Anak Angkat

Cucu Keluarga Davies



Cucu Keluarga Davies

0"Pak, ruangan, Bu Celine, sebelah sana!" ucap seorang Perawat menunjuk  kearah tempat di mana Celine  berbaring.     

Arthur pun berlari menuju tempat yang di tunjuk oleh Perawat itu.     

Ketika Arthur memasuki ruangan itu, tampak Celine yang tengah duduk seraya menyusui putra mereka.     

Kedua sudut bibir Arthur menggulum sebuah senyuman, pria itu menatap anaknya dengan seksama.     

Dia hampir tak percaya, jika dia sudah memiliki seorang putra.     

"Ini, benar-benar anakku?" tanya Arthur memastikan.     

"Tentu saja, kau baik-baik saja, Arthur?" tanya Celine.     

"Iya, aku sangat baik-baik saja!" jawab Arthur dengan tegas.     

"Syukurlah, tadi kata Dokter, kamu sempat pingsan setelah melihat putramu lahir, kenapa?" Celine ber tanya lagi.     

Arthur menghela nafasnya dengan pelan. Kemudian dia menceritakan alasannya pada Celine.     

"Celine, aku merasa sangat aneh dengan diriku sendiri, tiba-tiba aku lemas saat melihat darah, dan tangisan bayi itu membuat tubuhku tak berdaya hingga aku tak sadarkan diri," jelas Arthur.     

"Tapi bagaiman bisa begitu, Arthur? Itu terdengar sangat aneh. Padahal kau yang bilang sendiri jika kau dan keluargamu itu, Pem—"     

"Iya, aku tahu, Celine! Aku memang seorang Pembunuh! Melihat darah sudah menjadi makananku sehari-hari, tapi entah mengapa ketika melihat darah yang ini ... tenagaku seakan hilang," kata Arthur.     

Celine entah merasa senang atau bersedih.     

Arthur sampai pingsan karna takut melihatnya yang sedang melahirkan, itu artinya Arthur memang sangat mengkhawatirkan dirinya. Celine merasa tarharu.     

Dia mengusap wajah sang suami.     

"Terima kasih ya, Sayang, kalau sudah berusaha menjadi pria yang baik, dengan tetap berada di sampingku saat persalinan," ucap Celine.     

"Aku melakukan itu karena memang sudah menjadi tugasku, Celine." Jawab Arthur.     

Celine memindahkan tangannya, lalu dia meraba wajah putra kecilnya.     

"Kamu tidak ingin menggendong putramu?" tanya Celine.     

"Tentu saja!" ucap Arthur penuh semangat.     

"Ini," Celine meletakan bayi itu di tangan Arthur.     

Untuk pertama kalinya Arthur menggendong seorang bayi mungil, sepanjang hidupnya.     

Dia memandangi wajah si bayi yang masih tampak polos. Matanya tertutup, sedang tertidur pulas.     

"Sayang, Ayah berjanji akan selalu melindungimu, Nak! Ayah tidak akan pernah membiarkan  sipapun menyakitimu," ucap Arthur pada bayi mungil itu.     

"Sayang, panggil si Kecil, itu 'Langit' kita sudah bersepakat, 'kan untuk menamakannya itu?" ucap Celine.     

Arthur menganggukkan kepalanya.     

"Baiklah, Langit, nama kamu sekarang, 'Langit' kami langsung memberimu nama itu karna ibumu sudah merencanakan  ini sejak lama," ucap Arthur sambil tersenyum.     

"Langit, kamu dengar, 'kan ucapan ayahmu?" Celine mengelus atas kepala putranya.     

Hari ini menjadi hari yang bersejarah bagi Arthur, dan Celine. Sejak hari itu mereka sudah resmi menjadi orang tua. Putra yang telah di nanti akhirnya lahir dengan selamat.     

Tak ada harta yang paling berharga di dunia ini selain keluarga kecil yang bahagia.     

Celine merasa bangga memiki suami seperti Arthur. Terlepas dari masa laku Arthur yang cukup kelam.     

Celine tak peduli jika Arthur adalah seorang Pembunuh Berantai, dan Celine tak peduli jika Arthur dan keluarganya adalah para penganut aliran sesat, dan para Manusia Kanibal. Yang terpenting bagi Celine saat ini, Arthur selalu ada untuknya. Dan Arthur juga sudah berusaha untuk menjadi pria yang terbaik, bagi dirinya dan putra mereka.     

