Anak Angkat

Gadis Penipu



Gadis Penipu

0"Kau sudah menyalakan genderang perang, Arumi!" Wijaya menatap Arumi dengan tajam.     

"Tentu saja. Kau pasti sudah mulai panik ya? Karna kali ini aku yang akan memenangkan perang," sindir Arumi.     

Wijaya semakin naik pitam di buatnya, dia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku.     

Satria segera menghentikan sang Ayah.     

"Ayah, tolong janga—"     

"Diam kau, Anak Bodoh!' Bentak Wijaya pada Satria.     

Seketika Satria terdiam, sebenarnya dia tak ingin terjadi perkelahian di sini. Tapi sepertinya perkelahian sudah tak bisa terelakkan.     

Sebuah pisau ia keluarkan dari dalam sakunya. Tanpa berpikir panjang dia menggunakan pisau itu untuk menyerang Arumi, dan malangnya Arumi tak sempat menghindar.     

Hingga serangan Wijaya berhasil melukai perut wanita itu.     

"Akh!" Arumi memegangi perutnya.     

Seketika Charles meraih tubuh sang istri.     

"Arumi, apa kau baik-baik saja?" Charles tampak panik.     

Melihat sang Ibu yang terluka, David pun tak mau tinggal diam, dan dia membalas serangan Wijaya.     

"Dasar, Tua Bangka! Beraninya kau menyerang ibuku!" teriak David seraya mengepal tangannya.     

Duak!     

Serangan David, meleset dan malah mengenai Satria.     

Pria itu memegang bagian wajahnya yang terkenal tinjuan.     

"Hey, Satria! Ayo cepat serang dia! Jangan malah diam saja!" sergah Wijaya.     

Satria tersentak, dan dia menyerang David.     

Satria dan David bergulat, sementara Wijaya dan lainnya memandang pergulatan kedua pemuda itu.     

"Arumi! Kita lihat siapa yang akan menang setelah ini, anakmu, atau anakku!" ujar Wijaya dengan sombong.     

Dia yakin bahwa kali ini anaknya yang akan menang.     

Dia tidak tahu jika selama ini Arumi dan keluargnya sama seperti dia.     

Meski Kitab Kuno sudah berada di tangan Arumi, tapi dia yakin jika Arumi dan keluarga tetap tidak mampu mengalahkannya, dia memiliki kekuatan yang jauh lebih hebat, dari kitab yang selama ini ia pelajari.     

Dan dia tak tahu jika Mesya mengambil kitab itu sudah beberapa hari yang lalu, hanya saja dia baru menyadarinya.     

Sehingga Arumi sudah mulai mempelajari kitab itu semenjak ada di tangannya. Sedikit demi sedikit kekuatan merasuk di tabuhnya, segala ritual, dan memakan daging manusia serta meminum darahnya, membuat Arumi dan keluarganya semakin kuat. Dan sekarang di tambah lagi dia memegang Kitab Kuno yang selalu di agung-agungkan oleh keluarga mereka sejak dulu.     

Arumi semakin bertambah percaya diri bahwa dia akan menang.     

"Wijaya! Jangan bahagia dulu karna kau sudah berhasil melukaiku, karna aku tidak akan mudah mati hanya karna ujung pisau yang tak berarti ini!" ujar Arumi dengan yakin. Emosinya memuncak, dengan tangan bergetar yang dipaksa kuat, Arumi mencabut pisau itu.     

Zras!     

Arumi menyeringai, "Wijaya! Inilah saatnya! Aku akan membunuhmu sekarang! Ah ... tidak, tapi aku akan menyiksamu dulu," ucap Arumi, masih dengan tatapan tajam dan seringai yang menyeramkan.     

Wijaya mencibir tindakan Arumi itu.     

"Kau pikir dengan mencuri kitab itu aku akan takut? Dengar, Arumi, kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku!" ucap Wijaya.     

"Benarkah?" Arumi berkelakar, "tapi aku rasa kau akan memohon di bawah kakiku setelah ini," ucapnya.     

Duak!     

Arthur menendang punggung Wijaya dari belakang, hingga Wijaya tersungkur.     

"Kau, pikir dua lawan 5 akan menang?" ucap Arthur.     

Wijaya yang masih tersungkur segera bangkit.     

"Kau—" Wijaya menujukkan kearah Arthur dengan nafas yang tersengal-sengal.     

"Kau pikir selama ini kami keluarga yang lemah?" Artur tertawa dengan gaya khasnya, "haha, bahkan kau juga tidak tahu ya, kalau selama ini kami itu juga seorang kanibal sepertimu?!" ujar Arthur.     

