Anak Angkat

Kebohongan Besar



Kebohongan Besar

0Wijaya terus menjelek-jelekkan Mesya di depan Satria, agar putranya itu tidak mempercayai semua yang di katakan oleh Mesya.     

Tentu saja Wijaya tidak rela apabila Satria berbalik membencinya karna tahu rahasia yang sebenarnya, dan Nadia adalah ibu kandungnya. Selama ini Wijaya sudah menyimpan rapat-rapat atas kebohongan itu, dan kini Mesya malah membongkarnya.     

Satria tidak menyangka jika mantan istrinya itu berani bercerita kepada orng lain, dan bahkan dia malah membantu Mesya untuk melancarkan aksinya.     

"Satria, gadis ini sangat pandai berbohong, bahkan kita saja sampai hancur begini atas kebohongannya!" ujar Wijaya.     

"Tolong diam! Tuan Wijaya!" bentak Mesya.     

"Kau yang harus diam! Gadis Culas!" sahut Wijaya. Lalu Wijaya kembali berbicara dengan  Satria.     

"Dengar apa yang Ayah katakan, Satria! Perlu kau ingat! Jika Mesya, itu tidak mencintaimu! Dia pura-pura tergila-gila kepadamu karna dia ingin menghancurkan kita! Dan kau lihat, 'kan? Kita sekarang benar-benar hancur, dia mencuri Kitab  Kuno itu lalu menyekap kita!" ujar Wijaya.     

Buak!     

Arumi pun melayangkan pukulan yang tepat mengenai kepala Wijaya.     

"Rasakan itu!" ujarnya dengan puas, "aku tidak suka kau menjelek-jelekkan anakku!" ujar Arumi.     

"Bu Arumi! Kenapa kau memukul ayahmu! Kenapa kau tidak memukulku saja!?" teriak Satria, "aku bilang lakukan apa yang ingin kalian lakukan kepadaku! Tapi tolong jangan sakiti ayahku!" pinta Satria.     

"Maaf, Satria! Target utama kami adalah ayahmu, walau pada akhirmya kau juga akan menjadi sasaran kami. Tapi siksaan itu kami utamakan kepada ayahmu!" ucap Arumi dengan  tegas bibirnya menyeringai.     

Mesya tak kuasa menahan tangis mendengar permohonan Satria, dia begitu menyayangi sang ayah, bahkan dia sampai rela mengorbankan dirinya untuk keselamatan sang ayah. Padahal selama ini ayahnya hanya memperalat dirinya. Tapi Mesya tahu betul perasaan Satria, meski dia tahu jika ayahnya sangat buruk tapi tetap saja, kasih sayang seorang anak pada ayahnya tidak akan berubah.     

"Kak Satria, percaya denganku, jika Bu Nadia, itu adalah ibu kandungmu!" tegas Mesya.     

"Bagaimana aku bisa percaya jika aku tidak bertemu langsung dengan beliau?" tanya Satria. "Benar apa kata ayahku! Bisa saja kalau sebenarnya kau itu hanya berbohong kepadaku!" cerca Satria dengan ekpresi yang malas.     

"Percaya kepadaku, Kak! Bu Nadia, yang mengatakan langsung kepadaku!" ucap Mesya, dan masih berusaha meyakinkan Satria. "Kau tahu, 'kan jika Bu Nadia, itu wanita yang baik, dan tidak pernah sekalipun berbohong kepada kita?"     

Arumi kembali mendekat, dan dia menarik tangan  putrinya.     

"Sudahlah, Sayang! Jangan hiraukan dia! Percaya atau tidak terhadap ucapanmu, hal itu tidak akan mengubah keadaan! Karna kami tetap akan membunuhnya!" ujar Arumi.     

Mesya menggelengkan kepalanya sambil menangis.     

"Tidak, Bu! Ibu, tidak boleh membunuhnya! Jangan jadikan Kak Satria, sebagai tumbal! Semua ini salah, Tuan Wijaya! Dia saja yang dijadikan tumbal!" pinta Mesya.     

"Sudah, jangan berbicara yang tidak-tidak! Ayo kita keluar dari tempat ini sekarang juga!" ajak Arumi.     

Wanita itu menarik tangan putrinya dengan paksa, dan Mesya akhirnya keluar dari ruangan diikuti Charles yang berjalan di belakangnya.     

Tak lupa mereka mengunci rapat ruang rahasia itu.     

Kini hanya ada Satria dan Wijaya, itupun Wijaya juga masih belum sadarkan diri.     

