Anak Angkat

Ibu



Ibu

0Setelah terbebas dari keluarga Davies, Satria pun kembali ke rumah ayahnya untuk menemui sang Ibu.     

Dengan langkah tertatih, dia berjalan memasuki gerbang.     

Tak sabar rasanya untuk segera bertemu sang ibu.     

Sekarang dia sudah berdiri tepat di depan pintu, tangannya hendak menekan bel pintu.     

Tapi belum sempat menekan belnya, Nadia sudah datang menghampirinya. Wanita itu baru saja pulang dari pasar.     

Dia kaget dengan kedatangan Satria yang secara tiba-tiba.     

Padahal Nadia sudah mulai putus asa, dan berpikir jika mungkin dia sudah kehilangan putranya untuk selamanya. Kecurigaan itu bukan tanpa dasar, karna sudah beberapa hari dia tak mendapat kabar baik dari Satria, maupun Wijaya.     

Mereka bak hilang di telan bumi.     

"Tuan Muda Satria!" panggil Nadia seraya berjalan mendekat.     

Tanpa berbasa-basi sedikitpun Satria langsung memeluk Nadia dengan erat, dan dia menangis sejadi-jadinya dalam pelukan sang Ibu.     

"Ibu, maafkan aku," ucapnya dengan isak tangis dan derai air mata.     

"Ibu?" Nadia kaget mendengar Satria memanggilnya dengan sebutan, 'Ibu'     

"Ibu, kenapa Ibu tidak bilang sejak dulu? Kalau ibu telah dijadikan Pembantu oleh ayahku?! Kenapa Ibu juga tidak jujur kepadaku, jika kau adalah Ibu kandungku?!" tanya Satria secara beruntun, dan suaranya juga terdengar seperti orang yang sedang marah.     

Memang dia sangat marah tapi bukan kepada ibunya. Melainkan Satria marah dengan sang ayah. Karna ayahnya tega menjadikan wanita yang sudah melahirkan ini menjadi seorang Pembantu.     

Andai saja dia tahu sejak dulu, mungkin Satria sudah meninggalkan ayahnya, dan memulai hidup baru bersama sang Ibu.     

Dan tentu saja, Satria juga tidak akan mau menjadi Pembunuh, seperti saat ini.     

Dia hidup sesat karna pengaruh sang Ayah, Satria tak bisa menolak, karna sejak kecil selalu diancam oleh Wijaya. Lagi pula dia juga tidak bisa meninggalkan sang Ayah karna Satria merasa hanya memiliki Wijaya di dunia ini. Yang menjadi satu-satunya keluarganya. Sehingga dia sangat bergantung pada Wijaya, dan menganggap Wijaya adalah segalanya dalam hidupnya.     

Setelah dia tahu cerita yang sesungguhnya, kini Satria berbalik membenci sang Ayah.     

"Satria, apa kau sudah tahu semuanya?" tanya Nadia.     

"Iya, Bu! Aku sudah tahu! Mesya yang sudah memberitahuku," jawab Satria.     

Nadia tersenyum, dengan derai air mata bahagia.     

"Sayang, Ibu tidak menyangka, jika pada akhirnya kita bisa bertemu lagi, dan kau manggilku dengan sebutan, 'Ibu', Sayang," Nadia melepas pelukannya, lalu meraba wajah putranya dengan kedua tangan.     

"Ibu, tidak tahu harus berkata apa untuk mengungkapkan rasa bahagia ini ...." Nadia tersenyum lagi.     

"Tapi ...." Nadia melirik di sekujur tubuh Satria yang penuh dengan luka. Seketika raut bahagia itu berubah menjadi panik.     

"Tubuhmu penuh luka, Nak," tukasnya.     

"Ayo masuk ke dalam rumah, Ibu akan mengobati seluruh luka-lukamu!" ajak Nadia agak tergesa-gesa.     

"Tapi Ibu, tidak perlu melakukan hal itu. Aku baik-baik saja, Bu!" ucap Satria.     

"Sudah ayo kita obati luka-lukamu!" paksa Nadia.     

Dia memapah tubuh Satria, dan membawanya masuk ke dalam rumah. Satria duduk di atas sofa, sementara Nadia menyiapkan kotak obat.     

Wanita itu dengan telaten membersihan luka-luka di tubuh Satria, dengan kapas serta cairan alkohol.     

"Apa terasa sakit?" tanya Nadia.     

Satria menggelengkan kepalanya.     

"Tidak," jawabnya.     

"Mungkin yang ini akan terasa sakit, Satria," Nadia membubuhkan obat pada permukaan luka.     

