Anak Angkat

Aksi Risa



Aksi Risa

0Mobil yang tengah dikendarai oleh Risa berhenti tepat di depan gerbang kediaman keluarga Davies.     

Risa masih terdiam, mematung, tapi netranya terus mengedar untuk melihat keadaan sekitar. Setelah di rasa sepi, Risa mulai menuruni mobilnya.     

Dia berani mendatang rumah keluarga Davies karena Risa sudah tahu jika rumah ini tak memiliki satu pun Petugas Keamanan. Yang artinya dia bisa keluar-masuk, sesuka hati.     

Tentunya sebelum datang ke rumah ini, Risa juga sudah mencari tahu terlebih dahulu.     

Dengan menginterogasi salah seorang Asisten Rumah Tangga, yang kebetulan hanya bekerja saat siang hari di rumah ini. Sehingga Risa menjadi paham peta, dan letak-letak dalam rumah ini.     

Dengan cara mengendap-endap Risa memasuki gerbang, anehnya gerbang rumah itu juga tidak di kunci, bahkan masih terbuka sedikit.     

"Wah, sepertinya alam semesta juga mendukungku untuk membunuh, wanita itu," gumam Risa sambil menyeringai.     

Dia melangkah masuk, dan berjalannya juga sangat berhati-hati serta penuh perhitungan. Dia tidak mau kedatangannya ke rumah ini akan diketahui oleh penghuni rumah.     

Kalau semua itu terjadi maka rencananya akan semakin berantakan.     

Namun saat Risa baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar seseorang yang tengah membuka pintu rumah.     

Risa segera mencari tempat persembunyiannya.     

Risa melihat secara diam-diam siapa yang baru saja keluar dari dalam rumah itu.     

Tak lama seorang pria paruh baya keluar dari dalam rumah itu.     

'Itu, 'kan, Pak Charles, ayahnya Arthur?' bicara Risa di dalam hati.     

Kedua mata Risa terus mengarah pada Charles, dia merasa penasaran dengan apa yang akan dilakuan oleh Charles malam-malam begini.     

Dan yang semakin membuat Risa heran adalah sebilah pisau yang ada di tangan Charles.     

Tingkah Charles juga terlihat aneh, tidak seperti Charles yang sedang ia lihat bersama teman-temannya pada saat acara pesta waktu itu. Karena saat itu Charles terlihat sangat sopan dan berwibawa. Lain halnya dengan tingkah Charles yang saat ini.     

Menurut Risa saat ini Carles bertingkah agak konyol.     

Pria itu tersenyum-senyum sendirian, bahkan dia bersiul-siul malam-malam begini.     

Benar-benar tidak ada sedikitpun wibawa yang terlihat.     

'Kenapa, Pak Charles, membawa pisau?'     

'Tidak mungkin, 'kan kalau dia memiliki niat buruk untuk membunuh orang sepertiku?'     

'Tapi, yang kulihat ini apa benar-benar Pak Charles ya?'     

Risa masih tak percaya dengan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.     

Di dalam hati Risa terus bertanya-tanya untuk mengetahui apa yang akan dilakukan Charles.     

Karena gelagat pria itu begitu mencurigakan.     

Kemudian Charles memasuki garasi untuk mengambil mobilnya dan berlalu pergi.     

"Ah, syukurlah, dia sudah pergi," Bicara Risa dengan nafas lega.     

Kalau Charles pergi ini artinya dia bisa dengan mudah menyusup ke dalam rumah. Terlebih pintu rumah itu tidak terkunci.     

Entah karena memang sengaja tidak dikunci, atau Charles saja yang lupa menguncinya.     

"Risa tidak perduli karena melihat hal itu. Yang terpenting bagi Risa, dia bisa masuk ke dalam rumah. Untuk melihat keadaan di rumah.     

Saat ia memasuki ruang tamu, keadan rumah itu benar-benar sangat senyap.     

"Jam segini memang waktunya orang tengah tidur lelap. Ya aku harap Arthur dan Celine, juga begitu," gumam Risa sambil tersenyum licik.     

Kemudian dia mulai menaiki tangga, karena dia juga tahu jika kamar Celine dan Arthur itu ada di atas.     

Ceklek ....     

Risa membuka pintu kamar Arthur dan Celine.     

'Astaga, mereka itu memang bodoh atau bagaimana sih?' Risa tersenyum.     

