Anak Angkat

Karma Itu Nyata



Karma Itu Nyata

0Malam telah tiba, Arthur terbangun dalam sebuah ruangan yang sangat gelap.     

Dia tahu jika tempat ini adalah gudang yang terletak di belakang rumah keluarganya.     

"Akh!" Arthur memegangi bagian kepalanya. Kemudian dia teringat dengan keadaan Celine.     

"Celine? Di mana kamu, Celine?" teriak Arthur.     

Tetapi tak ada yang menyahutinya, ruangan itu kosong, hanya ada dirinya saja.     

Dia teringat peristiwa beberapa tahun yang lalu.     

Di pernah menyiksa seorang anak lelaki yang bernama Denias di tempat ini.     

Arthur, yang menyekapnya, dan anggota kekuatan yang main turut memukulinya dan melukainya dengan benda tajam.     

Saat itu Denias meronta kesakitan, tubuhnya dipenuhi dengan luka lebam, bahkan ceceran darah bekas luka sayatan pisau juga menghiasi beberapa bagian tubuh anak lelaki itu.     

Pada saat itu Arthur sangat menikmatinya. Tangisan dan rintihan Denias bagaikan nanyain yang menghibur jiwanya.     

Namun tangisan itu kini berubah menjadi suara ynga menyayat hati bagi Arthur. Dan terus mengusik batinnya.     

Dia benar-benar menyesal atas perbuatanya itu.     

Bahkan berapa jumlah orang yang sudah ia bunuh pun, Arthur tak mengingatnya.     

Dia tertawa di atas penderitaan orang lain, dan kini dia merasakan penderitaan itu.     

"Ya, Tuhan! Kalau aku pantas mendapatkan ini, aku rela! Tapi aku mohon ... tolong selamatkan Celine ...." Tukas Arthur dengan raut wajah penuh penyesalan.     

Mungkin jika waktu bisa diputaran kembali, Arthur akan segera memperbaiki semuanya.     

Namun dari para korban yang pernah ia bunuh dan ia sakiti, hanya satu orang anak yang paling membuat hatinya tersiksa ... dia adalah Denias.     

Dia menyesal telah menculik pria yang baik seperti Denias, dari semua korbannya, yang kebanyakan para orang teman dan jahat, Arthur menyadari jika hanya Denias pria yang paling baik, dan tak pernah mengusiknya. Bahkan Denias adalah anak malanh yang sering ditindas. Hidupnya penuh beban dan Arthur malah menambah beban itu.     

Meski Arthur tidak membunuhnya, tapi kejadian yang menimpa Denias dan mobilnya di dalam danau terasa tidak masuk akal.     

Arthur yakin jika itu semua adalah ulah dari orang tuanya. Meski Arumi tidak pernah berbicara kepada siapaun tentang dirinya yang telah membunuh Denias, dan memasukkannya ke dalam danau bersama mobil, serta sang paman, tetapi Arthur sudah mencurigainya sejak lama.     

Dan Arthur menduga jika Arumi melakukan pembunuhan secara diam-diam itu hanya demi Mesya.     

Saat itu Mesya adalah anak emas di keluarga ini.     

"Denias, maafkan aku ... aku benar-benar bukan manusia, karena aku telah menyakiti anak yang tidak berdosa, dan tidak pernah sama sekali mengusik hidup keluarga kami," ucap Arthur penuh penyesalan.     

Kemudian Arthur pun bangkit, sambil memegang kepalanya, tanganya memegang cairan yang terasa kental dan hangat. Arthur terdiam sesaat lalu melihat cairan apa itu. Dan ternyata adalah darah.     

Arthur teringat pristiwa sebelum dia pingsan tadi. Sang Ayah memukul dan menginjak kepalanya hingga ia terjatuh dan tak sadarkan diri.     

"Kenapa aku dilahirkan dalam keluarga laknat ini?!"     

"Ya, Tuhan! Aku menyesal, Tuhan! Kiranya ini balasan untukku ... aku terima, tapi biarkan Celine hidup! Biarkan dia bahagia di luar sana!" Arthur sudah benar-benar sudah putus asa. Dia tidak bisa keluar dari dalam tempat ini.     

Arthur sangat menyesal tidak mau menuruti ajakan Celine untuk pindah secepatnya. Mungkin saja kalau dia pindah dari tempat ini, maka hidupnya dan keluarga kecilnya akan baik-baik saja. Seperti Mesya dan David.     

Beberapa saat kemudian kepala Arthur kembali terasa sakit, yang tak tertahan.     

Arthur memegangnya dan setelah itu kedua matanya memejam, dan kembali pingsan.     

