Anak Angkat

Pengagum Arthur



Pengagum Arthur

0Suasana sekolah sudah tampak sepi, Arthur keluar dari dalam ruangnya.     

Dia melangkah melewati koridor sekolah.     

Tak sadar jika ada yang sedang mengintainya di belakang.     

Risa, dia mengendap-endap di sudut tembok, wanita cantik dengan tubuh langsing dan berkulit putih ini mulai keluar, dia menatap kepergian Arthur.     

Bibirnya mengembangkan sebuah senyuman.     

"Pak Arthur, benar-benar sangat tampan, dan gagah, bahkan aku jatuh cinta pada pandangan pertama," gumamnya.     

Mata wanita itu masih mengarah pada langkah Arthur yang kian menjauh.     

"Tapi sayangnya, dia sudah beristri," Risa  manundukkan kepalanya dengan perasaan kecewa.     

"Tapi aku tetap menyukai, Pak Arthur, tidak apa kalau aku tidak bisa memilikinya, tapi setidaknya aku tetap bisa bersamanya," bicara Risa.     

Dan wanita itu kembali tersenyum. Sebuah senyuman yang menggambarkan betapa indahnya sosok Arthur di matanya, dia tidak tahu jika, di balik sikap Arthur yang terlihat baik, yang serasi dengan wajah tampannya itu adalah seorang, Pembunuh Berdarah Dingin.     

Risa menaruh perasaan sukanya, pada pria itu lebih dalam. Tak peduli meski Arthur sudah beristri.     

Puas memandangi Arthur,  Risa pun juga bergegas meninggalkan area sekolah.     

*****     

Hari ini tepatnya, Arthur sedang mengantarkan Celine untuk berbelanja di sebuah supermarket.     

Dan di dalam supermarket itu, ternyata juga ada Risa yang tengah berbelanja.     

Perempuan itu menangkap kehadiran Arthur, betapa bahagianya dia saya mengetahui pria yang ia kagumi berada di tempat yang sama dengannya.      

Tentu saja melihat hal itu Risa tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk dapat berinteraksi dengan Arthur.     

"Pak Arthur?" Dia bergumam, "apa aku hampiri saja ya?" Dan tanpa berpikir panjang Risa berjalan hendak menghampiri Arthur.     

Tapi langkahnya terhenti saat melihat seorang wanita hamil berada di samping Arthur.     

"Si-siapa, dia?" Kedua mata Risa membulat sempurna.     

"Apa jangan-jangan wanita itu istrinya, Pak Arthur?" Risa berdiri sambil menatap kebersamaan Arthur dengan istrinya, tak satu langkah pun dia berpindah tempat.     

Dia menatap kemesraan Arthur dan Celine, sehingga membuat hati Risa kian cemburu.     

"Andai saja, yang sedang bersama, Pak Arthur, itu aku," gumamnya dengan tatap lesuh.     

***     

"Celine, apa lagi yang belum dibeli? Coba ingat-ingat kembali agar tidak ada yang tertinggal," ucap Arthur.     

"Sebentar, aku ingat-ingat dulu ya," Celine menghentikan langkahnya sambil berdiri dan bertopang dagu.     

"Ah, iya! Minyak goreng! Aku hampir melupakannya!" ucap Celine.     

"Yasudah kamu tunggu di sini  biar aku yang mengambilnya di sana!" ucap Arthur.     

"Tapi aku juga ikut, Artur,"     

"Tidak usah, kamu istirahat saja, nanti kalau hanya berjalanan kamu. Kecapean, dan kakimu bisa membengkak lagi," ucap Arthur.     

"Tapi—"     

"Sudah, kamu duduk di sini," Arthur menyuruh Celine duduk di atas kursi, yang kebetulan tergeletak di tempat itu. Seprtinya kursi milik seorang karyawan, yang tadinya dipakai untuk menata barang. Celine pun menuruti perintah Arthur.     

"Selain minyak goreng apa lagi?" tanya Arthur.     

"Jangan lupa saus, dan juga beberapa bungkus mie instan rasa apa saja!" jawab Celine.     

Arthur mengangguk paham kamudian dia mencari barang yang sedang diminta oleh istrinya.     

Sambil mendorong troli belanjaan Arthur menghampiri rak berisi minyak gorengan, yang letaknya agak jauh dari tempat duduk Celine.     

