Anak Angkat

Hidup Baru



Hidup Baru

0Setelah lama mengobrol bersama dengan Salsa, Mesya dan David pun meninggalkan kedai itu.     

Di perjalanan pulang Mesya dan David pun saling mengobrol.     

"Mesya, hari ini kamu terlihat sangat bahagia?" tanya David.     

"Tentu saja aku sangat bahagia, Kak! Aku merasa seperti mimpi bisa bertemu dengan, Kak Salsa," ujar Mesya.     

David turut turut bahagia mendengarnya. Ini senyuman yang selalu ia tunggu. Sudah lama Mesya tidak tersenyum setulus ini.     

David tahu jika selama ini Mesya selalu menutupi kesedihannya dengan sebuah senyuman.     

"Aku senang melihatmu bahagia seperti ini, sekarang apa impianmu yang belum terwujud?" tanya David.     

"Em ... apa ya?" Mesya bertopang dagu. Dia terlihat bingung.     

"Mungkin kamu masih ada harapan lain?" tanya David.     

"Iya, Kak. Tapi ...."     

"Tapi, apa?"     

"Tapi, kalau aku jujur akan harapanku itu, apa Kak David, tidak akan marah?" tanya Mesya.     

"Marah? Marah kenapa? Ayo katakan saja," ujar David.     

"Baiklah ... aku akan mengatakannya. Jadi, harapanku selanjutnya, aku ingin bertemu dengan Kak Satria, Kak, lalu—"     

"Tunggu!" David memotong pembicaraan Mesya. "Kamu ingin bertemu dengan, Satria?" tanya David dengan ekspresi yang syok.  Tentu saja dia sangat cemburu.     

Bagiamana pun Satria itu pernah tinggal satu atap bersama Mesya. David juga tahu jika dulu Mesya sempat menaruh rasa dengan     

David tidak bisa menutupi rasa cemburunya, meski dan sudah berjanji tidak akan cemburu kepada Mesya.     

Melihat raut kecemburuan di wajah sang suami, membuat Mesya segera mengonfirmasi ucapanya, agar tidak terjadi salah paham.     

"Eh, jangan salah paham dulu Kak David!" ujarnya.     

"Lalu kenapa kamu malah membicarakan, Satria?" tanya David. "Kamu itu sekarang sudah menjadi istriku, Mesya?"     

"Iya, aku tahu, Kak. Maka biarkan aku lanjutkan dulu perkataanku," ujar Mesya.     

David menghela nafas sesaat lalu membiarkan Mesya untuk melanjutkan kalimatnya.     

"Baikalah lanjut kan!" suruh David.     

"Jadi begini maksudku, Kak. Sebenarnya aku ingin bertemu  Kak Satria, karena aku hanya ingin memastikan jika keadaannya baik-baik saja. Seperti Kak Salsa," jelas Mesya.     

David terdiam sesaat, dan Mesya kembali melanjutkan ucapanya lagi.     

"Kak, aku sudah melakukan kesalahan besar kepada, Kak Satria. Aku telah menghancurkan hatinya. Aku ingin kembali bertemu serta meminta maaf kepadanya. Dan Aku ingin jika Tuhan mempertemukan kembali, aku ingin melihatnya dalam keadaan yang baik. Aku juga ingin melihat, Kak Satria, bahagia dengan pasangan barunya." Pungkas Mesya.     

"Benar, itu yang kamu inginkan?" tanya David.     

"Tentu saja, Kak!" jawab Mesya dengan tegas.     

"Kau, tidak sedang menginginkan Satria untuk kembali denganmu lagi, 'kan?" sindir David.     

"Tentu saja tidak! Kak, percaya kepadaku. Aku hanya mencintaimu. Bahkan kita juga sudah mengorbankan banyak hal untuk hal ini, 'kan?"     

"Iya ...." Jawab David.     

"Apa itu artinya, Kak David, sudah memaafkanku?"     

"Tentu saja, kamu, 'kan tidak salah?" jawab David.     

Dan wajahnya yang tadinya kacau kini kembali membaik.     

Mendengarnya Mesya pun tersenyum seraya menggenggam tangan David.     

"Kak, terima kasih ya, sudah mau mengertiku," ucap Mesya.     

David menganggukkan kepalanya, dia juga meraih tangan Mesya     

"Iya, justru aku yang harusnya berterima kasih kepadamu Mesya, karena kamu juga sudah mau mengerti aku. Kamu selalu sabar menghadapi sifat cemburuanku ini," kata David.     

