Anak Angkat

Aku Ingin Seperti Mesya



Aku Ingin Seperti Mesya

0Di kediaman keluarga Davies.     

Tampak Lizzy yang tengah duduk di atas sofa. Netra gadis itu memandang ke arah televisi.     

Lizzy tengah memandang setiap adegan dan juga penampilan  para artis yang membintangi sebuah film.     

Dengan teliti Lizzy memperhatikannya.     

"Ah, untuk terlihat dewasa, aku membutuhkan baju yang bagus, dan aku juga harus berbicara dengan lebih tegas serta  tidak boleh terlihat lemah," gumam Lizzy.     

"Aku juga tidak boleh cengeng, dan cara bicaraku juga harus tetap terlihat anggun.     

Tak berselang lama agar yang ia tonton sudah habis.     

"Yah, sosah habis ruapanya,"     

Kemudian gadis itu mulai membuka layar ponselnya.     

Ini adalah ponsel pemberian dari Arthur.     

Lizzy selalu mengingat kata-kata Arthur agar dia belajar bersikap dewasa sesuai umurnya dengan cara menonton televisi dan juga vidio di internet.     

"Oh, jadi begini ya, caranya untuk mendapatkan  wajah yang sangat cantik seperti wanita itu?" Lizzy tengah melihat tutorial merias wajah di internet.     

Setelah menontonya, timbul niat Lizzy untuk mempraktekkan apa yang sudah ia lihat ini.     

"Aku melihat benda-benda itu di kamar, Ibu. Mungkin aku bisa meminjamnya!" Lizzy meletakkan smartphone-nya di atas sofa, dan dia beranjak ke kamar sang Ibu.     

Lizzy meraih beberapa alat kosmetik di dalam kamar itu. Dia hendak menggunakannya untuk belajar merias diri.     

Kurang lebih dua kali keluar masuk kamar orang tuanya.     

Dengan langkah yang sedikit tertatih, Lizzy mengeluarkan kotak make-up milik Arumi.     

"Wah, sudah banyak! Aku bisa memakai untuk belajar sekarang!" tukasnya seraya tersenyum bahagia.     

Perlahan gadis itu meraih sebuah kuas bedak, dan kedua matanya fokus melihat kearah layar ponsel, dia mempelajari detail demi detail yang disampaikan oleh si Wanita yang ada di dalam vidio itu.     

Sepertinya dia mulai paham, dia mengulang video itu hingga beberapa kali. Sry salh di rasa cukup, dia muali mempersiapkan alat yang hendak ia gunakan.     

"Eh, tapi ... kalau aku memakai benda-benda ini, apa Ibu tidak akan, marah?" gumamnya yang merasa ragu. Tapi dengan segera Lizzy menghapus keraguannya itu. Karena dia yakin jika ibunya mau mengerti, apalagi niatnya ini adalah untuk mewujudkan keinginan sang ibu agar dia bisa belajar menjadi orang yang dewasa.     

"Ah, tentu saja Ibu tidak akan marah! Aku, 'kan sedang belajar menjadi gadis dewasa!" ucapnya lagi yang kini sudah yakin.     

Kemudian Lizzy melanjutkannya lagi. Tangan gadis itu bergerak agak kaku mengikuti arahan si Wanita dalam vidio.     

"Ah, agak susah, ya?" Dia mulai mengeluh.     

Lizzy hanya menggerakkan tangannya sesuai arahan tanpa melihat di cermin, sehingga hasil dari riasannya sendiri dia juga tidak tahu.     

Beberapa menit telah berlalu, vidio itu berakhir  dan Lizzy mulai melihat wajahnya sendiri di depan cermin.     

Betapa kagetnya Lizzy saat melihat hasil riasannya tidak sesuai dengan ekspektasi.     

Raut wajah Lizzy tampak sangat kecewa.     

"Kenapa wajahku tidak secantik wanita tadi?"     

"Kenapa wajahku malah terlihat jelek?"     

Lizzy menangis melihat wajahnya sendiri. Dia pikir belajar merias itu sangatlah mudah, dan tidak butuh waktu yang lama untuk mempelajarinya.     

"Bagaiamana ini? Wajahku malah terlihat jelek?" Berkali-kali Lizzy memandang wajahnya sambil menangis, dia mengusap-usap dengan tisu basah. Bukanya hilang sempurna, tapi noda lipstik warna merah malah semakin rata memenuhi area wajahnya.     

Gadis itu semakin panik, dia tidak tahu cara membersihkan wajah dari make-up dengan benar.     