"Sakita ya?" tanya Nadia memastikan.     

"Bu, luka-luka itu tidak berarti apa-apa bagiku, dibandingkan rasa sakitku saat mengetahui, bahwa Ibu kandungku dijadikan Pembantu dirumahku sendiri," pungkas Satria.     

"Sayang, Ibu juga sakit hati karna dijadikan Pembantu oleh ayahmu, tapi rasa sakit hati itu sudah hilang dan terobati dengan perasaan bahagia, setelah kau datang," ucap Nadia.     

"Bu, kita harus segera meninggalkan kota ini," ucap Satria.     

"Kenapa? Apa kau takut kalau ayahmu akan menyakiti Ibu lagi?" tanya Nadia.     

"Tidak, Bu. Ayah tidak akan mungkin menyakiti Ibu lagi," jawab Satria.     

"Bagaimana bisa ... kamu seyakin ini? Jika ayahmu tidak akan menyakiti Ibu?" tanya Nadia. Dan dia belum tahu jika Wijaya sudah tewas.     

"Tentu saja, karna Ayah sudah meninggal, Bu," jawab Satria.     

"Meninggal?" Nadia terlihat syok.     

Dan Satria menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan sang Ibu.     

Dia menceritakan dengan detail, tentang kejadian yang telah ia lewati ketika berada di rumah keluarga Davies.     

Bukan hanya tentang penghianatan yang dilakukan oleh Mesya tapi, juga kebaikan yang dilakukan Mesya kepadanya, yaitu dengan mempertemukan dirinya dengan Nadia, dan membongkar kekejihan sang Ayah pada sang Ibu.     

Satria juga menceritakan, jika dia bebas juga karna Mesya, dan tak lupa Satria juga menceritakan jika saat dia pergi, tepat di saat itulah Wijaya dibunuh dan dijadikan tumbal untuk mengembalikan jiwa Lizzy.     

Tentu saja Nadia syok mendengar cerita itu, di sisi lain dia bahagia karna bisa bertemu dan memeluk Satria sebagai anak, tapi di sisi lain dia juga bersedih karna mendengar jika mantan suaminya itu telah meninggal. Meski Wijaya adalah orang yang sangat kejam, tapi bagaimana pun pria itu pernah menjadi orang yang sangat ia cintai.     

Dan berkat Wijaya pula dia melahirkan Satria.     

Kadang Nadia berpikir, andai saja Wijaya itu seorang pria yang baik hati, dan bukan penganut aliran sesat, mungkin sampai saat ini hubungan rumah tangga mereka masih baik-baik saja.     

Dan mereka akan hidup bahagia.     

Tapi sayangnya, Wijaya adalah lelaki yang kejam, serta tamak. Sehingga sifat buruknya itu yang telah menghancurkan semuanya, bukan hanya Nadia, dan Satria, tapi juga Wijaya sendiri.     

"Satria, Ibu sudah membersihkan lukamu dan mengobatinya, sekarang kau boleh istrirahat, Ibu akan membuatkanmu makanan dulu," ujar Nadia.     

"Terima kasih, Ibu," ucap Wijaya.     

"Iya, Sayang," Nadia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.     

***     

Satria kembali teringat dengan nasib sang Ayah. Dan rasa kasihan itu muncul lagi. Tapi Satria terus berusaha untuk melupakannya. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk hidup demi sang Ibu. Dan dia ingin berbakti pada sang Ibu dengan cara menjaganya.     

***     

Beberapa saat kemudian, Nadia membawakan makan siang untuk Satria.     

"Satria, ayo makan, Nak! Ibu sudah membuatkanmu sup," ucap Nadia.     

"Bu apa ini sup—"     

"Bukan, Nak! Itu bukan sup daging manusia! Itu sup ayam!" jawab Nadia.     

"Benarkah? Kenapa Ibu tidak—"     

"Ibu, tidak mau putra Ibu memakan daging itu! Ibu ingin agar kamu menjadi manusia biasa,"     

"Baiklah, Bu! Aku harap, Ibu tetap di sisiku jika aku sakit nanti," ucap Satria.     

"Tentu saja, Ibu akan selalu ada untukmu, Satria,"     

"Terima kasih, Ibu," ucap Satria     

Dan Nadia pun menganggukkan kepalanya.     

Sambil menyantap sup buatan sang Ibu, Satria mulai menceritakan tentang Mesya lagi.     

"Oh iya, Bu! Mesya titip salam untuk Ibu, dia sangat berterima kasih kepada, Ibu, karna sudah membantunya," tukas Satria.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.