"Justru aku senang dengan sikap cemburumu itu, Kak. Karena itu artinya kamu sangat mencintaiku," Mesya kembali tersenyum, tapi kali ini senyumannya agak meledek. "Bukan begitu, 'kan?"     

David yang gemas mencubit bagian hidung Mesya.     

"Dasar, Anak Nakal!" umpat David namun dengan nada bercanda.     

"Ah, sakit, Kak!"     

"Rasakan! Ini hukuman untuk, Anak Nakal, yang suka meremehkan perasan orang yang sedang cemburu!" ujar David.     

"Ih, aku tidak meremehkan perasaan, Kakak?"     

"Benarkah?" David pun semakin memperkencang cubitan itu, dan setelahnya dia mencium kening Mesya.     

"Haha, aku suka melihatmu yang kesulitan begitu. Karena tingkat keimutanmu semakin bertambah, Mesya!" kata David seraya terkekeh.     

"Ah, dasar! Ini sakit, Kak!"     

"Masa?" David mengusap-usap bagian hidung Mesya. "Sini, Sayang. Biar aku obati," Pria itu kembali mendaratkan kecupan tapi kali ini kecupan mendarat tepat di bagian ujung hidung Mesya.     

"Kak! Geli!" ujar Mesya.     

"Walau, hidungmu tidak semancung punyaku, tapi lumayan imut dan mengemaskan, ya!" David hampir menggigitnya.     

"Ih! Kak David! Kenapa malah akan menggitku?" protes Mesya dengan bibir cemberut.     

"Haha! Aku gemas, Mesya!"     

"Ya tapi, orang-orang sedang melihat kita dengan  tatapan yang aneh, Kak!" ujar Mesya, dengan ekspresi canggung, lihat keadaan sekitar.     

"Biarkan saja, kita tidak mengenal mereka, 'kan?"     

"Iya, tapi aku tidak nyaman, Kak!"     

Kemudian David malah mengangkat tubuh Masya dan mengajaknya berlari meninggalkan tempat itu dengan lebih cepat.     

"Hei! Aku mau dibawa kemana, Kak!?"     

"Pulang! Memangnya kemana lagi!?" jawab David.     

"Kak! Turunkan aku!" Mesya meronta. "Aku malu, Kak! Mereka semakin melihat kearah kita!"     

"Biarkan saja! Mereka itu hanya iri saja!" sahut David.     

"Kak! Pokoknya aku mau turun sekarang!" desak Mesya. Kakinya mengayun-ayun tak beraturan. Namun tubuhnya yang kecil tak sanggup melawan tubuh kekar David.     

"Sudah, diam saja, Bawel!" bentak David.     

Mesya pun tak bisa memberontak lagi.     

Memang kalau dipikir-pikir  kelakuan David ini sangat kekanak-kanakan, tapi entah  mengapa Mesya malah menyukainya.     

Mungkin hal seremeh ini, bagi David adalah sebuah mencapaian.     

Kerena sebelumnya dia tidak bisa melakukan hal ini.     

Dulu tindakan David selalu dikontrol oleh kedua orang tuanya.     

Sehingga pria itu tumbuh menjadi pria yang murung serta dingin.     

Dan merasa jika hidupnya tak berarti, selain untuk kedua orang tuanya.     

Setelah mendapatkan kebebasan, David yang dulu pendiam, sekarang menjadi sosok yang sangat asyik dan bahkan terkadang bersikap manis di hadapan Mesya.     

Mereka merasa segala perjuangan yang telah mereka lewati  selama ini tidak sia-sia.     

Karena mereka benar-benar mendapatkan kebahagian yang sama persis dengan yang mereka impikan dulu.     

Walau di balik semua itu Mesya dan David, tak tahu jika kedua orang tuanya masih menaruh harapan agar mereka kembali lagi.     

Saat ini mereka hanya pura-pura diam agar Mesya dan David merasakan hidup dalam kebebasan.     

Padahal kebebasan yang mereka berikan itu tidak selamanya.     

Mereka menganggap kebebasan itu hanya sebuah penghargaan untuk David dan Mesya, karena telah berhasil membantu mereka mengalahkan Wijaya.     

Dan setelah di rasa cukup, maka kebebasan itu akan mereka tarik dan membawa kembali Mesya serta David ke dalam kekuarga Davies.     

Arumi dan Charles memang lah sangat licik dan tamak.     

Meski mereka sudah tidak memiliki musuh lagi, tapi mereka masih tetap ingin membuat keluarga mereka menjadi manusia yang paling kuat.     

Hidup bergelimang harta dihormati, ditakuti, panjang umur, abadi, serta tidak bisa mati. Itulah yang mereka inginkan.     

