Anak Angkat

Kertas Putih



Kertas Putih

0"Lizzy, kenapa kamu bertanya seperti itu? Ibu tidak pernah membedakan kamu dan, Mesya. Kalian sama-sama putri, Ibu," ujar Arumi.     

"Aku rasa tidak, Bu. Ibu tidak menganggap kami sama. Aku tahu jika Mesya itu jauh lebih cantik dan cerdas, sedangkan aku ...?" Lizzy menundukkan kepalanya.     

Arumi segera mendekati putrinya lagi.     

"Kenpa kamu berpikir seperti itu?" tanya Arumi.     

"Karena memang Ibu, itu tidak nenyayangiku," kata Lizzy. Gadis itu memang terlihat bersedih, tetapi selanjut dia kembali tersenyum.     

"Tapi tidak apa-apa kok, Bu. Aku akan berusaha untuk menjadi Mesya. Aku akan mencobanya!" ujar Lizzy penuh percaya diri.     

Melihat hal ini ada sedikit guratan kebahagiaan di wajah Arumi.     

Dia menyukai sikap ambisius dari Lizzy.     

Ketika gadis itu berbicara, dia tidak seperti Lizzy yang lemah dan kekanak-kanakan. Melainkan Lizzy terlihat jauh lebih dewasa.     

Arumi berpikir mungkin dia bisa memanfaatkan kepolosan Lizzy untuk tujuan tertentu.     

Sikap yang teramat polos itu bak sebuah kertas putih, yang bisa ia lukis apapun di atas kertas itu.     

Lukisan bisa menggunakan tinta hitam ataupun tinta putih. Yang artinya kertas yang masih polos bisa dengan mudah ia kendalikan dibadingkan kertas yang sudah penuh dengan coreta.     

Seperti halnya Lizzy dia bisa mengajari Lizzy menjadi gadis yang sesuai ia inginkan. Arumi yang memegang kendali atas Lizzy, dia bisa mengajari Lizzy menjadi gadis yang baik hati, atau menjadi wanita yang jahat sepertinya.     

"Lizzy, kamu bisa jauh lebih baik dari Mesya, asalkan kamu mau berkerja keras," ujar Arumi.     

"Bekerja keras? Maksudnya, Bu?"     

"Ya kamu bisa menjadi gadis yang jauh lebih kuat dari, Mesya. Ibu yakin kamu pasti bisa!" ujar Arumi yang meyakinkan Lizzy.     

"Benarkah?!" Lizzy tampak antusias.     

"Tentu saja, dan Ibu akan jauh lebih menyayangi kamu apabila kamu bisa menjadi gadis seperti yang Ibu inginkan,"     

"Lalu, Ibu, ingin agar aku menjadi seperti apa?" tanya Lizzy.     

"Ibu, ingin kamu itu, selain bersikap lebih dewasa lagi, kamu juga harus menjadi gadis yang penurut bagi kami. Penurut namun tetap menjadi gadis yang menakutkan!"     

"Bu, aku tidak mengerti dengan apa yang, Ibu, maksud itu?"     

"Ah, nanti, Ibu akan mengajarimu pelan-pelan," kata Arumi dengan senyuman penuh arti.     

Kemudian Arumi mengajak Lizzy untuk turun ke lantai bawah.     

"Ibu, akan membawaku, kemana?" tanya Lizzy.     

"Sudahlah, ikuti saja Ibu!" sahut Arumi.     

Kemudian Arumi menuntun Lizzy menuju taman yang tak jauh dari rumah mereka.     

Lizzy terlihat bahagia karena jarang sekali sang Ibu mengajaknya pergi berdua saja seperti ini.     

Dan hal ini mengingatkan Lizzy saat ia masih kecil dulu. Arumi sering mengajaknya pergi berdua, memang Arumi tak jarang memarahinya apabila Lizzy berbuat nakal. Tetapi dari situlah Lizzy merasa senang, perasan Arumi terhadapnya terlihat tulus, dan semua ia lakukan demi kebaikan Lizzy.     

Tidak seperti sekarang, semenjak ia kembali dari alama lain, keadaan terasa berbeda.     

Dunia terasa berubah bagi Lizzy, termasuk kedua orang tuanya, serta kakak-kakaknya.     

Namun anehnya Lizzy masih merasa dia tetap Lizzy yang dulu, hanya fisiknya saja yang berubah.     

Lizzy merasa belum dewasa, dia hanya ingin suasana kembali seperti dulu lagi. Namun sayangnya tidak semudah itu ....     

"Kita mau apa di sini, Bu?" tanya Lizzy.     

"Kita, akan bermain-main, Lizzy!" jawab Arumi sambil menyeringai.     

