Anak Angkat

Kejujuran



Kejujuran

0Arumi memeluk dan mencium putrinya berkali-kali.     

"Lizzy, kau sekarang aman dalam pelukan Ibu. Kau tidak perlu takut lagi, mereka tidak akan bisa menculikmu!" ujar Arumi.     

Setelah itu dia membawanya masuk ke dalam rumah dan membiarkan Lizzy duduk kursi.     

Arumi membuatkannya secangkir susu, sementara David kini mendekatinya.     

"Lizzy, bagaimana kabarmu? Apa kau ingat aku?" tanya David.     

Dia tersenyum menyapa Lizzy, dan terus mengajaknya mengobrol.     

Tak peduli walau Lizzy tak menjawabnya. Dan masih setia dengan tatapan kosong seperti patung. David sudah merasa senang karna dia bisa menyentuh bahkan memeluk adiknya dengan erat.     

"Lizzy, aku tidak menyangka jika saat ini aku bisa bersamamu lagi. Kau sekarang sudah dewasa, kau tumbuh menjadi gadis yang cantik. Aku yakin sebentar lagi kau akan kembali hidup normal" bicara David kepada Lizzy.     

Mesya turut bahagia melihat David bertemu kembali dengan adik tercintanya.     

Akhirnya senyuman David kini terukir lagi. Senyuman yang sempat hilang semenjak Mesya tinggal bersama dengan Satria.     

Kini kehadiran Lizzy mampu membawa kebahagian tersendiri bagi David, terlepas kepulangan Mesya.     

'Apa setelah ini, Kak David, akan mengabaikanku? Karna sekarang sudah ada Lizzy, dan apa kasih sayang Ayah, dan Ibu, juga akan berubah?'     

'Sekarang, Lizzy, sudah kembali. Gadis yang sangat mereka cintai. Dan aku dulu hanya sebagai penggantinya,'     

'Mungkin keberadaanku sekarang sudah tidak sepenting dulu. Aku sudah tidak berguna lagi ....'     

'Tapi bukannya malah bagus? Memang ini, 'kan yang aku mau?'     

'Selama ini aku tidak nyaman dengan kasih sayang mereka yang berlebihan,'     

'Sebentar lagi aku bisa terlepas dari keluarga ini, tapi aku tidak yakin kalau, Kak David, masih bersedia untuk pergi bersamaku seperti janji kami, dulu ...."     

'Karna keadan yang sudah berubah, sekarang sudah ada Lizzy di sampingnya,' bicara Mesya di dalam hati.     

"Mesya, kenapa kau melamun, Sayang?" tanya Arumi, yang baru saja muncul dan membawakannya secangkir susu. Lalu wanita itu duduk di samping Mesya.     

"Sayang, kau pasti berpikir jika setelah ini, kami tidak akan menyayangimu lagi ya?" tanya Arumi.     

"... bukan begitu, Bu, tapi—"     

"Mesya, aku tahu kau takut kami akan mengabaikanmu. Tanpa menjelaskannya, Ibu sudah tahu, Sayang, dan perlu kamu tahu, bahwa kami sangat menyayangimu, dan kasih sayang kami tidak akan berubah sampai kapan pun," ucap Arumi meyakinkan Mesya.     

"Bu, aku tidak akan memaksa kalian untuk tetap menyayangiku, putri tercinta kalian sudah datang." Pungkas Mesya.     

Arumi mengusap rambut Mesya dengan lembut.     

"Kami, mengadopsimu memang karna sebuah tujuan yaitu menghancurkan Wijaya. Kedatanganmu bagi kami juga untuk menggantikan Lizzy, tapi setelah kami merawatmu bertahun-tahun, benih-benih cinta timbul di hati kami," turur Arumi.     

"Meski kau bukan darah dagingku, tapi Ibu menyayangimu tanpa syarat, jadi jangan berpikir jika kami akan mengabaikanmu setelah ini," tukas Arumi.     

Kedua netra Mesya berkaca dan segera memeluk Arumi.     

"Terima kasih, Ibu! Kau sudah menyayangiku dengan tulus," lirih Mesya.     

"Ibu, juga sangat berterima kasih kepadamu, Sayang. Kau sudah membuat kami di ambang kemenangan," ucap Arumi.     

Mesya memang membenci Arumi, karna Arumi adalah sosok wanita yang sangat kejam.     

Dan dia penuh dengan kepalsuan. Tapi dia sosok yang baik bagi anak-anak, terutama bagi dirinya.     

Memang dia sangat kasar kepada Arthur dan David, tapi dia sangat baik kepada anak-anak perempuannya, terutama kepada Mesya dan Lizzy.     

***     

Malam harinya, Satria dan Wijaya mulai memasuki rumah, dan mereka mendapati keadaan rumah yang kosong. Dan tak lama Nadia datang dengan membawa beberapa kantung kresek berisi belanjaan.     

