Anak Angkat

Dipecat



Dipecat

0Risa berlari keluar dari dalam rumah keluarga Davies.     

Kali ini Risa benar-benar ketakutan.     

Dia pikir Arthur benar-benar akan membunuhnya saat ini juga.     

Tapi ternyata tidak, sebenarnya Risa merasa heran dengan keputusan Arthur untuk melepaskannya.     

Bahkan Risa berpikir jika Arthur melakukan hal itu karena Arthur masih kasihan kepadanya, bahkan Risa juga sempat berpikiran jika Arthur melepaskannya karena Arthur diam-diam menyukainya sehingga tidak mau membunuh Risa.     

Ceklek!     

Vroom!     

Risa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.     

"Sial! Sial! Kenapa aku gagal lagi sih!" ujarnya penuh amarah.     

"Padahal langkahku untuk membunuh Celine itu tinggal sedikit lagi!"     

"Kalau saja Arthur tidak datang, pasti aku sudah menghabisi Celine saat itu juga!" dumal Risa dengan raut wajah yang sangat kesal.     

Dia kecewa dengan dirinya sendiri, yang tak berhasil membunuh Celine.     

Padahal ini sudah ia rencanakan sejak lama. Terlebih tadi Arthur yang langsung memergokinya, hal ini bisa membuat Arthur semakin membenci Risa.     

***     

Ketakutan yang dirasakan oleh Risa hanya sesaat, selanjutnya dia kembali menjadi Risa yang tergila-gila dengan Arthur dan kembali mengejar Arthur.     

Hanya sebuah gertakan tak berarti apa-apa bagi Risa.     

Pagi ini pun Risa mengulangi tindakannya yang sempat ia hentikan beberapa hari yang lalu.     

Yaitu menunggu Arthur datang dengan duduk di depan koridor sekolah.     

Kejadian semalam bisa ia jadikan alasan bagi Risa, untuk mendekati Arthur, dengan berpura-pura meminta maaf kepada Arthur.     

Selanjutnya dia bisa mengobrol lebih lama dengan Arthur     

Yah ... meski hanya mengobrol saja, Risa sudah cukup senang.     

"Ah, itu dia mobilnya," ujar Risa seraya tersenyum untuk menyambut kedatangan Arthur.     

Kemudian Arthur turun dari mobil, suasana hatinya mendadak buruk saat ia mendapati keberadaan Risa.     

"Ah, Wanita Jalang, itu lagi," gumamnya.     

Arthur tak habis pikir kenapa Risa bisa datang sepagi ini dan menyempatkan diri untuk menunggunya. Padahal peristiwa semalam itu sudah menjadi pringatan bagi Risa.     

Akan tetapi Risa masih tak juga jera.     

"Selamat pagi, Pak Arthur,' Sapa Risa dengan ramah.     

"Kenapa kamu masih berani menemui aku lagi?" tanya Arthur dengan ketus.     

"Sebenarnya saya menemui, Pak Arthur, karena ingin mengobrol sebentar untuk urusan yang semalam, saya ingin minta maaf, Pak," ujar Risa.     

"Apa ucapan saya semalam belum cukup?" sindir Arthur pada Risa, "saya sudah bilang kalau saya sudah memaafkan, Anda, tapi tolong jangan mengganggu saya!" ujar Arthur memperjelas maksudnya kepada Risa.     

"Iya, Pak Arthur, saya tahu. Tapi ... masih ada hal yang perlu saya jelaskan tentang kejadian semalam, bahwa saya tidak memiliki niat buruk sama sekali terhadap, Bu Celine," ujar Risa.     

"Benarkah?" Arthur sampai menghentikan langkah kakinya, lalu berdiri tegap abaikan menunggu Risa mengucapakan segala kalimat rekayasanya.     

"Iya, Pak Arthur, semua itu hanya sabar paham saja," sahut Risa.     

"Begini, Bu Risa, ini bukan masalah salah paham. Karena saya melihat Anda akan menusuk tubuh istri saya dengan pisau! Dan saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri!" ujar Arthur.     

"Percaya, Pak! Bahwa semua itu tidak seperti yang Pak Arthur, kira!" sangkal Risa.     

Arthur hanya bisa menggelengkan kepalanya seraya berdecak heran.     

Baginya Risa hanya wanita yang bodoh.     

Dia hanya akan membunuh orang serta menutupi tindakan jahatnya dengan segala sanggahan.     

Dia tidak tahu sedang berhadapan dengan Arthur. Seorang pembunuh yang jauh lebih berpengalaman dibandingkan Risa.     