Namun Lizzy terlihat masih kurang paham.     

Kemudian Arumi mengajak putrinya duduk di salah satu bangku taman.     

Suasana taman di pagi itu terlihat begitu sepi. Hanya ada sepasang muda-mudi yang duduk tak jauh dari mereka. Pasangan itu tampaknya sedang bertengkar.     

Dan hal ini bisa dijadikan Arumi untuk melatih Lizzy menjadi gadis yang ia inginkan.     

'Lizzy, putriku harus menjadi gadis cantik dan juga cerdik!' bicara Arumi di dalam hati.     

"Lizzy, kamu tahu kedua orang itu?" tanya Arumi seraya menunjuk kearah dua muda-mudi yang sedang duduk berduaan dan dua muda-mudi itu masih belum berhenti bertengkar.     

"Mereka, kenapa?" tanya Lizzy. Kemudian dengan pelan-pelan, Arumi menjelaskannya.     

"Mereka itu sedang bertengkar, Sayang, kamu tahu yang laki-laki menunjuk-nunjuk kearah si wanita?" tanya Arumi, dan Lizzy pun menganggukkan kepalanya.     

"Benar-benar tidak sopan 'kan?" ujar Arumi.     

Lizzy tak menjawab,dan masih menatapnya dengan seksama.     

Arumi sengaja menunggu respon dari Lizzy terhadap pritiwa itu.     

Kemudian keluar kalimat pertanyaan dari bibir Lizzy.     

"Lalu apa yang harus kita lakukan, Bu?"     

"Begini, Sayang, sebagai seorang wanita, kau harus membela sesama wanita, yang artinya kau harus membantu wanita itu," jawab Arumi.     

"Lalu bagaimana caranya?" tanya Lizzy. "Aku tidak mengerti?"     

Arumi merangkul pundak Lizzy dan berbisik di telinganya.     

"Kau mendekat, dan kau habisi si Pria dengan pisau, ini," ujar Arumi seraya memberikan sebilah pisau untuk Lizzy.     

"Kenapa harus dengan pisau ini?" Lizzy masih belum terlalu paham dengan maksud sang Ibu untuk membunuh orang itu.     

"Lizzy, Ibu ingin kau membunuh si lelaki yang sudah berbuat tidak sopan itu!" jelas Arumi dengan tegas.     

"Hah?!" Lizzy terlihat syok mendengarnya. "Aku harus membunuh pria itu?!" ujarnya memastikan.     

Arumi mengangguk pelan seraya tersenyum tipis.     

Sementara Lizzy masih terlihat sangat ketakutan. Dia tidak tahu mengapa harus membunuh pria itu?     

Padahal dia sama sekali tidak mengenal mereka semua.     

Kalau pun mereka bertengkar bukanlah urusannya? Yang artinya Lizzy tidak perlu ikut campur.     

Dan lagi pula mereka bertengkar biasa saja, tidak sampai ada yang terluka.     

"Bagaimana bisa aku harus membunuh orang?" tanya Lizzy yang terlihat sangat keberatan.     

"Lizzy, kau bilang ingin seperti, Mesya, 'kan?" sindir Arumi.     

"Iya!" jawab Lizzy.     

"Kalau begitu cepat lakukan saja jangan banyak bertanya!" sergah Arumi.     

"Tapi, Mesya itu tidak pernah membunuh orang, 'kan, Bu? Bukankah dia gadis yang baik, dan dia juga suka menolong yang lemah?" protes Lizzy.     

"Kau tidak tahu saja kalau sebenarnya Mesya itu sudah terlalu sering membunuh orang, Lizzy! Hanya saja dia merahasiakannya. Tapi menurut Ibu dia itu cukup keren. Selain cantik dia juga pandai membunuh orang, di dunia ini bukan hanya cantik yang kita butuhkan tapi cerdik dan sadis akan menambah daya tarik tersendiri, Lizzy!" pungkas Arumi meyakinkan Lizzy. Dan sebagaian kalimat itu hanya mengada-ada.     

"Tapi, mana mungkin Mesya itu pembunuh? Kalau memang dia benar-benar seorang pembunuh, mana buktinya?" tanya Lizzy.     

Mendengar kalimat itu Arumi menjadi geram.     

"Kamu itu terlalu banyak bertanya, ya?! Cepat lakukan perintah Ibu atau kamu akan—"     

"Jangan marah kepadaku, Ibu ...." Lizzy kembali ketakutan.     

Dia pun berusaha membujuk sang Ibu agar tidak menjadi marah kepadanya.     

"Baiklah! Aku akan menurutinya Ibu!" ujar Lizzy dengan raut wajah yang masih ketakutan.     

Arumi pun menyeringai. Usahanya berhasil.     

