Anak Angkat

Demi Langit



Demi Langit

0Mereka mengabaikan Lizzy, dan memilih untuk tetap fokus menjalani ritual sesatnya.     

Karena ritual ini tidak bisa di tunda lagi. Bulan purnama telah tiba, mereka tidak mungkin melewatkanya dan menunggu di bulan berikutnya.     

Terlebih bayi yang mereka butuhkan sudah ada di tangan mereka.     

***     

Arumi membawa bayi itu masuk ke dalam taman rahasia, di mana sudah disiapkan segala sesuatu untuk ritual itu.     

Ketika terdengar ada yang membuka pintu, Lizzy segera bersembunyi.     

Dan dia mendapati sang Ibu yang tengah menggendong seorang bayi.     

Kedua mata Lizzy langsung terbelalak saat mengetahui jika yang akan dijadikan tumbal bukanlah orang dewasa, melainkan seorang bayi.     

'Bayi? Apa jangan-jangan bayi itu adalah, Langit?' bicara Lizzy di dalam hati.     

Dari jarak jauh, Lizzy tidak bisa melihat wajah bayi itu dengan jelas. Sehingga dia masih tak yakin kalau bayi itu adalah Langit.     

Namun dia teringat saat ibu dan ayahnya menyebutkan nama 'Arthur' awalnya dia mengira jika Arthur adalah orang yang akan dijadikan tumbal. Atau mungkin Celine istri dari Arthur yang akan dijadikan tumbalnya. Namun ternyata dugaannya itu salah ... karena yang akan mereka jadikan tumbal adalah 'Langit' putra dari Arthur dan Celine.     

'Astaga! Jadi mereka akan membunuh, Langit?'     

'Aku harus bagaimana? Apa aku rebut saja, ya?'     

'Ah, jangan dulu! Aku harus menunggu sampai mereka lengah!' bicara Lizzy di dalam jatu.     

Lizzy pun tetap konsisten berada di dalam persembunyiannya itu.     

Meski disebut taman, tetapi ukurannya tidak lebar, dan banyak tembok penyekat serta hanya ada satu saja jalan untuk keluar.     

"Charles, lihat! bulannya sudah bulat sempurna," ujar Arumi.     

"Letakkan di atas ranjang kayu itu, Arumi!"     

"Baiklah, Charles!" Arumi meletakan Langit di atas tempat yang sudah disediakan.     

Dan mereka memulai ritualnya.     

Diawaali dengan pembacaan mantara khusus dengan bahasa yang sama sekali tidak diketahui oleh Lizzy, dan dilanjutkan oleh Charles yang menaburi bayi itu dengan klopak bunga mawar.     

Sedangkan Arumi meraih sebuah tombak yang ada di sampingnya. Dua sudah mengambil ancang-ancang untuk menghujamkan tombak itu kearah jantung si bayi.     

Lizzy sudah tidak tahan lagi melihatnya.     

'Aku harus merebut, Langit!' bicaranya di dalam hati.     

Lizzy langsung berlari untuk merebut bayi itu.     

"Jangan lakukan itu, Ibu!" teriak Lizzy.     

Arumi sangat kaget, begitu pula dengan Charles. Dan mereka sampai terdiam untuk beberapa saat.     

Sementara Lizzy sudah menggendong Langit.     

"Apa yang akan kalian lakukan pada keponakanku?!" sentak Lizzy.     

"Hei, Nak! Tolong kembalikan bayi itu!" suruh Charles.     

"Tidak bisa! Aku tidak mau mengembalikan bayi ini!" sahut Lizzy dengan ketus.     

"Jangan bermain-main, Lizzy! Bulan purnama sudah tiba! Kalau kami tidak segera menusuk jantung bayi itu dengan tombak, maka ritual ini akan gagal!" teriak Arumi.     

"Aku tidak peduli! Memang itu yang aku inginkan!" jawab Lizzy dengan lantang.     

"Dasar, Anak Sialan! Beraninya kau melakukan itu kepada, kami!" Arumi sangat murka.     

Karena apa yang telah ia lakukan selama ini hanya sia-sia, termasuk memberikan kasih sayang kepada Lizzy. Dan hal itu tak berarti apa-apa baginya, gadis itu tetap menjadi sosok pembangkang seperti Mesya.     

"Lepaskan bayi itu atau—"     

"Atau, Ibu, akan membunuhku?" tanya Lizzy yang memotong ucapan Arumi.     

"Apa yang telah kau bicarakan itu, Nak! Jangan melawan ibumu!" timpal Charles.     

Dan Lizzy pun menjawab ucapan sang Ayah.     

