadar betapa jahatnya aku, dan betapa kurang ajarnya aku kepadamu, dan Mesya. Sekarang di saat aku dalam kesulitan begini ... aku malah meminta tolong kepadamu ... aku memang adik yang tidak tahu diri, Kak," pungkas Arthur dengan kedua mata yang sayu seraya menundukkan kepalanya.     

"... aku juga minta maaf kepadamu, Arthur," ucap David.     

Mendengarnya Arthur kembali mengangkat wajahnya.     

"Kak David, meminta maaf kepadaku?" Arthur berbalik tanya dengan heran.     

"Iya, aku rasa selama ini, aku tidak bisa menjadi sosok Kakak yang baik untukmu. Aku selalu menganggapmu, sebagai adik yang gila dan sangat patut untuk dijauhi, aku tak peduli jika kau berada di jalan yang salah ... aku tak pernah mengajakmu untuk pergi ... aku sorang Kakak yang masa bodo, terserah kau mau menjadi jahat atau menjadi orang yang baik, yang terpenting aku menjalani hidup semauku. Bahkan jika kau mati sekalipun ... aku juga tidak peduli," pungkas David, dia berkata jujur di depan Arthur. Dan memang itulah yang dirasakannya selama ini.     

"Kak David," Arthur langsung berdiri dan memeluk kakaknya dengan erat. Ini adalah kali pertamanya seorang Arthur Davies, si pria kejam dan pembunuh berdarah dingin, menangis di hadapan David.     

Dia seperti seorang bocah kecil yang meminta perlindungan kepada kakaknya. Pelukan Arthur menggambarkan sebuah ketakutan.     

David terharu, akhirnya dia merasakan menjadi seorang kakak yang sesungguhnya.     

Sejak dulu hanya Lizzy yang selalu dekat dengannya, dan selalu meminta perlindungan kepadanya sementara Arthur tak pernah sekalipun mendekatinya. Bahkan dia merasa lebih hebat dari David.     

Setiap hari Arthur selalu berusaha mengalahkan David, walaupun David tak pernah mengajaknya bersaing. Arthur merasa dia sudah cukup kuat sehingga tak memerlukan David sebagai kakak yang melindunginya.     

Pernah suatu ketika, Arthur kecil mengalami kesulitan, dan dia dihukum oleh kedua orang tuanya, di saat itu David berusaha untuk membantu Arthur, tapi Arthur malah menolaknya mentah-mentah.     

David mengulurkan tangan untuk membantu Arthur berdiri.     

"Ayo, biarku bantu," ucap David.     

"Pergi saja, aku tidak butuh bantuanmu!" ketus Arthur     

"Ayolah! Kau dalam kesulitan," David tetap berusaha menolongnya.     

"Jangan pura-pura baik kepadaku, David! Aku tahu jika saat ini kau senang melihatku terpuruk!" ucap Arthur.     

"Sejujurnya aku tulus ingin membantumu, tapi kau merasa lebih kuat dariku ya? Baiklah aku tidak akan pernah menolongmu lagi!" ucap David.     

David yang awalnya ingin membantu Arthur tiba-tiba merasa kesal, dan dia mengurungkan niat baik itu.     

Mungkin dia tidak perku menolong adiknya yang sombong, lagi pula Arthur merasa jika dirinya jauh lebih kuat daripada David. Tak ada alasan untuk menolong Arthur lagi, David sudah muak dengan kesombongan Arthur.     

Sejak itulah David mulai tak peduli dengan Arthur.     

Dan semakin lama dia semakin membenci Arthur. Terlebih Arthur sering membuat masalah kepadanya. Bahkan sering kali Arthur menfitnah David, agar David mendaptakan hukuman dari kedua orang tuanya.     

Kedua anak lelaki itu sering bersaing, lebih tepatnya Arthur yang ingin menyaingi David.     

Dia tak terima jika kedua orang tuanya lebih menyayangi David, dan mengharuskan dirinya untuk lebih sopan terhadap David, karna usia David yang jauh lebih tua darinya.     

Arthur menyesal dilahirkan setelah David, kalau saja dia bisa memilih dia ingin menjadi seorang, Kakak, ketimbang menjadi seorang, Adik, karna dengan begitu maka David akan lebih hormat kepadanya, dan dia bisa berbuat semena-mena terhadap David.     

Kini Arthur sudah menyadari semua. Jika apa yang sudah ia lakukan itu salah.     

Persaudaraan itu bukanlah persaingan, tapi sebuah ikatan yang harus saling melengkapi satu sama lain.     

Dan tempat untuk berkeluh kesah, serta tempat untuk memikul beban.     

"Aku senang, bisa sedekat ini denganmu, dan bahkan bisa berpelukan erat. Seumur hidup baru pertama kali aku merasakan dipeluk adik laki-laki ... jadi seperti ini rasanya." Pungkas David sambil tersenyum.     

Mendengar ucapan David, Arthur pun tak mau kalah.     

"Aku juga pertama kalinya berpelukan dengan Kakak laki-laki, jadi seperti ini rasanya," tukas Arthur sambil tersenyum.     

Kemudian Arthur melepaskanya.     

"Ah, yasudah karna kita sudah berdamai, maka kita harus melepaskan pelukan ini. Karna tidak enak juga kalai sampai dilihat oleh Celine," ucap Arthur.     

David juga tersenyum malu melihatnya. Kemudian dia keluar dari dalam kamar, dan membiarkan Celine masuk ke dalam kamar itu.     

Ceklek!     

Mendengar David membuka pintu, Celine pun segera menghampirinya.     

"Kak, apa kita berangkat sekarang?!" tanya Celine dengan raut wajah yang masih panik.     

"Pergh kemana?" tanya David bingung.     

"Ke rumah sakit, Kak! Aku takut terjadi sesuatu kepada, Arthur! Dia itu sering sakit secara tiba-tiba!" ucap Celine.     

"Sudahlah, Celine! Jangan mengkhawatirkan Arthur! Dia itu baik-baik saja!" ucap David.     

"Baik-baik saja bagaimana?! Kak David, tahu, 'kan kalau dia tadi menggigil dan kesakitan?"     

"Ah, Celine! Dia sudah tidak. Sakit lagi! Kalau kau tidak percaya kau lihat saja dia!" tukas David kepada Celine.     

Wanita itu pun tak percaya begitu saja dengan ucapan David, dia segera masuk ke dalam kamar, untuk melihat kondisi Arthur.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.