Anak Angkat

Kepalsuan



Kepalsuan

0Setelah berbicara baik-baik dengan sang Ayah, akhirnya Arthur bisa memahami bahwa Lizzy sangat berharga bagi kedua orang tuanya. Dan Arthur juga yakin, jika mereka akan memperlakukan Lizzy dengan baik, seperti mereka yang memperlakukan Mesya.     

Sudah sejak lama mereka kehilamga Lizzy, hingga mengira jika Lizzy itu sudah mati. Kebahgaiaan pun kembali muncul setelah mereka mengetahui bahwa Lizzy masih hidup.     

Menurut Arthur, Lizzy adalah sesuati yang bersama bagi mereka. Oleh karena itu sudah pasti mereka tidak akan rela jika Lizzy harus, pergi.     

Dan ini pula yang menjadi alasan Arthur, untuk membiarkan Lizzy tetap tinggal bersama orang tuanya.     

Tentu saja dengan beberapa syarat yang harus diterapkan bagi kedua orang tuanya.     

Salah satunya adalah mereka tidak akan memaksa Lizzy untuk berbuat jahat, termasuk membunuh orang.     

Dan mereka juga tidak boleh memaksa Lizzy untuk memakan daging manusia lagi.     

Ini menjadi syarat mutlak atas, perjanjian Arthur dan kedua orang tuanya.     

"Baiklah, aku akan membiarkan Lizzy tinggal bersama kalian, tapi tolong jangan  berbuat kasar terhadapnya," pinta Arthur kepada kedua orang tuanya.     

"Tentu saja, Arthur! Lagi pula harus berapa kali Ayah menjelaskan kepadamu, jika kami ini tidak pernah menyakiti anak perempuan?" tanya Charles sekaligus mengingatkan Arthur.     

"Baiklah, aku percaya kepada, Ayah!" tegas Arthur.     

Kemudian pria itu menghampiri Lizzy dan , mengusap lembut atas kepala Lizzy.     

"Lizzy, kau tetap tinggal bersama, Ayah  dan Ibu, ya? Mereka tidak akan menyakitimu. Kau boleh melakukan apa yang kau suka, asalkan kau tetap menghormati mereka," ucap Arthur pada Lizzy.     

Tentu saja gadis itu merasa sangat kesal. Kerena dia tak mau tinggal bersama dengan kedua orang tuanya. Yang ia inginkan adalah tinggal bersama dengan Arthur.     

"Kak, aku ingin tetap bersama, Kak Arthur," pinta Lizzy dengan suara yang melemah. Wajahnya juga memelas.     

"Lizzy, kamu itu satu-satunya yang tersisa, kamu harus tetap tinggal bersama mereka, sampai nanti, sampai kanu memiliki seorang suami," kata Arthur.     

"Tapi, aku tidak mau, Kak! Aku takut!" tukas l Lizzy sambil menangis.     

Dia berbisik di telinga Arthur.     

"Kak, aku takut di belakang nanti, mereka akan memarahiku," kata Lizzy.     

Dan Arthur kembali menenangkan sang adik.     

"Percayalah, Lizzy. Kamu akan baik-baik saja. Mereka sudah berjanji kepadaku bahwa tidak akan mengekangmu lagi. Aku yakin mereka tidak mau kehilangan semua anaknya apa bila terus bertahan dengan keegoisan mereka," tutur Arthur menasehati Lizzy.     

Lizzy juga terdiam sesaat dan mulai memikirkan ucapan Arthur dengan sungguh-sungguh.     

Kemudian Arumi pun mendekati Lizzy.     

"Sayang, kenapa harus takut? Kami ini sangat menyayangimu. Dan kami tidak akan berbuat jahat kepadamu," tukas Arumi menenangkan Lizzy.     

Lizzy masih tidak yakin sebagai pernyataan sang Ibu.     

"Tapi ... apa Ibu, benar-benar tidak akan memaksaku untuk membunuh orang lagi?" tanya Lizzy memastikan.     

"Tantu saja tidak, Sayang ...."  Kata Arumi.     

Kemudian Charles pun juga turut mendekati Lizzy. Dia membantu istrinya untuk meyakinkan putrinya.     

"Dengar, Nak. Kami memang bukan orang baik yang seperti orang-orang kira, tapi kami baik kepada putra-putri kami, terutama kepadamu, Lizzy," ujar Charles. "Kami tidak mau kehilanganmu, lagi," imbuh Charles.     

"Benar kata ayahmu itu, Nak. Sudah cukup kamu meninggalkan kami dulu, jangan ulangi lagi," pinta Arumi, "tetap di sini, Nak, Ibu mohon ...."     

Arumi dan Charles terus berusaha untuk menenangkan Lizzy, dan meyakinkan gadis itu agar mau tetap tinggal bersama dengan mereka.     

