Anak Angkat

Hadapi Bersama-sama



Hadapi Bersama-sama

0Dalam keheningan malam, Lizzy keluar dari dalam kamarnya.     

Dia tidak bisa tidur nyenyak malam ini. Kejadian tadi pagi masih terngiang di kepalanya. Dia masih ingat betul saat darah menetes dari ujung mata pisau, yang baru saja ia hujamkan di perut seseorang.     

Wajah memelas pria yang meregang nyawa tadi membuatnya merasa kasihan. Begitu pula raut wajah si gadis yang telah dibunuh oleh sang Ibu. Hal itu benar-benar membuat Lizzy iba. Hanya saja ketika ia mendengar pujian dari sang Ibu atas perbuatannya tadi, membuat Lizzy merasa senang. Apa lagi Arumi juga berkata jika perbuatannya tadi sudah benar. Membunuh orang jahat itu adalah kewajiban.     

Setidaknya kata-kata itu yang Arumi coba tanamkan di benak Lizzy.     

Walau sejujurnya Lizzy sendiri tidak yakin jika orang yang telah ia bunuh tadi adalah orang jahat.     

Perlahan kakinya melangkah menuruni tangga.     

Dia ingin melihat suasana malam di luar rumah.     

Tak ada rasa takut sedikitpun.     

Dan tak sengaja dia melihat sang Ayah yang baru saja pulang.     

Charles terlihat membuka pintu dengan langkah tertatih, tangannya membawa dua kresek hitam berukuran besar.     

Charles nampak keberatan membawa benda dalam plastik hitam itu.     

Lizzy begitu penasaran drang ayahnya.     

'Ayah, dari mana? Kenapa malam-malam begini baru pulang?' bicaranya di dalam hati. 'Ah ... sebaikanya aku hampiri saja!'     

Lalu gadis itu berlari menghampiri Charles dengan penuh antusias.     

"Ayah!" panggil Lizzy sambil berlari.     

Charles sampai  tersentak, karena melihat kehadiran Lizzy.     

"Ada apa, Sayang?!" tanya Charles seraya meletakkan dua bungkus besar kantungnya. "Kamu, mengagetkan Ayah saja, Nak!" ujar Charles.     

"Maaf, Ayah," ucap Lizzy seraya menundukkan  kepalanya.     

"Iya  tidak apa-apa!" jawab Charles. "Kamu kenapa tidak tidur?" tanya Charles.     

"Aku tidak bisa tidur, Ayah," jawab Lizzy.     

Lalu kedua mata gadis itu terpaku pada barang bawaan sang Ayah.     

"Ayah, itu apa?" tanya Lizzy.     

"Ini daging, Sayang," jawab Charles.     

"Daging? Ayah dapat dari mana?"     

"Ayah, baru saja pulang dari berburu!" jawab Charles.     

"Berburu? Di kota seperti ini memangnya masih ada hewan buruan?" tanya Lizzy dengan polosnya.     

"Tentu saja ada, Sayang!"  jawab Charles sambil tersenyum.     

"Kalau begitu, ajari aku, ya! Aku juga ingin berburu! Kalau aku bisa berburu, itu artinya aku sudah dewasa, 'kan?"     

Charles tersenyum mendengar pertanyaan itu, Charles mulai tidak ragu untuk bercerita kepada Lizzy.     

"Emm ... mungkin iya, Sayang," jawab Charles.     

"Kalau begitu kapan, Ayah, akan mengajakku berburu?!" tanya Lizzy dengan penuh antusias.     

"Sayang, kamu benar-benar ingin melakukannya?" tanya Charles memastikan.     

"Iya, Ayah! Aku sangat ingin melakukannya! Aku pasti bisa! Ibu bilang aku ini bisa jauh lebih hebat dibanding Mesya! Dan aku yakin jika, Mesya  tidak pernah ikut Ayah berburu, 'kan?" ujar Lizzy. "Apa yang kuucap itu benar, 'kan, Ayah?"     

"Iya, Sayang, kau benar. mesta memang tidak pernah ikut Ayah, berburu!" jawab Charles.     

"Kalau begitu aku ingin menjadi satu-satunya putri Ayah yang akan menjadi wanita terkuat! Dan Ayah, akan melihatnya ketika aku berburu nanti!" ujar Lizzy dengan penuh percaya diri.     

Mendengarnya Charles sedikit kaget sekaligus takjub, sebelumnya dia tak pernah melihat Lizzy seambisi ini.     

'Lizzy, terlihat banyak bicara hari ini, dan dia juga terlihat sangat bersemangat, ada apa ini?' bicara Charles di dalam hati.     