'Tadi pintu gerbang yang masih terbuka, kemudian pintu rumah juga tidak terkunci, dan sekarang kamar orang yang sedang ingin aku bunuh juga sedang tidak terkunci,' bicara Risa di dalam hati.     

Dia merasa hari ini mendapat banyak keberuntungan di tempat ini.     

Jalan untuk melaksanakan niat buruknya itu seakan dipermudahkan.     

Setelah membuka pintu kamar itu, tampak Celine yang tengah berbaring tanpa Arthur, dia hanya tidur sendirian. Di sampingnya ada sebuah kereta bayi.     

'Dimana, Arthur?' tanya Risa di dalam hati.     

'Ah, baiklah, untuk ke tahap ini jalanku juga terasa sangat mudah,'     

'Sepertinya malam ini jalanku itu benar-benar dipermudahkan ya, hehe,' Risa menyeringai     

"Aku yakin ini juga pertanda yang baik. Yah memang baik. Karena Arthur itu memang ditakdirkan untuk bersamaku. Kali ini aku benar-benar sangat yakin!" Risa tersenyum bahagia.     

Risa berdiri sambil memandangi Celine yang masih tertidur pulas.     

'Dasar, Wanita Manja! Kali ini aku akan melihat bagaimana akhirnya? Apa Arthur sanggup menyelamatkan hidupmu ini,' Risa kembali menyeringai lagi.     

Namun saat ia semakin mendekat, Risa mulai bingung.     

Dia tidak tahu harus membunuh Celine dulu, atau membunuh putranya terlebih dahulu.     

Mereka tidur bersebelahan. Kalau membunuh bayi itu, maka Celine bisa gila. Tapi kalau membunuh Celine dulu dendamnya juga langsung terbalaskan.     

'Aku pilih yang mana ini?' bicara Risa di dalam hati.     

'Ah, sebaiknya aku membunuh Celine dulu, karena Wanita Jalang, ini sudah merebut jodohku!'     

'Sedangkan anaknya, bisa aku. Jadikan anak tiri nanti"     

Risa sudah mengangangkat gagang pisaunya, dia hendak menghunjamkan ke tubuh Celine, tapi tiba-tiba saja, ada seseorang yang menutupi mulut Risa dari belakang.     

Kemudian orang itu menyeretnya menuruni tangga. Risa menggeliatkan, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena seseorang yang telah menyeretnya itu terlalu kuat. Benar-benar tidak sepadan dengan tubuh mungilnya.     

Dia membawa Risa berhenti di sebuah gudang yang sangat gelap.     

Kemudian orang yang telah membawanya itu mulai membuka topeng yang melekat di wajah Risa.     

Setelahnya si Pria itu menyeringai dengan seram di hadapan Risa.     

"Sudah permainanya, dan sekarang sudah saatnya kamu pulang," ujar Arthur.     

Yah pria itu adalah Arthur. Diam-diam dia yang menyeret tubuh Risa untuk turun ke bawa.     

"Arthur?" tanya Risa.     

"Halo, Risa?" sapa balik Arthur.     

"Arthur, maafkan aku ya,"     

"Maaf? Kau akan membunuh istriku lalu kau meminta maaf?"     

"Arthur, kenapa kamu melakukan hal ini kepadaku?" protes Risa. "Tolong maafkan aku," pinta Risa.     

"Sepertinya aku harus memberikanmu pelajaran, Risa," sahut Arthur.     

Risa benar-benar ketakutan, dia tidak menyangka jika aksinya malah ditangkap basah oleh Arthur.     

"Cepat tinggalkan tempat ini serta berjanjilah untuk tidak mengulangi perbuatanmu!" sergah Arthur.     

"Atau kau ingin aku membunuhmu?" tanya Arthur dengan suara yang mengintimidasi     

Tapi alih-alih segera pergi Risa malah merengek lagi kepada Arthur.     

"Pak Arthur, aku mohon maafkan aku, Arthur! Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi," pinta Risa.     

"Baiklah, aku akan melepaskanku sekarang tapi tolong jangan sampai membuat masalah lagi, walau sedikitpun kepada kami," ujar Arthur.     

"Baiklah Pak Arthur, aku berjanji." Ujar Risa, "tolong jangan membenciku, ya," pinta Risa.     

"Cepat pergi! Sebelum aku berubah pikiran!" bentak Arthur.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.