Anak Angkat

Lizzy Yang Penasaran



Lizzy Yang Penasaran

0"Ayah, dan, Ibu, sedang, apa?" gumam Lizzy.     

Setelah itu dia melihat kedua orang tuanya itu berpindah tempat, mereka memasuki ruang rahasia mereka.     

Lizzy begitu penasaran dia mulai mendekat secara diam-diam.     

Ketika kedua orang tuanya sudah mulai memasuki kamar itu, mereka menutup pintu rapat-rapat. Dan Lizzy berdiri tepat di sepanjang pintu itu.     

Kemudian terdengar pembicaraan mereka samar-samar.     

Lizzy segera menempelkan telinganya di sisi pintu.     

Dan sekarang dia dapat mendengar pembicaraan Arumi dengan Charles lebih jelas.     

"Charles, nanti malam kita akan mengadakan ritual itu," ujar Arumi.     

"Iya, Arumi, aku sudah mengirim beberapa anak buah menuju rumah Arthur," ujar Charles.     

"Bagus, Sayang, dan usahakan jangan sampai mereka tahu kalau itu adalah rencana kita,"     

"Tentu saja, Arumi! Dan aku sudah melakukan semua ini secara berhati-hati,"     

"Baiklah, Charles! Aku bangga kepadamu, kau memang suami yang bisa diandalkan," puji Arumi.     

"Sudahlah, Sayang, jangan terlalu sering memujiku," ujar Charles.     

"Haha, tapi aku suka melakukan itu, Sayang," Arumi mengusap lembut wajah Charles.     

Kemudian terdengar mereka yang tengah menyiapkan  sesuatu.     

Entah apa itu, yang jelas terdengar seperti benda-benda keras yang saling berbenturan.     

Kemudian Charles dan Arumi keluar ruangan, dan masing-masing mereka membawa benda-benda aneh seperti  cawan antik, tombak dan beberapa gentong kecil yang terbuat dari tanah liat.     

Lizzy bersembunyi di balik tembok yang tak dilewati oleh kedua orang tuanya.     

Dan setelah mereka menjauh Lizzy kembali membuntuti mereka secara diam-diam.     

Kedua orang tuanya membuka sebuah pintu berkarat, yang menuju taman belakang.     

Bahkan Lizzy baru tahu jika pintu yang terlihat rusak ini,  masih bisa dipakai, dan di dalam pintu itu ternyata ada sebuah taman yang cukup luas.     

Lizzy mengintip di tempat yang tersembunyi di antara tumpukan tong besar.     

Saat berada di tempat itu lizzy merasa tidak asing dengan suasana ini.     

Dia mulai mengingat-ingat ulang kejadian pada masa lampau.     

Dia yang masih kecil, dan melihat Arumi serta Charles tengah di taman itu, mereka menyiapkan benda-benda itu di atas sebuah meja kayu berukuran besar.     

Dan di sampingnya juga terdapat sebuah ranjang namun terbuat dari kayu, dengan taburan kelopak bunga di seluruh permukaannya.     

Waktu itu Lizzy yang masih kecil tak sengaja masuk ke tempat itu.     

Dan Lizzy masih ingat betul dulu di atas ranjang kayu itu terdapat seorang pria yang sedang rerikat dan merintih kesakitan. Ada beberapa luka di tubuhnya.     

Kemudian Lizzy yang masih polos berjalan mendekat.     

"Kenpa, Paman, ada di sini?" tanya Lizzy yang panik. Dian merasa kasihan.     

Charles pun langsung menengok kearahnya dengan sorot mata yang tajam.     

Kemudian Arumi segera mendekatinya.     

"Lizzy, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Arumi.     

"Aku ingin ikut kalian? Aku sangat penasaran dengan apa yang sedang kalian lakukan!" jawab Lizzy dengan polosnya.     

"Bu, kenapa Paman ini berada di sini?" tanya Lizzy.     

Kemuadian dia semakin berjalan mendekat ke arah pria itu.     

"Ayah, Ibu, apa boleh Lizzy menolongnya?"     

"Tidak Sayang! Ayo Ibu antarkan kamu keluar!" ajak Arumi secara paksa.     

"Tapi aku ingin melihatnya, Bu!"     

"Kau belum cukup umur untuk hal itu, Lizzy!"     

"Tapi, kasihan Paman itu, Bu?"     

"Biarkan saja, Lizzy! Dia itu untuk tumb—" Arumi menghentikan  sesaat ucapannya.     

"Baiklah, ayo kita keluar sekarang!" Arumi menarik paksa tangan Lizzy.     

"Ah, sakit, Ibu!" teriak gadis kecil itu.     