Dia merasa heran dengan sikap Lizzy. Charles tidak tahu jika pagi tadi Lizzy juga baru saja membunuh orang, dan hal itu karena pengaruh dari Arumi.     

Meski begitu, Charles merasa sangat senang apabila Lizzy benar-benar akan ikut berburu bersamanya. Kini dia tidak akan sendiri lagi, kehadiran Lizzy bisa menggantikan  Arthur, dan juga, David.     

"Baiklah, Sayang, kalau persediaan daging kita sudah habis, Ayah akan mengajakmu berburu lagi!" ucap Charles seraya memegang pundak putrinya.     

"Benarkah Ayah!? Aku akan ikut dengan senang hati!" kata Lizzy dan masih dengan ekspresi penuh bersemangat.     

Kemudian Arumi pun datang.     

"Ada apa ini? Kenapa berisik sekali?" tanya Arumi seraya melipat kedua tangannya.     

"Putri kita bilang, ingin ikut berburu bersamaku, Arumi!" jawab Charles.     

"Ah, benarkah?"     

"Iya, Ibu! Aku ingin ikut bersama, Ayah! Dan Ibu bilang, wanita itu selain cantik juga harus kuat, 'kan? Bukankah para Pemburu itu sangat kuat?"  tanya Lizzy.     

"Ah, yah ...." Jawab Arumi.     

Mendengar pernyataan Lizzy benar-benar membuat  Arumi merasa bangga.     

Dia tahu jika Lizzy masih belum paham dengan maksud dari kata 'berburu' bagi keluarga Davies.     

Mungkin gadis itu berpikir jika berburu yang dimaksud oleh Charles itu adalah menangkap binatang, sehingga gadis itu merasa tertantang dan ingin untuk melakukannya, dia sama sekali tidak tahu jika maksud, dari kata 'berburu' bagi ayahnya adalah membunuh orang.     

Tetapi Arumi tidak masalah akan hal itu. Justru dia malah merasa senang.     

Dia masih bisa memanfaatkan Lizzy, dan mengajarinya menjadi gadis pembunuh seperti yang ia mau.     

Dan Arumi juga merasa hal ini akan berhasil.     

Setelah Arthur dan David menjauh darinya, setidaknya dia masih  memiliki Lizzy dan mereka akan sangat bahagia jika Lizzy benar-benar menjadi anak penurut yang bisa diajak berpesta.     

"Baiklah, Sayang, kalau kamu ikut Ayah berburu, maka Ibu juga akan ikut, kita akan  berburu bersama-sama, dan nanti Ibu juga akan mengajarimu berburu dengan baik," ujar Arumi menyemangati Lizzy.     

Gadis itu terlihat sangat bahagia, bahkan sang ibu saja juga mendukungmya.     

Lizzy yakin  berburu itu sangat menyenangkan.     

"Baiklah, kapan kita akan, Berburu? Aku sudah tidak sabar lagi, Bu!" tanya Lizzy.     

"Seperti yang ayahmu bilang, kita akan berburu nanti, saat persediaan daging kita sudah mulai menipis!" jawab Arumi.     

"Yah, padahal aku sudah tidak sabar!"     

"Haha! Ayah, sangat bangga memiliki putri yang sangat bersemangat sepertimu, Nak!" puji Charles seraya mengusap rambut Lizzy.     

"Terima kasih, Ayah!"     

"Yasudah kalau begitu kamu tidur dulu, Nak!" suruh Charles.     

"Baiklah, kalau begitu aku akan tidur sekarang, Ayah, Ibu," ucap Lizzy     

"Iya, Sayang, selamat beristirahat, ya," tukas Arumi.     

"Iya, Bu, selamat malam!" ucap Lizzy.     

Kemudian gadis itu kembali menaiki tangga menuju kamarnya. Berkat obrolan itu, Lizzy sudah melupakan kejadian tadi pagi. Sejujurnya ia merasa bersalah akan hal itu, dan dia tidak ingin mengulanginya lagi.     

Akan tetapi Lizzy tidak mengetahui jika sebentar lagi dia akan kembali membunuh orang.     

***     

Di Surabaya.     

"Kak, begaimana keadaanmu, apa sudah mendingan?" tanya Mesya.     

"Masih terasa sakit, Mesya. Dadaku juga terasa sangat sesak," jawab David dengan suara parah.     

"Aku harus berbuat apalagi, Kak! Untuk menyembuhkanmu?" tanya Mesya yang mulai putus asa. Dia tidak sanggup melihat David seperti ini, Mesya merasa tidak tega.     