"Kalau, Ibu, tahu pasti dia akan memarahiku,"     

Ceklek!     

Terdengar suara seseorang yang membuka pintu. Seketika Lizzy tersentak dan langsung menghapus air matanya, tentu saja dia tidak mau sang Ibu akan melihat dirinya yang sedang menangis.     

"Lizzy!" panggil Arumi.     

Lizzy menundukkan wajahnya.     

"Apa yang sedang kamu lakukan dengan barang-barang, Ibu?" tanya Arumi.     

"Maaf, Bu," jawab Lizzy dengan suara pelan.     

"Kamu sedang merias wajah?!" tanya Arumi dengan nada tinggi. Wanita itu mulai murka, apa lagi saat melihat wajah Lizzy yang lebih mirip seorang Badut. Hal itu  semakin membuat Arumi kesal. Menurunkan Lizzy semakin mirip anak kecil yang sedang  bermain rias-riasan.     

Arumi membanting sebuah asbak yang ada di hadapannya. Lizzy sampai terkejut, kalau saja gadis itu tidak menghindar maka kepalanya sudah terluka.     

Lizzy tak tahan lagi, akhirnya dia kembali menangis.     

Padahal dia sudah berjanji kepada sang Ibu untuk tidak menangis lagi di hadapannya.     

Namun Lizzy sudah terlanjur ketakutan. Sehingga dia mengeluarkan air matanya yang selama ini ia bendung.     

"Ampun, Bu, tolong jangan sakiti aku," pinta Lizzy memohon.     

Sejenak Arumi terdiam, dia teringat dengan kata-kata Charles, bahwa dia tidak boleh kasar terhadapa Lizzy.     

Harusnya sebagai ibu yang baik, Arumi membantu Lizzy untuk berubah menjadi yang lebih baik, bukan malah berbuat kasar kepadanya.     

Tentu saja hal itu membuat Lizzy semakin tertekan.     

Saat ini satu-satunya anak yang ada di rumah ini tinggalkan Lizzy, tidak ada Arthur, David, ataupun, Mesya. Keadaan rumah sangat sepi.  Apa lagi di bagian meja makan. Tak ada lagi keramaian sendok dan garpu yang saling beradu.     

Kalau ada pun tak seramai dulu.     

Arumi tidak mau keadaan rumahnya bertambah sepi apa bila Lizzy juga pergi karena tak kuat menghadapinya yang terlalu keras.     

Dulu dia adalah putri tersayangnya, bahkan Arumi sampai menganggap Mesya sebagai pengganti Lizzy.     

Karena Arumi menganggap Mesya yang sepantaran dengan Lizzy itu memiliki karakter yang sama. Namun ternyata tidak ... Lizzy dan Mesya dua orang yang sangatlah berbeda.     

Mesya teihat jauh lebih cerdas dan dewasa, sementara Lizzy ...?     

Saat ini Lizzy bagi Arumi adalah anak yang menyebalkan. Tapi kalau ia berpikir lebih rinci lagi, harusnha dia tetap tidak boleh memarahi Lizzy.     

Andai saja Lizzy tidak diculik oleh Wijaya, maka Lizzy tidak akan menjadi gadis yang seperti ini.     

Mungkin Lizzy juga akan tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan cantik seperti Mesya.     

Perlahan Arumi berjalan mendekati Lizzy.     

Dia meraba lembut atas kepala gadis itu.     

"Sayang," ucap Arumi.     

"Jangan takut, Ibu tidak akan menyakitimu. Maafkan Ibu, ya?" Arumi membalai rambut Lizzy.     

Lizzy mengangkat sedikit wajahnya lalu dia menganggukkan kepalanya.     

Terkadang dia merasa bingung dengan sikap sang Ibu, yang terkadang berubah dalam sekajap mata.     

Di matanya ... dulu Arumi adalah sosok wanita yang sangat lembut, sekarang Arumi menjadi wanita yang kasar dan bahkan nyaris melukainya dengan serangan asbak.     

Lizzy hanya ingin Arumi yang dulu!     

Dulu;... ketita Lizzy masih kecil, dan sebelum Wijaya datang kemudian mengahncurkan semuanya.     

"Baiklah, mari kita rapikan barang-barangnya bersama-sama, ya," ajak Arumi dengan suara pelan, Lizzy menganggukkan kepalanya lagi.     

"Nanti, Ibu akan manggilkan Guru Rias, untukmu. Kamu bisa belajar dengannya. Dan Ibu yakin kamu akan terlihat jauh lebih cantik," kata Arumi. Dia meraih selembar kapas, dan melumurinya dengan cauran pembersih make-up.     