Risa masih memandang mereka secara diam-diam. Dan dia begitu kagum dengan sikap Arthur, pria itu benar-benar sosok suami yang sempurna. Hal inilah yang membuat Risa begitu iri pada Celine.     

Menurutnya Celine jauh lebih beruntung dibandingkan dirinya.     

"Pak Arthur, berjalan kesana, mungkin aku bisa mendekatinya di luar sepengetahuan sang istri," gumam Risa seraya berjalan mendekati Arthur.     

Wanita itu berpura-pura mencari barang yang sama dengan barang yang dicari oleh Arthur.     

"Eh, Pak Arthur?" sapa Risa dengan ramah.     

"Bu Risa, sedang apa di tempat ini?" tanya Arthur.     

"Tentu saja saya sedang berbelanja, Pak! Ini, 'kan supermarket!" jawab Risa.     

"Ah, iya saya lupa," ucap Arthur.     

"Pak Arthur, lagi belanja juga?" tanya Risa berbasa-basi.     

"Tentu saja, memangnya apa lagi?" sahut Arthur, "yasudah saya permisi dulu ya, Bu Risa" ucap Arthur, dia meraih satu kemasan minyak goreng dan berlalu pergi begitu saja.     

Risa pun tampak  sedikit panik, dia seolah tak rela bila Arthur meninggalkanya, dengan secepat kilat dia mencari ide untuk membuat Arthur lebih lama bersamanya.     

"Pak, boleh saya minta tolong sebentar?" teriak Risa.     

"Bu Risa, ingin meminta tolong apa?" tanya Arthur.     

"Bisa tolong ambilkan  minyak yang ada di atas sana!" Risa menunjuk sebuah minyak goreng kemasan yang terletak di rak paling atas.     

"Kenapa harus ambil yang itu? Bu Risa, bisa mengambil di rak yang paling bawah, 'kan?" tanya Arthur.     

"Tapi saya ingin yang itu Pak!" jawab Risa.     

"Iya, tapi apa alasanya? Mereknya, 'kan sama?" tanya Arthur.     

"Alasanya, karna minyak yang paling atas itu biasanya lebih bagus dari minyak kemasan yang ditaruh pada rak paling bawah!" jawab Risa asal-asalan, dia hanya memberikan alasan yang mengada-ada saja.     

Arthur mengernyitkan keningnya.     

"Kalau begitu sebaiknya, Bu Risa, meminta tolong pada karyawan yang bekerja di tempat ini saja," ucap Arthur dan setelah itu dia meninggalkan Risa, dan berjalan menghampiri Celine.     

'Sial! Dia tidak peduli dengan kesulitanku!' bicara Risa di dalam hati.     

Dia sangat kesal dengan sikap Arthur yang sangat acuh kepadanya.     

Padahal dia sudah berusaha bersikap ramah pada Arthur.     

'Mungkin aku tadi kurang bagus saja saat berakting, mungkin lain kali aku harus mencari cara yang lebih natural, untuk mendapatkan simpati dari, Pak Arthur,' Risa tersenyum dengan penuh percaya diri.     

***     

Setelah di parkiran mobil, kembali Risa melihat Arthur dan istrinya. Risa memperhatikan pasangan itu dengan seksama. Tampak Arthur yang dengan sikap, membantu sang istri memasukan semua barang belanjaannya di dalam mobil.     

Dalam bayangannya Risa, Celine adalah dirinya yang sedang hamil, dan sedang diperhatikan Arthur sepenuh hati.     

Tak sadar bibir gadis itu tersenyum.     

Perasaannya dengan Arthur kian semakin membesar, dan hal itu membuatnya yakin jika Arthur memang benar-benar jodohnya.     

"Dia memang sudah beristri? Tapi bukan berarti aku tak jodoh dengannya, 'kan? Bisa saja suatu ketika istrinya meninggal saat melahirkan, atau mungkin jika dia tidak meninggal ... aku bisa membuatnya meninggal,"  Wanita itu bermonolog di depan area parkir kendaraan.     

Setelah itu Celin, dan Arthur, mulai melesat meninggalkan area parkir supermarket itu.     

Kini Risa memasang bibir cembetut.     

"Ah, dia sudah pergi ... padahal, 'kan aku masih ingin melihatnya ... eh, tidak apa-apa, besok aku masih bisa bertemu dengannya di sekolah," Risa tersenyum.     

"Kalau, Pak Arthur, tidak mau kubawakan kue, aku bisa mencari cara lain untuk  tetap dekat bersamanya," bicaranya penuh yakin.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.