Suasana dalam ruangan itu kembali senyap. Satria memandang kearah sang ayah yang masih pingsan dengan luka di kepala, bahkan perutnya yang kemarin terkena tusukan pisau dari Mesya pun juga masih meninggalkan jejak darah. Satria bisa membayangkan betapa sakitnya luka itu yang belum mengering sama sekali.     

Satria hanya bisa merenung.     

Dan tak tega melihat sang ayah seperti ini.     

Walau dia tahu ayahnya  adalah orang yang sangat kejam.     

Entah berapa orang yang sudah ia bunuh selama ia hidup, tentu saja jumlahnya pun sudah tak terhitung lagi.     

Apa yang Wijaya rasakan saat ini belum sepadan dengan apa yang telah ia perbuat.     

Meski dia masih meragukan ucapan Mesya, tapi Satria juga mulai ragu dengan penjelasan sang ayah.     

Bisa saja jika memang ayahnya berbohong atas kematian sang Ibu.     

Berbohong atas kematian seseorang bukanlah sesuatu yang besar bagi Wijaya, dibanding membunuh orang dengan cara yang sadis.     

'Apakah, Bu Nadia, itu memang benar-benar ibuku?'     

'Kalau benar-benar dia ibuku, lalu kenapa ayah merahasiakannya? Dan kenapa dia sampai menjadkaran, Bu Nadia, sebagai budak?'     

'Aku tahu, Bu Nadia, bekerja di rumah kami itu karna terpaksa, karna mana mungkin ada orang yang mau memasak daging manusia setiap hari. Terlebih Bu Nadia, juga tak menyukainya, dia vegetarian. Dan dia bukan bagian dari kami?'     

'Ayah yang sudah memaksanya, tapi anehnya dia tak sedikitpun berusaha untuk pergi?'     

'Yah, aku tahu itu karna ayah selalu memaksanya, atau mungkin ayah juga mengancamnya,'     

'Mesya memang berbohong soal perasaan kepadaku, tapi aku yakin dia tidak berbohong dengan ucapannya tentang Bu Nadia, walau aku masih  ragu ....'     

Pagi itu terasa seperti malam, suasana yang gelap dalam ruangan tanpa sentuhan cahaya.     

Mereka tidak menyalakan lampu dalam ruangan itu, sehingga membutakan Satria dan Wijaya terdiam salam kegelapan.     

Perasaan Satria semakin berkecamuk, dia masih ragu dengan pernyatannya Mesya tentang ibu kandungnya, tapi dia juga masih memikirkan keadaan sang ayah.     

Dia tidak tega melihatnya, walau selama ini ayahnya juga sangat kejam terhadapnya.     

Sejak kecil ayahnya selalu mendidiknya secara kasar.     

Tak jarang Satria menerima perlakuan kasar apabila dia bertingkah tidak sesuai dengan kehendak sang ayah.     

Bahkan tak ada sedikitpun prilaku sang ayah yang pantas untuk ia contoh, hanya saja dia dipaksa untuk melalui apa yang ayahnya inginkan, dengan berbagai ancaman apabila dia tidak menurutinya, termasuk membunuh orang.     

Dia hanya mengenal ayahnya seumur hidupnya.     

Oleh karna itulah seburuk apapun sang ayah, tetap saja dia menyayanginya, karna di dunia ini hanya sang ayah yang ia miliki.     

Tapi kalau seandainya benar apa yang dikatakan oleh Mesya, bahwa sang Ibu masih hidup, maka sudah pasti Satria akan sangat kecewa kepada Wijaya. Bahkan mungkin akan membencinya.     

Bukan hanya perlakuan buruk yang ia dapatkan, tapi juga kebohongan.     

Satria sangat membenci kebohongan, dan dia tidak akan mentoleransi pada orang yang sudah melakukan kebohongan besar terhadapnya, termasuk Mesya. Dan mungkin jika benar Nadia adalah ibu kandungnya maka Satria juga akan membenci Wijaya sama hal membenci Mesya saat ini.     

'Kenapa hidupku itu penuh drama? Kenapa aku harus memiliki Istri, dan Ayah, yang hanya memanfaarkanku?' bicara Satria di dalam hati     

Dan perlahan-lahan, kedua mata Wijaya mulai mengernyit.     

Dia kembali tersadar, kalau saja tangannya tidak terikat pasti dia akan meraba keningnya yang terluka.     

"Akh, sialan! Kenapa sakit sekali?!"  umpatnya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.