***     

Kemudian Arthur pun terbangun, dan dia berada di ruangan yang berbeda.     

Semua terlihat abu-abu, seperti ada banyak kabut.     

Arthur sampai sulit melihat apa pun yang ada di dalam ruangan yang sangat luas itu.     

Kemudian ada cahaya putih yang bersinar terang dan membentuk sebuah lorong. Tak lama keluar seseorang dari dalam lorong putih itu.     

Langkah orang itu kian mendekat, Arthur tampak kaget.     

Denias tersenyum kepadanya.     

"Kau ...!" Arthur menujukan kearahanya.     

"Apa kabar, Arthur?" tanya Denias.     

"Denias! Apa kedatanganmu kemari karena ingin membalas dendam kepadaku?" tanya Arthur.     

Kemudian pria berambut ikal itu menggelengkan kepalanya.     

"Aku sudah bahagia, di duniaku sekarang. Aku sudah tidak memikirkan dendam," jawabnya. Senyuman Denias terlihat tulus, wajahnya begitu cerah bercahaya.     

"Lalu untuk apa kau datang kemari? Kalau bukan untuk membunuhku?" tanya Arthur.     

Denias kembali tersenyum.     

"Kau belum di takdirkan mati hari ini, Arthur," jawabnya.     

"Lalu apa tujuanmu datang kemari? Ayo katakan kepadaku!" desak Arthur.     

Dan pria itu menjawab pertanyaan Arthur dengan suara rendah namun berwibawa.     

"Aku hanya ingin mengingatkan kepadaku, Arthur. Bahwa karma itu nyata," ucapnya.     

"Denias maafkan atas perbuatanku dulu," pinta Arthur sambil menangis.     

"Aku sudah memaafkanmu, Arthur. Tapi semua perbuatanmu tetap akan di pertimbangkan. Kau tahu betapa keluargaku sangat bersedih saat aku pergi? Dan mungkin kau juga akan merasakannya ... apabila keluagamu ada yang pegi, aku harap kau bisa lebih iklas. Walau aku tahu itu sangat sulit," pungkas Denias.     

Arthur masih tak begitu paham dengan apa yang telah dikatakan oleh Denias.     

Tapi Arthur tahu jika arti dari kalimat itu sangat buruk.     

"Denias! Bunuh saja aku! Bawa saja aku ke neraka sekarang! Aku pantas mendapatkannya!" ujar Arthur.     

"Neraka, atau Surga, bukanlah kuasaku. Itu kuasa Tuhan, aku harap kau mempergunakan sisa hidupmu dengan baik." Pesan Denias sebelum tubuhnya memudar dengan cahaya putih yang menyertainya.     

Setelah itu Arthur terbangun dari pingsannya.     

Arthur benar-benar tak menyangka bisa bermimpi seperti ini.     

"Apa kau ini akan mati dalam waktu dekat? Apa aku tidak akan bisa menyelamatkan, Celine?"     

"Tunggu!" Arthur mengangkat wajahnya.     

"Aku tidak boleh menyerah begitu saja! Aku ini, 'kan bukan pria yang lemah?" Arthur pun melihat ada sebuah linggis yang tergeletak di atas lantai.     

Arthur meraih benda itu lalu menghujamkannya ke area tembok.     

Terdengar bunyi gemuruh, dalam ruangan itu.     

"Ayolah, Arthur! Kau pasti bisa?" ujarnya.     

Setiap dia mengayunkan linggis itu, kepalanya begitu sakit seakan berdenyut.     

Tapi Arthur tak menghiraukannya.     

Dalam otaknya, dia harus bisa menyelamatkan Celine. Dan dia juga harus bisa menemukan sang anak, walau Arthur tahu kemungkinan anaknya, sudah tewas. Tetapi setidaknya dia harus melihat jasadnya.     

BRUAK!     

Ini adalah pukulan terakhir di sisa tenaga Arthur.     

Akhirnya tembok itu terbuka. Arthur merasa lega dapat keluar dari dalam ruangan ini.     

Dengan langkah tertatih dia berjalan dan mulai mencari keberadaan Celine.     

Arthur mencoba mencari di ruangan yang letaknya tak jauh dari gudang tadi, karena biasanya mereka juga akan melakukan penyekapan pada korbannya di tempat itu.     

Arthur memutar kenop pintunya, dan ternyata terkunci.     

Arthur pun membukanya dengan linggis yang ada di tangan. Dengan bersusah payah dia menghunjamkkan ujung linggis di bagian kunci pintu.     

BRUAK!     

Pintu pun berhasil terbuka. Pria itu segera memanggil nama sang Istri.     

"Celine!" teriaknya dengan lantang.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.