"Kamu tidak perlu berbuat apa-apa Mesya. Aku hanya perlu berada di dekatku. Tubuku terasa lebih balik apa bila kamu memelukku," ucap David.     

Tanpa berpikir panjang pun Mesya langsung mendekat dan merebahkan tubuhnya di samping David.     

"Aku akan selalu ada untukmu, Kak," bisik Mesya di telinga David.     

"Terima kasih, Sayang," jawab David.     

Mesya memeluk erat tubuh David yang masih menggigil.     

Meski tubuhnya terasa begitu sakit, tetapi David benar-benar merasa lebih baik.     

Dia juga membalas pelukan Mesya.     

Keduanya saling berpelukan, dan dalam keadaan sakit David menyempatkan diri untuk mencium bibir mungil Mesya.     

Gadis itu hanya pasrah, ini terasa begitu nikmat.     

Tapi hanya sebatas ciuman saja, tidak lebih, hingga akhirnya mereka saling terlelap.     

***     

Esok harinya.     

David terbangun dari tidurnya. Tubuhnya masih sakit, hanya saja tidak separah sebelumya.     

Dan nafasnya tidak terlalu sesak, tapi tubuhnya masih lemah, bahkan untuk berdiri cukup lama saja dia tidak sanggup.     

David duduk di atas ranjang, dan mendapati Mesya yang masih terlelap. Dia melihat istrinya sedikit manggil.     

David mulai panik, kemudian dia meraba kening Mesya.     

Kening wanita itu terasa sangat panas. David semakin khawatir saja.     

"Mesya, apa kamu baik-baik saja?" tanya David.     

"Emm ... aku kedinginan, Kak," jawab Mesya.     

"Benarkah?" David sangat syok mendengarnya.     

Bahkan berkali-kali Mesya mengalami batuk-batuk seperti dirinya.     

"Kak, apa sakit yang, Kak David, derita itu bisa menular?" tanya Mesya.     

"Tentu saja tidak!" jawab David dengan tegas.     

"Tapi, kenapa aku mendadak sakit? Padahal kemarin aku tidak sakit, Kak?" ujar Mesya. "Ini adalah kali pertamanya aku sakit, Ka?"     

"Mesya, aku baru ingat sesuatu" ujar David.     

"Ingat apa, Kak?" tanya Mesya, lalu David melanjutkan ucapannya tadi.     

"Sakit yang kamu derita itu memang sama denganku, dan disebabkan karena kita sudah terlalu lama tidak memakan daging manusia!" ujar David.     

"Apa?!" Mesya tampak kaget. "Ba-ba-gaiman bisa begitu?"     

David pun kembali menjelaskan kepada Mesya.     

Dan ini efek karena Mesya juga sering mengonsumsi daging manusia secara tidak ia sadari.     

Seperti yang telah ia ketahui jika selama ini Arumi diam-diam memberikan makanan hasil masakannya sendiri, dan dia mengaku jika makanan itu ia beli dari sebuah restoran.     

Saat mengetahui hal itu, Mesya sangat murka. Namun sayangnya sudah terlambat. Dan daging manusia yang selama ini ia konsumsi itu telah merasuk sedikit demi sedikit ke dalam aliran darahnya.     

Semenjak itu Mesya tak pernah sekalipun merasakan sakit, atau tidak enak badan.     

Fisiknya menjadi tahan penyakit, dan apa bila dia tetap meneruskan hal itu, maka dia akan menjadi manusia abadi seperti keluarga Davies yang lainnya.     

Untunglah Mesya sudah mengetahui kebusukan sang Ibu, dan hal itu benar-benar membuat Mesya sangat kecewa.     

Kini dia juga harus menanggung rasa sakit ini demi melepas segala efek dari ritual keluarga angkatnya itu.     

"Mesya, kamu harus bersabar, ya," kata David seraya mengusap rambut istrinya. "Aku akan menemanimu, seperti kamu yang selalu menemaniku saat aku sakit," ujar David.     

Mesya menganggukkan kepalanya.     

"Iya, Kak," jawab Mesya dengan suara rendah.     

"Kita hadapi ini semua bersama-sama ya, Sayang,"     

David kembali merebahkan tubuhnya dan kembali memeluk istrinya.     

Memang tubuhnya sedang sakit tak karuan, tapi semua itu terasa ringan karena mereka menghadapinya dengan bersama-sama.     

Entah sampai kapan mereka akan terus berdiam di rumah saja seperti ini ....     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.