Dan untuk David     

***     

Sesampainya di rumah mereka duduk di sofa. Sambil menyeruput teh hangat.     

"Kak David, sudah lama tidak menghubungi, Kak Arthur, bagaiamana kalau kita menghubunginya sekarang," ujar Mesya.     

"Ah, kau pasti sudah tidak sabar ingin melihat keponakan barumu itu, ya?" tanya David.     

"Iya, Kak. Benar," jawab Mesya.     

"Baiklah aku akan menghubunginya sekarang, lagi pula kita juga belum sempat melihat wajah bayi itu. Bahkan namanya saja kita juga tidak tahu," ujar David.     

"Iya, Kak,"     

David pun meraih ponselnya yang ada di dalam saku.     

Kemudian dia mulai melakukan panggilan kepada Arthur.     

Memang semenjak mereka pindah di kota ini, Mesya serta David, sangat jarang menghubungi Arthur, kecuali. Di saat yang penting saja.     

Bahkan selama mereka tinggal di kota ini.     

Mereka menghubungi Arthur hanya sejumlah 2 kali saja.     

Pertama saat mereka hendak melangsungkan pernikahan.     

Dan yang kedua saat Celine baru saja melahirkan putra mereka.     

Jarak hubungan mereka seakan kian menjauh.     

Hal ini karena Mesya dan David, tidak mau mengingat-ingat keluarga yang ada di Jakarta.     

Meski hubungan mereka sangat baik dengan keluarga Arthur, tapi hubungan dengan keluarga Davies, masih kurang baik, dan bahkan bisa dibilang tidak baik.     

Mesya memang sengaja menjauh, dan menganggap tidak pernah mengenal keluarga yang telah membesarkannya itu.     

Bukan karena dia tidak memiliki rasa terima kasih terhadap keluarga Davies, hanya saja Mesya merasa sudah cukup dia mengorbankan banyak hal dalam hidupnya untuk keluarga itu, bahkan dia sampai harus rela dijodohkan dengan pria yang sama sekali tidak ia kenal.     

Mesya juga harus melihat peristiwa-peristiwa seram di sepanjang hidupnya saat tinggal dengan keluarga itu.     

Dia takut untuk kembali ke keluarga itu, walau hanya sekedar berkunjung saja.     

Mesya yakin jika Arumi itu bisa berubah pikiran kapan saja, dan malah akan kembali nengekangnya ketimbang hidup bebas seperti sekarang.     

"Belum tersambung juga, ya?" tanya Mesya pada David.     

"Belum, mungkin Arthur masih berada di sekolah 'Pelangi Senja,'" ujar David.     

"Kalau begitu hubungi nomornya, Kak Celine, saja!" usul Mesya.     

"Ah, kamu benar juga ya," David kembali menekan tombol 'memanggil' untuk mengubungi Celine.     

Tak lama Celine pun mengangkat teleponnya. Lalu mereka berbicara lewat Vidio call.     

"Halo, Celine," sapa David.     

Celine menyapa balik.     

[Eh, halo, Kak David, Mesya,] ucapnya.     

"Mesya, dan aku, ingin melihat wajah putra, kalian," tukas David.     

[Oh, sebentar ya!" Celine pun mengarahakan tombol kamera kearah wajah putranya yang sedang terlelap.     

"Halo, siapa namanya?" sapa Mesya dengan raut bahagia.     

[Namanya, Langit, Tante!] Jawab Celine.     

"Wah, nama yang sangat keren! Andai saja aku ada di sana, pasti aku akan segera menggendongnya!" ujar Mesya.     

[Sabar ya, Mesya. Tunggu sampai kami menyusul kalian ke sana, ya! Kami juga berencana akan pindah ke sana!] pungkas Celine.     

"Benarkah? Kapan kalian akan pindah?"     

[Entalah ... apa Arthur belum bercerita soal ini kepada kalian?]     

"Belum, Kak! Mungkin Kak Arthur lupa,"     

[Ah, mungkin ... karena untuk saat ini dia benar-benar sangat sibuk mengurus 'Pelangi Senja']     

"Benarkah? Mendengar nama itu aku jadi rindu sekolah itu,"     

[Memang seharusnya kau, yang mengurusnya, Mesya,]     

"Iya, tapi kalau untuk saat ini, aku benar-benar belum siap mengurus sekolah itu, Kak Celine," ujar Mesya. "Karena kami masih sibuknya dengan bisnis baru kami,"     

[Kalian, punya bisnis baru?] tanya Celine.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.