"Dasar, Anak Sialan!" umpat Wijaya kepada Arthur. Dia tak menyangka jika keluarga Arumi benar-benar tak bisa di sepelekan lagi. Bahkan mereka kini telah mengeroyoknya dan Satria.     

"Arthur, Sayang! Kau datang di waktu yang tepat, Sayang!" Arumi berbicara kepada putranya.     

Melihat sang Ayah tengah dikeroyok oleh keluarga Davies, membuat Satria lengah dan terdiam sesaat melihat sang Ayah.     

Tepat di saat itulah David melayangkan sebuah pukulan kearah Satria.     

Buak!     

Bogeman mentah tepat mendarat di wajah Satria.     

Pria itu pun nyaris tersungkur. David menendangnya dengan kekuatan penuh, akhirnya Satria benar-benar terjatuh.     

David meraih sebuah pot bunga hendak menggunakan benda itu untuk menyerang Satria.     

Tapi tepat di saat itu pula Mesya datang.     

"Hentikan!" teriaknya, seketika keadaan mendadak senyap.     

Dia berjalan mendekati dua pria itu, dan mencoba melerainya.     

"Kak David! Kak Satria! Tolong jangan berkelahi!" pinta Mesya.     

Dia membantu Satria berdiri.     

"Kak David, aku mohon jangan sakiti, Kak Satria ...," pinta Mesya.     

"Kenapa kamu malah membelanya?" tanya David dengan nada tinggi.     

Satria pun menepis tangan Mesya.     

"Jangan pura-pura baik kepadaku!" bentak Satria pada Mesya.     

"Ternayata benar kata ayahku jika kau itu seekor, Ular, Mesya!" maki Satria.     

Mesya hanya bisa menundukkan kepalannya.     

"Maafkan aku, Kak. Aku tahu kau akan membenciku," gumam Mesya.     

Plak!     

Satria yang geram menampar wajah Mesya, tak ada sedikit pun perlawanan dari gadis itu, dia hanya bisa pasrah. Mesya merasa jika dia memang pantas mendapatkan ini semua.     

Tapi David tak terima dengan perlakuan Satria terhadap Mesya.     

Dia kembali mendaratkan Bogeman mentah di wajah Satria.     

Buak!     

"Dasar, Bajingan! Berani kau menyentuh Mesya!" pekik David.     

"Kak, tolong jangan sakiti, Kak Satria!" pinta Mesya.     

"Kalau aku tidak menyerangnya, maka dia akan menyakitimu, Mesya!" ucap David.     

"Tidak apa-apa, Kak! Aku pantas mendaptkannya!" sahut Mesya.     

"Dasar, Bodoh!" pekik David.     

Dia sangat kesal dengan perilaku adiknya ini, Mesya malah membela Satria. Padahal jelas-jelas Satria itu musuh mereka.     

Kata 'bodoh' adalah kata yang secara reflek ia ucapkan kepada Mesya, sejujurnya dia tak mau mengatakan, kata kasar terhadap Mesya. Hanya saja kelakuan Mesya ini sangat keterlaluan baginya.     

Seakan tak mengharapkan David lagi, padahal awalnya mereka sudah berjanji, David takut jika perasaan Mesya akan berubah kepadanya.     

"Mesya! Sekarang kau ini bukan lagi istrinya! Ingat, kau itu milikku!" teriak David.     

"Tapi, Kak—"     

"Diam! Jangan membuatku kecewa, Mesya!" bicara David memotong ucapan Mesya.     

Satria kaget mendengar ucapan itu, dia tak percaya David mengatakan jika Mesya itu miliknya. Ternyata selama ini hubungan Mesya dan David itu bukan hanya sekedar adik dan kakak saja, melainkan pasangan kekasih. Kini Satria baru mengerti alasan David selalu memasang sorot mata berbeda saat melihat Mesya.     

"Dasar, Gadis Penipu! Bahkan kau mempermainkanku hanya demi pria yang jelas-jelas keluargamu sendiri!" teriak Satria.     

Wijaya tersenyum melihat pertengkaran mereka bertiga.     

"Drama cinta segitiga ya?" bicara Wijaya. Terlihat sekali jika dia sedang memiliki rencana buruk atas permasalahan, Mesya, Satria, dan David.     

Saat semua sedang lengah Wijaya meraih pisau yang terjatuh tadi, dan dia segera mengalungkan pisau itu di leher Mesya.     

"Haha! Bagaimana, Menantu Tersayang! Apa kau siap mati sekarang?'" bisik Wijaya dengan seringai seram.     

"Tolong lepaskan aku, Ayah! Aku mohon, Ayah!" pinta Mesya.     

"Akh, sial!" umpat Arumi.     

"Charles! Kau harus menyelamatkan putri kita, Charles!" printah Arumi.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.