Anak Angkat

Perpisahan Dengan Satria



Perpisahan Dengan Satria

0Mesya dan David, terus mengancam Arumi dan Charles, untuk menggagalkan ritual mereka apa bila tidak menuruti permintaan David dan Mesya.     

Dan kalimat yang di ucapkan oleh Mesya itu membuat Arumi berpikir ulang, untuk menjadikan Satria sebagai tumbal.     

Karna hal itu tak berarti apa-apa bagi Wijaya, pria itu tak peduli dengan nasib sang putra.     

Dia hanya memikirkan dirinya sendiri.     

Bahkan di saat dia yang sudah tak berdaya seperti ini saja, Wijaya masih tetap berusaha untuk melarikan diri, dan terus berbicara dengan sombong, yang membuat Arumi kian geram. Membiarkan Wijaya hidup lebih lama lagi, justru akan membuat Arumi semakin emosi.     

***     

Bulan purnama akan segera usai, jika pagi tiba maka rencana mereka akan gagal, dan menunggu di bulan berikutnya.     

Tak ada pilihan lain dan satu-satunya cara untuk membuat Lizzy kembali normal adalah nengorbalan Wijaya.     

Dia tak bisa menjadikan Satria sebagai korban, karna Arthur, Mesya, dan David, terus menghalang-halanginya. Charles dan Arumi kawalahan untuk melawan ketiga anaknya itu.     

"Baiklah! Singkirkan pemuda ini, dan taruh si Tua Bangka, itu ke atas tempat khusus, Charles!" perintah Arumi.     

Mendengarnya Mesya tersenyum bahagia, karna dia berhasil menyelamatakan Satria.     

Tapi Charles, tampak sedikit keberatan dengan keputusan sang istri.     

"Sayang, kenapa kau malah membiarkan di lepas begitu saja?" tanya Charles.     

"Charles! Biarkan saja, yang terpenting putri kita Lizzy, akan segera kembali normal. Kau juga sudah tak sabar melihat senyumannya, 'kan?" tukas Arumi.     

"Baiklah kalau begitu, aku akan menghargai keputusanmu, Sayang," ucap Charles.     

Kini mereka menurunkan Satria dari ranjang khusus, dan menggantikannya dengan Wijaya.     

Tentu saja pria itu meronta-ronta karna tak terima dia akan dijadikan tumbal, sebagai pengganti Satria.     

"Tolong lepaskan aku!" teriak Wijaya.     

"Diam kau, Bedebah!" bentak Arumi.     

Wijaya masih meronta-ronta di atas ranjang khusus, tapi tenaganya tidak akan cukup untuk membebaskan dirinya sendiri.     

Sementara itu Mesya melepaskan rantai di bagian kaki Satria, dan dia mengantarnya ke luar.     

Satria masih pasrah, dia mengikuti ajakkan Mesya, tanpa bicara apapun.     

David melihat Mesya yang pergi keluar bersama Satria, dengan perasaan yang sedikit cemburu, tapi dia berusaha untuk menahannya, karna David yakin jika Mesya akan menyelesaikan masalahnya bersama Satria sekarang, dan untuk sekedar mengatakan salam perpisahan bagi David tak masalah.     

Apalagi mereka sempat hidup bersama selama beberapa bulan. Wajra saja kalau mereka ingin mengenang sesaat masa kebersamaan mereka sebelum pada akhirnya berpisah.     

David juga tak berpikir jika Satria akan berbuat jahat kepada Mesya, untuk membalaskan dendam sang ayah yang akan dijadikan tumbal, karna David tahu jika Satria orang yang baik.     

Dan dia sangat mencintai Mesya seperti David yang mencintai Mesya.     

Sebagai pria yang mencintai seorang wanita pasti tidak akan melakukan hal buruk pada wanita yang ia cintai.     

***     

Di luar gerbang, Mesya melepaskan Satria, dia membuka kunci borgol yang masih melekat di tangan Satria.     

"Sekarang, Kak Satria, bisa bebas," ucap Mesya.     

"Terima kasih," jawab Satria dengan datar, tidak seperti beberapa hari lalu Satria tampak agresif dan marah kepada Mesya, bahkan tak sudi untuk keluar dari rumah ini tanpa keikutsertaan ayahnya, tapi kali ini Satria lebih kalem, dan nampaknya dia menyukai kebebasannya. Mungkin karna dia yang mulai sadar jika dia tetap harus hidup untuk ibunya. Karna mengorbankan jiwa hanya demi ayahnya akan sia-sia, akan lebih baik jika dia tetap hidup dan menjadi lebih berguna, serta membahagiakan sang ibunya.     