"Nadia kau dari mana saja?" tanya Wijaya.     

"Maaf, Tuan! Saya baru saja keluar sebentar ke supermarket, membeli bahan-bahan masakan," jawab Nadia.     

"Lalu di mana, Mesya?" tanya Satria.     

"Mesya tadi ada di kamar," jawab Nadia. Tubuh wanita itu bergetar, dan dia sangat yakin setelah ini Wijaya akan menghajarnya habis-habisan.     

"Kenapa malah meninggalkannya sendirian, Nadia! Kau tahu, 'kan jika dia itu sedang hamil?!" oceh Wijaya.     

"Maafkan saya, Tuan" Nadia menundukkan kepalanya dan kedua pria itu memasuki ruangan.     

Satria menuju ke lantai atas untuk menemui Mesya, tapi ternyata di atas tak ada Mesya.     

Satria sudah mencarinya di semua ruangan, tapi Mesya tak berada di rumah.     

Satria mencoba menghubunginya lewat panggilan telepon, tapi nomornya sudah tidak aktif.     

Dan dari ruang rahasia, tersengar Wijaya yang berteriak-teriak.     

"Dasar, Gadis Jalang! Berani-beraninya dia menerobos masuk ke ruanganku!" teriak Wijaya.     

Satria segera menghampiri sang ayah.     

"Ada apa, Ayah?"     

Plak!     

Wijaya menampar wajah putranya dengan keras.     

"Kau itu, Bodoh! Kau sudah jatuh cinta pada seekor, Ular!" cerca Wijaya.     

"Kenapa, Ayah—"     

"Gadis Ular, itu sudah mencuri barang berhargaku!" bentak Wijaya.     

Lalu Satria melirik ke arah tabung kaca yang biasanya untuk menaruh Kitab Kuno milik ayahnya.     

Dan tabung itu sudah pecah. Kitab Kuno yang menjadi barang berharga bagi sang ayah, kini sudah tak ada.     

Satria benar-benar tak menyangka jika Mesya telah melakukan hal ini kepadanya.     

Yang artinya dia sudah mencintai wanita yang salah, perasaan tulusnya sudah di balas dengan penghianatan.     

"Mesya, kau itu benar-benar keterlaluan!" rutuknya dengan nafas tersengal.     

"Aku yakin, Gadis Jalang, itu juga tidak hamil! Dan hanya pura-pura hamil untuk membuat kita percaya kepadanya! Dan bodohnya kita sudah tertipu oleh gadis itu!" Wijaya marah sejadi-jadinya, dia melempar seluruh barang yang ada di tempat itu.     

"Ayah, hentikan, Ayah! Ayah, harus tenang!" teriak Satria.     

Wijaya berhenti sejenak. Dan memandang kearah putranya.     

"Berhenti kau bilang? Tenang kau bilang? Bagaimana aku bisa berhenti dan tenang, semantara Arumi sudah menyalakan genderang perang?!"     

Satria mematung dan tak bisa berbuat apa-apa lagi.     

Dia juga tak bisa membela Mesya, kini hanya perasaan marah dan kecewa yang tersisa.     

Mesya bukanlah gadis seperti yang ia bayangkan. Dia hanya memasang wajah polos untuk menutupi segala kelicikannya.     

"Tunggu apalagi, Satria! Ayo kita datangi mereka!" sergah Wijaya     

Satria pun menuruti ajakan sang ayah.     

Saat itu juga mereka pergi ke rumah Arumi.     

***     

Sesampainya mereka di kediaman keluarga Davies, Wijaya langsung membuat keributan.     

"Arumi! Arumi!" teriak Wijaya seraya menggedor pintu rumah dengan kasar.     

Ceklek!     

Arumi membuka pintu itu, dan raut wajahnya terlihat santai, tak ada sedikitpun ketakutan seperti biasanya. Bahkam wanita itu masih sempat tersenyum manis.     

"Halo, Tuan, Wijaya Diningrat?" Arumi menyapanya dengan senyuman yang ramah.     

"Ada apa, Sayang?" Charles juga menghampiri Arumi.     

"Ada, Pecundang, yang baru saja datang, Sayang," jawab Arumi.     

"Oh ternyata, Paman Tersayang, kita ini ya?" ledek Charles.     

Melihat ekspresi Wijaya yang sangat panik, Arumi dan Charles mentertawaknnya.     

"Dasar, Keponakan Sialan! Kau yang mengajakku berdamai! Tapi kau juga yang telah menipuku!" teriak Wijaya.     

"Paman, perlu kau ingat, jika kesabaran itu ada batasnya, dan aku bukan orang sebaik itu. Meski aku dulu hanya seorang gadis yang polos dan bodoh, tapi aku tidak rela kau telah menghabisi keluargaku begitu saja!" ucap Arumi dengan kedua mata yang menajam penuh dendam. "Dan aku akan membalas perbuatanmu itu, Paman!" ancamnya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.