Anak Angkat

Kecurigaan Arthur



Kecurigaan Arthur

0Arthur terus melontarkan kalimat tuduhan kepada sang Ibu.     

Berkali-kali Arumi menyangkalnya namun dia tetap tak percaya.     

"Ayo katakan saja dengan jujur! Kalau kalian yang telah menculik Langit" bentak Arthur.     

Dan Arumi kembali menyangkal tuduhan dari Arthur. Tak ada kata menyerah bagi Arumi untuk membela diri. Dia tak mau rahasianya terbongkar dan Arthur akan semakin membencinya.     

"Arthur, demi apapaun, Ibu tidak menculiknya?" ujar Arumi.     

"Tapi, Ibu, sekarang terlihat semakin cantik, ya?" sindir Arthur dengan senyuman sinis. "Bahkan Ibu, dan istriku telihat lebih cantikan, Ibu?"     

"Apa ini termasuk efek dari ritual sesat kalian?" Arthur juga melirik kearah Charles. "Ayah dan aku juga terlihat sepantaran! Benar-benar mustahil, bukan?!"     

"Arthur! Kau ini bilang apa? Ibu kelihatan jauh lebih mudah karena Ibu selalu rajin merawat diri!" sangkal Arumi.     

Charles kembali memberikan pembelaan untuk sang istri.     

"Ada apa denganmu ini? Kenapa kau masih saja, menyinggung Ibumu ini, Arthur? Berapa kali Ayah harus memberitahumu jika bukan kami perlakuannya?!"     

"Jangan berbohong, Ayah! Aku tahu jika kalian itu memang pandai bersandiwara di depan orang lain, tapi tolonglah jangan bersandiwara juga, di hadapanku!" cerca Arthur.     

Kemudian Charles pun mendekat dan dia langsung menampar wajah Arthur.     

Plak!     

"Dasar, anak tidak tahu diri!" pekik Charles pada Arthur. "Tingkahmu, semakin lama semakin tidak bisa diatur!" timpalnya.     

Arthur pun tak mau tinggal diam, dia yang harusnya membalas perbuatan sang Ayah, tetapi malah dia yang ditampar oleh Charles.     

Tentu saja Arthur tak terima.     

"Aku sudah bosan menjadi boneka kalian, cepat akui perbuatan kalian dan minta maaf kepadaku!" sergah Arthur dengan suara lantang.     

"Hei, kau ini sudah gila, ya? Kenapa malah bicara seperti itu kepada kami?!" Charles bertolak pinggang penuh emosi. 'Dengar, Arthur! Selamanya kami tidak akan mengakuinya! Karena memang bukan kamu pelakunya!" ujar Charles.     

Setelah tamparan Charles tadi, adu mulut masih terdengar silih berganti.     

Celine benar-benar bingung, dan tidak tahu harus berbuat apa?     

Bahkan kini Arthur dan Charles saling berdiri dan seperti akan terjadi perkelahian lagi.     

Celine mencoba menghentikan suaminya.     

"Arthur, aku mohon hentikan ini, Sayang, jangan betkelahi dengan ayahmu sendiri," pinta Celine.     

"Tapi, dia sudah menculik anak kita, Celine!" sahut Arthur.     

Celine menggelengkan kepalanya, "Brlum tentu, Arthur! Kau belum ada buktinya, 'kan?" tanya Celine sambil menangis.     

"Aku memang belum ada buktinya, tapi aku sudah yakin jika memang mereka pelakunaya! Aku sudah sejak kecil tinggal bersama mereka! Jadi aku sudah tahu segala kebusukan mereka!" ujar Arthur.     

Dan Arthur pun meraih sebuah guci yang terbuat dari kramik. Dia hendak menggunakan benda itu untuk menyerang ayahnya sendiri. Walau sebenarnya Dai juga masih ragu.     

Arumi pun tak ingin terjadi pertumpahan darah di rumah ini, mungkin kalau hanya Celine yang meninggal, tidak akan menjadi masalah baginya.     

Akan tetapi kalau sampai yang meninggal Charles atau Arthur, tentu dia akan kalang kabut.     

Yang Arumi inginkan adalah keluarga Davies kembali utuh. Dia membayangkan menjadi keluarga yang abadi dan tak terkalahkan sepanjang masa, dan hal itu bukan hanya berlaku untuk Charles dan dirinya saja, melainkan Arthur, dan anak yang lainnya juga ikut.     

Tentunya mereka juga harus, tunduk.     