"Baiklah, Bu Risa, ini kesempatan terakhir Anda, dan saya akan membuat surat pemberhentian kerja untuk, Anda," ujar Arthur.     

Sejenak Risa terdiam, "Apa? Surat pemberhentian kerja?" tanya Risa dengan ayok.     

"Benar." Arthur tersenyum. "Nanti siang suratnya sudah siap." Imbuhnya lagi.     

Risa terdiam mematung dengan wajah yang ketakutan.     

Dia tidak mau dipecat, karena dengan begitu, selain kehilangan pekerjaan maka Risa juga akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan Arthur.     

"Pak, tolong, Pak! Jangan lakukan itu!" rengek Risa.     

Tapi Arthur tak peduli, bahkan Risa masih mengejarnya dari belakang.     

Risa tak menyerah dia masuk ke dalam ruangan Arthur.     

"Pak, tolong jangan pecat saya, Pak," pinta Risa.     

"Silakan keluar dari ruangan saya, atau kalau tidak, saya akan panggilkan satpam untuk mengusir Anda, Bu Risa!" ujar Arthur. Akhirnya Risa pun keluar dari dalam ruangan itu.     

Dan siangnya Arthur memberikan surat pemberhentian kerja untuk Risa.     

Arthur tak memberikannya secara langsung, dia malah menitipkan surat itu kepada seorang Guru BK untuk memberikan suratnya kepada Risa. Arthur enggan memberikan secara langsung, kerena dia malas melihat Risa yang akan kembali merengek di hadapannya.     

Sambil memegang kertas putih di tangannya, Risa terlihat bersedih. Dia juga mulai mengemasi barang-barangnya.     

"Arthur, sialan! Jangan mentang-mentang kamu anak pemilik sekolah ini, menjadikanmu seenaknya memecatku!" teriak Risa.     

"Aku tidak akan tinggal diam, Arthur! Karena aku pasti akan membalas semua perbuatanmu ini!" ucap Risa penuh emosi.     

Kemudian dia keluar dari dalam ruangannya.     

Sambil membawa barang-barangnya, Risa berjalan dengan langkah cepat.     

Kemudian dia berhenti tepat di depan ruang Arthur. Tepat di saat itu pula Arthur sedang sibuk mengobrol dengan calon staf pengajar baru yang akan menggantikan Risa.     

Risa benar-benar tak menyangka jika Arthur akan melakukan hal ini kepadanya.     

Dia pikir Arthur membebaskannya semalam karena dia menaruh rasa cinta kepadanya, tapi ternyata tidak.     

Hari ini Arthur malah mecat nya dari sekolah ini. Bahkan malah sudah mendapatkan Guru baru.     

Setelah berhenti sesaat Risa langsung melanjutkan langkahnya. Kali ini langkahnya lebih cepat lagi dari sebelumnya. Dengan raut wajah yang di penuhi amarah.     

Dia tak peduli dengan orang-orang sekitar yang sedang memandangnya.     

Bahkan murid-murid di sekolah itu sampai berjajar melihat kepergian Risa.     

Mereka merasa heran, dan merasa penasaran mengapa Risa sampai harus pergi meninggalkan sekolah ini?     

Padahal yang mereka ketahui Risa selalu bersikap baik, dan selalu profesional saat mengajar.     

Mereka tak tahu jika di balik sikap baik Risa terdapat sifat ambisiusnya.     

Dan ini akhir Risa di sekolah ini. Tetapi dalam hati Risa masih terdapat dendam yang membara.     

Niatnya untuk menghabisi Celine kali ini benar-benar bulat.     

Dia tidak ingin gagal lagi.     

Bukan hanya ingin merebut hati Arthur, tapi dia juga ingin membalas perbuat Arthur terhadapnya.     

"Bu Risa, kenapa pergi?" tanya Anita salah seorang murid Risa.     

"Iya, saya mengundurkan diri dari sekolah terkutuk ini," ujar Risa. Tentu saja hanya ucapan bohong untuk menutupi rasa malunya saat ini.     

"Tapi, kenapa, Bu? sekolah ini, 'kan sekolah elite? Bagaimana Bu Risa, bisa bilang kalau sekolah ini adalah sekolah—"     

"Diam, Anita! Tolong beri saya jalan untuk bisa lewat!" bentak Risa.     

Dan gadis itu menunduk tak berani bertanya lagi.     

Sedangakan Risa kembali melangkah cepat menuju mobilnya yang ada di parkiran.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.