"Bagus," ujarnya dengan senyumam licik, "kalau begitu tunggu apa lagi? Cepat lakukan sekarang!" paksa Arumi.     

Dengan berat hati, akhirnya Lizzy pun menuruti perintah sang Ibu.     

Tangannya yang bergetar itu dipaksa untuk meraih sebuah pisau lalu mencengkramnya dengan kuat.     

Lizzy berjalan mendekati dua sejoli itu.     

Tanpa berbasa-basi lagi Lizzy menghunjamkan pisau itu ke bagian perut si pria.     

Jlub!     

Gadis itu memejamkan matanya karena tidak tega.     

Tentu saja si pria tidak bisa melawan, karena serangan Lizzy begitu mengagetkan.     

Seketika si wanita yang menjadi kekasih pria itu langsung berteriak histeris.     

"SAYANG...!" teriaknya.     

Sementara si pria mulai terjatuh sambil memegangi perutnya yang robek akibat tusukan pisau.     

"Sayang! Kau tidak apa-apa?!" teriak wanita itu mencoba menyadarkan kekasihnya.     

Setelah itu si Wanita memaki Lizzy habis-habisan.     

"Hai! Dasar kau, Gadis Gila! Apa maumu!?" teriak wanita itu terhadap Lizzy.     

Tangan Lizzy masih bergetar hebat karena ketakutan.     

"Maaf, Kak! Aku hanya membantumu! Pria ini sudah berbuat tidak sopan kepadamu!" jelas Mesya.     

"Apa maksudmu!" Sangat itu benar- benar-benar tak habis pikir dengan jawaban Lizzy.     

"Kau benar-benar gadis yang gila! Kami ini hanya bertengkar biasa! Ini hal yang wajar! Lalu kenapa kau sampai membunuhnya?!" si Wanita tampak tak terima atas kematian kekasihnya.     

Dia mengabaikan Lizzy sesaat dan mencoba membangunkan sang kekasih lagi.     

"Sayang, bangun, Sayang!" panggil si wanita pada di pria.     

Lizzy masih terdiam membisu dengan tangan menggenggam pisau yang berlumuran darah.     

Lalu gadis yang tengah bersedih itu pun langsung menelpon polisi.     

"Dengar, Gadis Gila! Aku akan menjebloskanmu, ke penjara!" ancam wanita itu.     

"Ja-jangan," kata Lizzy yang ketakutan.     

Tapi si wanita tak peduli, lalu Arumi berjalan mendekati mereka dan meraih pisau dari tangan Lizzy.     

Dia langsung menusukkan pisau itu ke tubuh si wanita.     

Jlub!     

"Akh, sakit ...." Wanita itu pun terjatuh.     

Lizzy terkejut melihat apa yang telah dilakukan oleh sang Ibu.     

"Ibu, mengapa malah menyerang wanita itu?" tanya Lizzy.     

"Sayang, dia itu wanita yang tidak tahu diri, kau sudah membantunya, tapi dia malah akan melaporkanmu ke polisi!" jawab Arumi.     

"Tapi, Bu—"     

"Sudah diam saja, kamu tidak perlu takut, Sayang, kita ini sudah melakukan hal yang benar!" ujar Arumi.     

"Tapi—"     

"Ayo kita pulang sekarang, Sayang!" Arumi menarik tangan Lizzy dengan paksa.     

Gadis itu sedikit meronta karena dia masih merasa bersalah atas perbuatanya.     

Namun Arumi terus meyakinkan Lizzy jika dia itu tidaklah bersalah.     

"Tapi bagaimana dengan mereka, Bu?"     

"Biarkan saja," jawab Arumi dengan nada santai.     

***     

Seusai kejadian pagi itu, Lizzy merasa tak tenang, ini kali pertamanya dia membunuh orang.     

Dia merasa jika perbuatannya ini tidak baik, tapi entah mengapa Arumi malah menganggap ini sebagai hal yang lumrah dan bahkan Arumi mendukungnya.     

Wanita itu sengaja mengajari Lizzy untuk membunuh orang sebanyak-banyaknya.     

***     

Lizzy masih terdiam di atas kasur empuknya.     

"Kenapa, Ibu, malah menyuruhku untuk melakukan hal itu? Bukankah membunuh orang itu tindakan yang salah?"     

"Tapi setelah aku menyerang pria yang tadi pagi, sikap Ibu semakin lebih baik kepadaku?"     

"Apa aku harus melakukannya terus menerus, agar Ibu semakin menyayangiku?"     

"Tapi, aku merasa tak tenang jika melakukannya, namun di sisi lain aku juga ingin Ibu, semakin menyayangiku?" gumam Lizzy dalam kebingungan.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.