Kemudian Arumi meletakkan Lizzy di atas sofa ruang tamu.     

Dan dia menyempatkan diri memerikasa tangan anaknya yang secara reflek ia tarik tadi.     

"Mana yang sakit Sayang? Biarkan Ibu yang memeriksanya!" ujar Arumi.     

"Di sini, Bu!" Lizzy menujukkan letaknya.     

"Oh, maaf ya, Sayang, Ibu tidak sengaja," kata Arumi seraya memijit tangan Lizzy dengan pelan.     

"Sudah, tidak sakit?"     

"Iya, Ibu," jawab  lizzy.     

"Kalau begitu, Ibu akan pergi dulu Lizzy di sini bersama dengan  Kak David, dan Kak Arthur, ya?" ujar Arumi, kemudian wanita itu segera berlalu pergi.     

Sepertinya dia kembali ke taman belakang lagi.     

Lizzy masih penasaran dengan apa yang telah di lakuan oleh kedua orang tuanya di taman itu.     

Tetapi anehnya Arthur dan David sama sekali tidak tertarik.     

"Kak David, sebenarnya mereka sedang melakukan apa?" tanya Lizzy.     

"Lizzy, kita ini anak kecil, tidak boleh mencari tahu tentang urusan orang dewasa! Kata Ibu; nanti kalau sudah dewasa juga akan tahu sendiri," ujar David.     

Sedangkan Arthur melirik kearah Lizzy dengan sinis.     

Arthur memang sangat membenci Lizzy dan David pada saat itu. Dia adalah satu-satunya anak yang paling ambisius, dan tidak mau terkalahkan. Dia juga tidak mau sedikit pun berhubungan baik kepada kedua saudaranya itu.     

Berkat ingatan itu lizzy menjadi yakin kalau  yang dilakukan oleh kedua orang tuanya itu adalah sebuah ritual sesat dan ranjang kayu yang ia lihat tadi, akan di isi oleh seseorang.     

Lizzy bergidik negeri membayangkannya.     

'Kalau mereka akan  melakukan 'ritu sesaat' seperti  yang dibilang oleh Kak Arthur pada waktu itu, maka mereka membutuhkan satu orang sabagai tumbal ritual itu,' Bicara Lizzy di dalam hati.     

Mendadak  pikiran Lizzy menjadi tidak tenang.     

Dia penasaran tentang siapa orang yang akan mereka jadikan korban.     

'Apa jangan-jangan mereka akan menjadikan aku sebagai tumbalnya?' bicara Lizzy di dalam hati.     

Kemudian Lizzy kembali mendengar obrolan Arumi dan Charles lagi.     

"Sayang, sudah cukup. Kita tinggal menunggu bayi itu ada di tangan kita, dan malam nanti kita akan memulai ritualnya," ucap Arumi.     

"Iya, Sayang! Sekarang kita istirahat saja. Kita kembali ke kamar dan menunggu kabar baik dari para anak buahku," ujar Charles.     

Dan mereka pun keluar lewat pintu reot tadi.     

Lizzy segera bersembunyi.     

Naas dia malah terkunci di dalam taman rahasia itu.     

***     

Arthur baru saja memasuki rumahnya, dan Celine tengah mengasuh putra mereka.     

"Hai, Ayah sudah pulang, Sayang," ujar Celine  seraya menghampiri Arthur, tangannya masih menggendong putra mereka.     

"Langit, belum tidur?"  tanya Arthur.     

"Ini baru saja bangun, Arthur," jawab Celine.     

"Oh, kalau begitu, sini biar aku yang menggendongnya? " ujar Arthur.     

"Ah, baiklah," Celine meletakkan bayi itu di tangan Arthur.     

Kemudian mereka duduk di sofa seraya bercengkrama dengan Langit.     

"Bagaiaman, Arthur? Apa sudah ada calon pembeli yang tertarik?"     

"Sudah ada beberapa, Celine.  Tapi belum ada yang menawarkan dengan harga yang pas," jawab Arthur.     

"Ah, begitu ya? Padahal aku benar-benar sudah tidak sabar untuk berpindah rumah," ujar Celine.     

"Sabar, Sayang, kita tidak boleh terlalu buru-buru," kata Arthur.     

"Iya, sejauh ini aku sudah bersabar, Arthur," jawab Celine dengan raut wajah yang agak kecewa.     

Arthur segera mengusap rambut Celine.     

"Aku berjanji akan segera mencarikan pembeli yang tepat. Lalu kita akan pindah," ujar Arthur meyakinkan Celine.     

Kemudian wanita itu menganggukkan kepalanya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.