Kemudian Arumi mulai membersihkan wajah Lizzy.     

Kini keadaan Lizzy sudah sehat kembali. Tidak ada lagi coretan lipstick, serta eyeshadow, yang mengotori wajahnya lagi.     

Lizzy juga merasa senang, ternyata Arumi tidak jadi memarahunya. Bahkan Arumi malah membantunya membersihan make-up yang menurutnya sulit untuk ia hapus dari atas ke wajahnya.     

"Pelan-pela!" Arumi, mengajari Lizzy, cara merias wajah serta cara membersihkan bekas riasan dengan benar.     

Bagaimana pun Lizzy itu adalah aset bagi kelurga ini.     

Dia harus bisa mengubah Lizzy menjadi seorang putri.     

Setelah bersabar menunggi kabar darah Lizzy, Arumi merasa sedikit tenang. Awalnya dia memang emosi melihat tingkah Lizzy, tapi setelah dia berbaik hati kepada Lizzy, hatinya tak lagi memanas.     

Arumi juga merasa telah memperlakukan Lizzy dengan tidak adil.     

Dulu saja, dia bisa mengerti Mesya, dan selalu bersikap ramah kepada Mesya, meski sering kali gadis itu memberontak.     

Akan tetapi Arumi masih bisa bersikap baik, dan menahan segala amarahnya.     

Alhasil dia berhasil membesarkan Mesya dengan baik, bahkan berkat kesabarannya itu Arumi dapat mewujudkan impiannya untuk menghabisi Wijaya.     

Mungkin jika Arumi melakukan hal yang sama terhadap Lizzy, maka Lizzy juga akan berubah menjadi gadis yang sempurna.     

***     

Esok harinya Lizzy tengah berdiri di depan cermin.     

Berkali-kali Lizzy tersenyum, mengagumi wajahnya sendiri.     

"Aku juga cantik, aku mirip seorang putri," ujarnya seraya tersenyum.     

Arumi melihat tingkah Lizzy dari depan pintu kamar yang tidak terkunci.     

'Putriku, Lizzy, itu. Emang sangat cantik. Bahkan kecantikan yang juga tak kalah dari Mesya. Hanya saja tingkahnya ... ah ... bukankah aku ini tidak boleh mengeluh akan hal ini?' bicara Arumi di dalam hati.     

'Kalau aku melihat keadaan putriku yang masih seperti anak kecil ini, maka rasa dendamku terhadap Wijaya, kembali berkobar. Rasanya kematian saja tidak cukup untuk menebus semua kesalahannya. Bahkan bila aku menyelamatkan matkan tulangnya dan kepada seekor anjing pun masih tidak cukup. Aku masih tak terima putriku menjadi seperti ini,' bicara Arumi di dalam hati.     

Kemudian dia masuk ke da kamar itu.     

"Lizzy, kau sedang apa?" tanya Arumi dengan suara pelan.     

"Aku sedang mencoba baju baru yang Ibu beli kemarin," jawab Lizzy.     

"Oh,"     

"Bagaimana, Ibu? Bagus tidak?" tanya Lizzy pada Arumi.     

"Bagus, kau dapat cantik," kini Arumi.     

"Terima kasih, Bu," Lizzy terlihat senang mendengar pujian dari sang Ibu.     

Kemudian Arumi menyisir rambut putrinya, dan menarltanya dengan rapi.     

"Bu, apa dulu, Ibu juga malakukan hal ini kepada, Mesya?"     

"Kenapa kamu bertanya begitu?"     

"Ya aku penasaran saja, Bu. Dulu Mesya pernah berkata jika dia sangat mirip denganku, bahkan dia juga berkata kalau dulu Ibu menjadikan Mesya sebagai penggantiku," tutur Lizzy. "Apa itu benar, Bu?" tanya Lizzy pada Arumi     

"Hem ...," Arumi tersenyum.     

"Iya," jawabnya.     

"Itu artinya aku juga secantik Mesya, ya, Bu?"     

"Tentu saja, Sayang. Kamu bahkan lebih cantik dari Mesya," ujar Arumi.     

"Benarkah?" "tapi ...." Lizzy menundukan kepalanya.     

"Kenapa, Sayang?"     

"Pasti Ibu, lebih sayang Mesya ya, dibandingkan aku?"     

"Kenapa kamu bilang begitu, Mesya?"     

"Ya kerena aku melihat Ibu sangat kehilangan Mesya ketika ia pergi. Tapi Ibu malah tak peduli denganku yang selalu ada bersama, Ibu!" pungkas Lizzy.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.