Arumi pun segera memeluk Arthur.     

"Nak, tolong jangan membenci kami sampai separah ini ... kami ini sangat menyayangi cucu kami. Kami juga merasa kehilangan, tolong jangan menuduk kami pelakunya! Itu menyakitkan Nak ...." Ujar Arumi sambil menangis.     

Air mata palsu itu sengaja ia jadian tameng untuk melindungi dia dan suaminya, atas perbuatan keji mereka.     

Seketika Arthur menepis pelukan Arumi. Hingga wanita itu nyaris terjatuh.     

"Jangan pura-pura mengiba di hadapanku, Ibu!" bentak Arthur.     

Celine langsung mendekati Arthur, dan dia berusaha menenangkan suaminya.     

"Arthur, dengar kata ibumu, ayo kita pulang saja. Mungkin benar jika bukan mereka pekakunya," ucap Celine. Dia sudah kehabisan cara untuk menghentikan tindakan Arthur.     

Arthur hanya bisa terdiam, dia masih bingung dengan apa yang harus ia lakukan.     

Dia memang sangat mencurigai kedua orang tuanya, tetapi dia juga tidak bisa mengambil keputusan yang gegabah.     

Kalau sampai terjadi pertumpahan darah, dan Arthur berhasil membunuh Charles, maka dia akan menyesal apa bila kenyataannya bukanlah orang tuanya yang telah menculik Langit.     

"Arthur, ayo kita pulang, tenangkan dirimu dulu, Arthur," ujar Celine.     

Hampir saja Arthur menerima ajak Celine, akan tetapi dia teringat dengan Lizzy.     

"Lizzy, di mana, Lizzy?!" teriak Arthur.     

"Lizzy, sedang di kamarnya," jawab Arumi.     

"Di kamar?" Arthur mengernyitkan dahinya.     

"Kalau memang ada di kamar, kenapa dia tidak keluar?" tanya Arthur dengan pikiran yang penuh rasa curiga.     

Arumi mulai kesulitan untuk menjawab pertanyaan dari Arthur.     

"Dia, memang selalu seperti itu. Kalau sudah ada di dalam kamar Lizzy akan lupa dengan keadaan luar, dia sudah terlanjur asyik dengan earphone di telinganya!" jawab Arumi.     

Arthur tak percaya begitu saja dengan ucapan Arumi. Dia pun segera menaiki tangga untuk menemui Lizzy.     

Arumi dan Charles mengikutinya dari belakang.     

Tentu saja mereka tidak mau apabila kebohongan mereka terbongkar.     

'Sial, anak gadisku itu selalu membuat masalah,' garundalArumi di dalam hati.     

Hal ini membantu Arumi dan Charles begitu was-was terlebih mereka itu memang tidak menyembunyikan Lizzy di dalam kamar, melainkan ada di taman rahasia.     

Mereka masih membiarkan Lizzy berada di sana, dan tak membawanya masuk ke rumah lagi. Padahal gadis itu sedang mengalami cidera di kepalanya. Arumi dan Charles menganggap jika hal ini sebagai hukuman bagi Lizzy, karena gadis itu sudah berani melawan mereka.     

Di saat yang lain tengah menaiki tanggal menuju lantai atas untuk menemui Lizzy, dan di saat itulah Celine tetap di sofa sambil mengetik pesan, yang akan ia kirimkan kepada Mesya.     

Celine menuliskan segala kekhawatirannya dengan nasib Arthur dan orang tuanya, Celine benar-benar takut kalau sampai terjadi pertumpahan darah. Terlebih berkali-kali Arthur berkata bahwa dia akan membunuh orang tuanya apabila mereka benar-benar yang telah menculik Langit.     

Dan Celine juga juga menuliskan kesedihannya yang baru saja kehilangan Langit, karena diculik oleh beberapa orang yang tak di kenal.     

Kalimat pesan itu begitu panjang, dan sudah berhasil ia kirimkan kepada Mesya.     

Dia tidak tahu Mesya akan membalasnya atau tidak, yang terpenting Celine sudah memberi tahu kepada mereka.     

Walau pun belum tentu mereka akan bisa menolongnya dan Arthur.     

Terlebih meeeka tinggal di kota yang cukup jauh, dari Surabaya menuju Jakarta membutuhkan waktu berjam-jam untuk sampai.     

"Meski aku tidak yakin mereka bisa membantu kami, setidaknya mereka harus tahu tentang keadaan kami," ucap Celine. Hal ini ia lakukan karena memang dia sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.