Meski tahu jika masa kelam Arthur tak bisa dimaafkan secara logika, nyatanya Celine sudah memaafkannya. Baginya setiap manusia memiliki kesalahan, dan memiliki kesempatan kedua untuk memperbaiki segala kesalahannya.     

Pria itu selalu menyayangi Celine dengan setulus hati, bahkan apapun yang diinginkan oleh Celine, Arthur selalu menurutinya.     

Celine berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia akan selalu mendampingi Arthur. Walau apapun yang akan menimpa Arthur kelak.     

***     

Di balik kebahagian mereka ada saja seorang Penguntit yang selalu iri dengan kebahagiaan mereka.     

Risa dialah orangnya, diam-diam dia sudah berada di rumah sakit.     

Dia memang hampir setiap hari memantau kehidupan Arthur dan Celine.     

Sehingga ketika Celine tengah menjalani  persalinan hari ini pun dia tahu. Bahkan mengikutinya sampai ke rumah sakit. Wanita itu sudah tidak memikirkan hal lain, dia hanya memikirkan Arthur. Dan dengan cara apapun dia harus mendapatkan Arthur tak peduli dengan dampak yang akan ia dapatkan dari perbuatannya ini.     

'Akhirnya, anak mereka terlahir juga!'  bicara Risa di dalam hati.     

'Tapi kenapa wanita itu tidak mati saat melahirkan?'     

'Padahal aku sudah berdoa, supaya dia mati saat melahirkan. Dan setelah itu aku akan menjadi Ibu Sambung, untuk anak itu!'     

'Ah, sial! Berarti kalau dia tidak mati sekarang dengan sendirinya, itu artinya aku harus membuatnya mati,' bicara Risa di dalam hati.     

Dia masih berdiri tepat di depan ruangan tempat Celine menginap. Sesekali matanya melihat ke jendela untuk mengintip Celine dan Arthur.     

"Aku benci mereka," gumamnya.     

Tapi saat dia akan melancarkan niatnya yaitu untuk mencelakai Celine, tiba-tiba ponselnya bergetar. Sebuah panggilan telepon.     

Setelah menerima telepon itu Risa bergegas pergi meninggalkan rumah sakit  nampaknya  ada hal yang jauh lebih penting.     

'Ah, sial! Aku harus pulang saat ini juga! Aku ada urusan penting, tapi ingat, Celine! Aku pasti akan kembali menemuimu dan membuat insiden kecil yang bisa membuat nyawamu melayang,' bicara Risa di dalam hati. Bibirnya tersenyum, kemudian wanita itu berlalu pergi.     

***     

Di kediaman keluarga Davies, tampak Arumi dan Charles, begitu pula dengan Lizzy. Mereka sedang asyik di ruang makan.     

Tiba-tiba sebuah panggilan masuk menggetarkan  ponsel  Charles.     

"Siapa yang menelponnya, Charles? " tanya Arumi.     

"Anak buahku," jawab Charles.     

"Mau apa mereka? Kenapa mengganggu sekali? Apa mereka tidak tahu kita sedang makan  siang?!" gerutunya Arumi yang tampak kesal. "Sabar, Sayang, mungkin ada berita penting," Charles mengangkat teleponnya.     

"Halo, ada apa?"     

[Tuan, kami memilki berita penting,]     

"Berita apa?!"     

[Putra Anda, Arthur Davies, barus saja menjadi seorang Ayah,]     

"Benarkah?!"     

[Iya, Tuan, saya akan segera mengirimkan alamatnya untuk, Anda!]     

Tak berselang lama sambungan telepon mereka terputus.     

"Charles, apa aku tidak salah dengar? Putra kita baru saja menjadi, Ayah?" tanya Arymi memastikan.     

"Iya, Sayang! Putra kita baru saja menjadi seorang, Ayah. Dan sekarang kita juga sudah menjadi Kakek dan Nenek!" jawab Charles.     

"Ayo kita kesana, Charles! Aku ingin melihat wajah cucuku, aku ingin memeluknya sebelum kita jadikan—"     

"Ibu, apa Kak Arthur, itu sudah menikah?" Lizzy bertanya, "kudengar kalian membicarakan soal cucu?"     

Arumi mendekati putrinya, "Iya, Sayang, kakakmu sudah menikah!" jawab Arumi.     

"Tapi kenapa dia tidak memberi tahu kita?"     

"Entalah! Ibu juga tidak tahu, tapi itu tidak penting, apa kau juga ingin ikut kami?" tanya Arumi pad Lizzy.     

"Maksudnya menemui, Kak Arthur?"     

"Iya, Sayang, tentu saja!"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.