Hingga hati Lizy pun mulai luluh. Dan dia merasa yakin untuk tetap tinggal di tempat ini.     

"Baiklah, aku mau tinggal di sini lagi, tapi kalian tolong tepati janji, ya?" pinta Lizzy.     

"Tentu saja, Sayang," Arumi pun  memeluk tubuh Lizzy, dan wanita itu berbisik di telinga Lizzy, "terima kasih ya, sudah memberi Ibu kesempatan kedua," ujar Arumi.     

Lizzy menganggukkan kepalanya. Dan dia tersenyum.     

***     

Masalah ini pun akhirnya  selesai, dan Lizzy tetap tinggal bersama orang tuanya.     

Kemudian Arthur pulang dengan tangan kosong.     

Meski pulang tanpa membawa Lizzy, Arthur msrasa tenang karena ucapan orang tuanya tadi membuatnya yakin bahwa Lizzy akan baik-baik saja.     

***     

Sepulangnya Arthur dari kediaman keluarga Davies.     

Arumi dan Charles berunding di dalam kamar pribadi mereka.     

"Sayang, apa rencanamu?" tanya Arumi pada Charles.     

"Apalagi? Tentu saja untuk merebut bayinya Arthur," jawab Charles seraya tersenyum tipis.     

Arumi terdiam dan memperhatian dengan seksama apa nyang diucapkan oleh suami.     

"Arumi, kau tahu jika bulan purnama sudah dekat?"     

"Iya, Charles," Arumi menganggukkan kepalanya.     

"Oleh karena itu, Sayang! Kau harus bisa lebih menjaga amarahmu. Salah-salah kau bisa membuat Arthur curiga dan kita tidak akan bisa mendapat putranya," ujar Charles.     

"Maafkan aku ya, Sayang     

Aku sudah khilaf," kata Arumi dengan ekspresi penuh penyesalan.     

"Iya, Sayang, tidak masalah. Bukankah ini tugas seorang suami? Mengingatkan apabila sang istri sedang khilaf," ujar Charles.     

"Kau benar, Charles! Aku sangat beruntung memilikimu," ujar Arumi seraya memeluk sang suami.     

***     

Lizzy tengah berada di dalam kamarnya.     

Gadis itu tengah merebahkan tubuhnya di atas kasur.     

Pikirannya masih menggelayut tentang orang tuanya dan Arthur.     

"Apa keputusan, Kak Arthur, sudah benar?"     

"Sudahlah, aku harus yakin bahwa ini keputusan yang terbaik!" ujar Lizzy meyakinkan dirinya sendiri.     

Gadis itu mulai memejamkan matanya.     

Sekejap Lizzy bermimpi bertemu dengan seorang pria.     

Dia tidak tahu siapa pria itu, tapi dari cara bicaranya Lizzy seperti mengenalnya.     

"Kamu, siapa?" tanya Lizzy.     

"Kamu tidak ingat aku?" tanya pria itu.     

"Sungguh aku tidak ingat siapa dirimu. Tapi wajahmu tidak asing?" ujar Lizzy.     

Kemudian sosok pria itu tiba-tiba lenyap dari hadapannya.     

Dan saat itu juga Lizzy langsung terbangun.     

"Ah, cuman mimpi rupanya?" gumamnya seraya mengusap pelupuk matanya.     

"Kenapa pria itu terasa tidak asing? Suaranya juga tidak asing? Aku seperti sering mendengarnya dulu ... tapi entah di mana?"     

Lizzy pun mengabaikan mimpi tersebut dan dia kembali     

Merebahkan tubuhnya di atas kasur.     

Dia melanjutkan tidurnya yang tertunda.     

***     

Beberapa hari kemudian.     

Lizzy sudah kembali nyaman tinggal di rumah ini.     

Tak ada paksaan sama sekali dari Arumi dan Charles.     

Bahkan mereka malah ramah kepada Lizzy.     

Arumi juga sering memuji perubahan sikap Lizzy yang semakin dewasa.     

Selain itu mereka juga memberikan kebebasan kepada Lizzy, untuk melakukan apapun.     

Lizzy merasa sangat bahagia, dia mendapatkan apa yang ia inginkan.     

Namun jauh dari lubuk hatinya yang terdalam, Lizzy merasa ada yang aneh dengan orang tuanya.     

Mereka mengasihi Lizzy secara berlebihan, bahkan cara memujinya juga sangat berlebihan.     

Seperti ada niat yang tersembunyi dari sikap itu.     

Namun Lizzy berusaha untuk menepis, dia yakin jika itu semua hanya perasaannya saja.     

***     

Pagi itu, Lizzy berjalan menuruni tangga.     

Dan tak sengaja dia mendapati Arumi dan Charles yang sedang membicarakan sesuatu yang terlihat mencurigakan.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.