"Dia pantas dilawan! Dia bukanlah seorang Ibu! Karena seorang Ibu tidak akan tega membunuh seorang bayi, apalagi itu cucunya sendiri!" cerca Lizzy kepada Arumi.     

"Wah, kau sekarang benar-benar sudah dewasa, ya!" puji Charles. "Tapi Sayangnya kau sudah membuat kesabaran kami, habis!" ujar Charles seraya mengayunkan sebuah kapak besar kearah Lizzy.     

Namun beruntung Lizzy berhasil menyingkir. Sehingga kapak itu mendarat di tembok.     

"Charles! Apa kau sudah gila!" teriak Arumi, "dia itu putri kandungmu, Charles!"     

"Lupakan kalau dia itu putri kandung kita, Arumi! Waktu kita hampir habis untuk menghadapi gadis pembangkang sepertinya!" teriak Charles.     

Hingga akhirnya Arumi pun memilih diam, dan tak berani melawan Charles lagi. Bagaimana pun apa yang dikatakan oleh Charles itu selalu benar. Dia adalah panutan bagi Arumi.     

Lizzy masih terduduk sambil memeluk erat bayi yang sedang menangis. Dia takut ayahnya akan membunuhnya, tapi dia juga tidak tega melihat bayi yang tidak berdosa ini menjadi korban.     

"Berikan bayi itu! Atau ayah akan membelah tubuhmu menjadi dua bagian?!" ancam Charles.     

"Tolong, Ayah, jangan lakukan itu ...," pinta Lizzy memohon.     

"Kalau begitu berikan bayinya sekarang!" bentak Charles. Jika biasanya yang paling tidak bisa menahan emosi adalah Arumi, kali ini Charles yang malah tidak bisa menahan emosinya.     

"Tidak, Ayah, aku mohon jangan bunuh dia ... apa kalian tidak kasihan kepada bayi ini, dia itu cucu kalian juga," ujar Lizzy dengan derai air mata.     

"Kami tidak peduli!" Charles merebut bayi itu dengan paksa, tetapi Lizzy masih tak mau memberikan bayi itu kepada sang Ayah.     

"Ayo, cepat berikan!" sergah Charles.     

"Lizzy, berikan Langit kepada kami!" pinta Arumi.     

"Tidak mau!" jawab Lizzy.     

Kali ini Charles dan Arumi sudah tak sabar lagi menghadapi Lizzy.     

Charles berinisiatif mengambil kapaknya lagi dia memukul kepala Lizzy dengan punggung kapak.     

Tentunya Charles sudah memperkirakan pukulannya agar tidak sampai membunuh Lizzy.     

Lizzy pun terjatuh dan tak sadarkan diri.     

"Charles! Kau memukulnya dengan kapak?" Arumi seperti tak terima.     

"Aku hanya memukulnya dengan punggung kapak, Arumi! Bukan dengan mata kapak!" sangkal Charles.     

"Tetap saja kau telah melukainya, Charles!"     

"Sudah tidak apa-apa! Yang penting dia masih hidup! Dan sekarang dia itu hanya pingsan saja!"     

"Apa kau yakin, dia hanya pingsan?" tanya Arumi.     

"Sudahlah, lupakan saja, Arumi! Ayo cepat lanjutkan ritualnya sebelum terhambat!" sergah Charles.     

***     

Malam sudah mulai larut, dan Arthur baru saja pulang.     

Dia sangat kaget saat mendapati pintu rumah yang telah terbuka.     

Bahkan saat memasuki ruang tamu ada banyak sekali jejak sepatu yang mengotori lantai keramik berwarna putih.     

"Apa yang terjadi?" perasaan Arthur menjadi tak tenang.     

Dia langsun mencari keberadaan istri dan putranya.     

"Celine! Celine!" serunya memanggil sang istri.     

Dia melangkah masuk hingga ke ruangan tengah, tempat di mana Celine sering menonton TV bersama Langit.     

Seketika Arthur terkejut kerena melihat tubuh sang     

Istri yang tergeletak di atas lantai.     

"Celine! Apa yang terjadi, Sayang?!" teriak Arthur seraya membangunkan istrinya. Dia mengecek bagian hidung dan detak jantungnya.     

"Ah, syukurlah dia masih hidup," gumam Arthur.     

Dia kembali menepuk-nepuk wajah sang istri agar lekas sadar.     

Perlahan-lahan wanita itu membuka matanya.     

"Arthur ...." Suaranya begitu parau dan lemas.     

"Celine, apa yang terjadi?!"     

"Arthur ... Langit, Lang—"     

"Ada apa dengan, Langit!?"     

"Mereka, membawa Langit pergi, Arthur!"     

"Apa?!"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.