Ini saatnya untuk berbakti kepada sang ibu, dan menebus segala kesalahannya yang selama ini menganggap ibunya sendiri sebagai Pembantu.     

"Kak, aku ingin bicara sebentar," ucap Mesya.     

"Kau ingin bicara apa lagi?" tanya Satria.     

"Aku ingin minta maaf," jawab Mesya.     

"Bukankah kau sudah berulang kali mengatakannya?"     

"Iya," Mesya menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu kau tidak perlu mengulangi perkataan itu, aku sudah memaafkanmu," jawab Satria.     

"Satu lagi," kata Mesya.     

"Apa?" tanya Satria.     

"Tolong sampaikan salamku pada, Bu Nadia, dan samapaikan ucapan terima kasihku kepadanya," ucap Mesya.     

Satria menjawabnya dengan anggukan kepala. Pria itu melanjutkan langkah kakinya, lalu Mesya kembali menghentikannya.     

"Kak!" panggil Mesya.     

Satria kembali berhenti, dia menoleh ke arah Mesya.     

"Ada apa lagi?" tanyanya. Meaya berlari, dan segera memeluk Satria. Dalam pelukan pria itu dia menangis sejadi-jadinya.     

"Terima kasih untuk semuanya, Kak! Karna sudah mencintaku dengan tulus. Aku tidak akan melupakanmu, dan aku selalu mendoakan agar, Kak Satria, selalu bahagia, dan mendaptkan wanita yang seribu kali lebih baik dariku. Aku ingin bertemu lagi nanti, saat, Kak Satria, sudah hidup bahagia dan sampai lupa akan kejadian ini," ucap Mesya.     

Satria tersenyum, di balik pelukan gadis yang pernah ia cintai itu.     

"Sama-sama, Mesya, aku juga bersyukur bisa bertemu denganmu ... walaupun samua terasa menyakitkan, tapi setidaknya, aku bisa terlepas dari ayahku, dan aku bisa bertemu dengan ibu kandungku yang sudah bertahun-tahun menderita," ucap Satria.     

Mendengar ucapan Satria, membuat Mesya sangat bahagia. Ini artinya Satria benar-benar sudah memaafkannya.     

"Mesya, aku juga ingin bertemu denganmu lagi, setelah kau hidup bahagia bersama David, pria yang sangat kau cintai. Aku ingin kita bertemu dalam keadan yang baik pula, dan tanpa ada drama masa kelam yang pernah kita alami ini," ucap Satria.     

Setelah itu mereka saling melepaskan pelukan masing-masing.     

"Mesya, boleh tidak untuk yang terakhir kalinya aku menciumu?" tanya Satria.     

Mesya sedikit ragu untuk mengiyakan permintaan Satria, tapi dia tetap menurutinya.     

Lagi pula ini adalah ciuman yang terakhir. Kemudian Mesya mengagukkan kepalanya.     

"Iya," jawabnya seraya memejamkan mata, dan bersiap menerima kecupan hangat untuk yang terakhirnya kalinya dari Satria.     

Tanpa menunggu lama pria itu mengecup bibir Mesya dengan penuh perasaan cinta.     

Dia mengingat saat-saat kebersamaannya dengan Mesya selama beberapa bulan ini. Satria akan memastikan bahwa kecupan ini tidak akan terulang kembali sampai kapanpun. Dia sudah mengiklaskan Mesya bersama dengan David.     

Ini namanya Cinta yang sesungguhnya, dia akan merelakan wanita yang ia cintai, untuk hidup bahagia, meski dengan pria lain.     

Beberapa detik kemudian, Satria melepaskan ciuman itu.     

Dan dia mengusap sesaat bagian atas rambut Mesya, sebelum pada akhirnya dia berlalu pergi.     

Ini adalah perpisahan yang menyakitkan, sekaligus membahagiakan.     

Mesya sangat bersedih karna harus kehilangan Satria.     

Tapi dia juga bahagia, karena Satria meninggalkanya dalam keadaan tanpa dendam. Dan dia juga bisa melanjutkan hidupnya bersama David dengan tenang.     

Dan yang terpenting dia, dan David, serta Arthur, akan terbebas dari keluarga Davies.     

Keluarga yang sudah mengekang mereka selama bertahun-tahun.     

Walau sejujurnya Mesya masih ragu, orang tuanya benar-benar akan menepati janjinya atau tidak?     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.