Anak Angkat

Bertarung Dengan Ayah



Bertarung Dengan Ayah

0"Celine! Celine!" teriak Arthur memanggil sang istri.     

Arthur mengitari seluruh ruangan untuk mencari keberadaan Celine.     

Sesekali dia memegang kepalanya yang masih terasa pusing.     

Pukulan dan injakan kaki sang Ayah, terlalu kencang. Namun Arthur tidak terlalu memperdulikan luka di kepalanya itu. Yang ada di dalam pikiran hanyalah untuk menyelamatkan Celine.     

Kemudian Arthur melihat jejak darah yang mengotori lantai keramik.     

Keadaan agak gelap, sehingga membuat Arthur tidak begitu yakin jika apa yang telah ia lihat itu adalah darah.     

Arthur pun menekan tombol lampu hingga keadaan ruangan menjadi terang. Dan setelah di perhatikan lagi, ternyata apa yang ia lihat tadi memanglah darah. Tak jauh dari jejak darah itu, Arthur melihat ada sesosok pria yang tergeletak.     

Akan tetapi tubuhnya sudah tidak lagi untuh. Sama persis yang ia dan orang tuanya dulu sering lakukan. Membunuh orang, lalu menguliti, dan, mengambil dagingnya.     

Arthur hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan dengusan kesal.     

Bukan hanya kesal kepada orang tuanya, tetapi Arthur juga kesal terhadap dirinya sendiri, karena dulu telah menjadi orang yang kejam seperti mereka.     

Kemudian Arthur melihat seseorang yang tengah duduk di kursi.     

"Celine!" panggil Arthur, dia berlari mendekat.     

Namun setelah dilihat-lihat lagi ternyata bukanlah Celine, melainkan Lizzy.     

"Astaga! Lizzy!" Arthur tampak syok.     

Dia mencoba membangunkan adiknya.     

"Lizzy, ayo bangun, Lizzy!" panggil Arthur seraya menepuk-nepuk wajah Lizzy.     

Setelah di perhatikan lagi dia melihat ada luka memar di kening Lizzy.     

"Lizzy, kau kenapa?" tanya Arthur. Dia berhenti menepuk-nepuk wajah adiknya, karena dia tahu jika hal itu akan membuat Lizzy semakin kesakitan.     

Arthur hanya berusaha membangunkan Lizzy dengan panggilan saja.     

"Lizzy, ayo bangun Lizzy ... bangunlah ...."     

Dan secara perlahan Lizzy membuka kelopak matanya.     

Pandangannya masih buram, wajah Arthur juga belum terlihat jelas.     

"Kak Arthur ... apa ini benar, Kak Arthur?" tanya Lizzy dengan suara pelan.     

"Iya, bener! Ini aku, Arthur" jawab Arthur.     

"Kak, Langit ...."     

"Iya, aku tahu pasti langit, sudah meninggal, 'kan?" ujar Arthur.     

Lizzy mengangguk lemah.     

"Astaga ...." Arthur tampak bersedih menerima kenyataannya bahwa putranya telah meninggal. Walaupun sejak awal Arthur sudah menduga akan hal itu.     

"Lizzy, apa yang terjadi kepadamu? Apa Ayah telah memukulmu?" tanya Arthur.     

Lizzy menyahutinya dengan anggukan kepalanya.     

Setelah itu dia memejamkan mata lagi, tubuhnya masih lemas, akan tetapi dia tidak sedang pingsan, hanya sekedar memejamkan mata. Karena untuk membuka matanya saja terasa begitu berat. Lizzy juga merasakan sakit kepala yang begitu hebat.     

"Astaga! Mereka itu benar-benar, gila!" umpat Arthur yang geram.     

Pria itu tidak tahu harus berbuat apa?     

Dia harus segera menemukan Celine, sedangkan Lizzy dalam keadaan lemah begini. Arthur tak tega bila harus meninggalkan Lizzy. Tentu saja dia tidak mau terjadi hal buruk kepada Lizzy.     

"Bagai mana ini?" Arthur mengusap-usap wajahnya dengan kasar.     

Kemudian Arthur melihat ada satu nampan berisi makanan hasil masakan Arumi.     

Arthur tahu jika yang ada di hadapannya ini adalah daging manusia. Dan mungkin saja Arumi menaruh daging itu di tempat ini sengaja ia siapkan untuk Lizzy.     

"Tidak ada pilihan lain lagi!" ucap Arthur seraya menatap tajam kearah makanan itu.     

Tanpa berpikir panjang, Arthur pun langsung meraih nya.     

"Lizzy, ayo cepat makan!" suruh Arthur.     

"Tapi ... itu daging—"Arthur memotong kalimat Lizzy.     

"Ayolah, Lizzy! Makan saja! Yang terpenting kita harus selamat!" sergah Arthur.     

"Tapi—"     

"Cepat buka mulutmu, Lizzy!" sergah Arthur.     

Lizzy pun menuruti perintah Arthur, dia membuka mulutnya dan memakan daging manusia itu. Arthur menyuapi Lizzy hingga berkali-kali, kemudian ia memakan sisanya.     

Ia belum murni menjadi manusia biasa, dan ia melakukan ini semua demi menambah tenaganya yang kian melemah. Mungkin setelah ini Arthur akan mengalami sakit berkepanjangan saat tidak memakan daging manusia lagi.     

Tetapi Arthur sudah tidak peduli yang terpenting tubuhnya kembali kuat, dan dia bisa menyelamatkan Celine.     

Beberapa saat kemudian keadaan Lizzy dan Arthur kian membaik.     

Lizzy dapat terbangun, kepalanya sudah tidak sakit lagi. Luka lebam yang ada di keningnya juga sudah memudar.     

"Lizzy, kau baik-baik saja, 'kan?" tanya Arthur.     

"Iya, aku baik-baik saja, Kak! Kepalaku sudah tidak sakit lagi!" jawab Lizzy.     

"Bagus! Kalau begitu bantu aku mencari Celine!" ajak Arthur.     

"Ada apa dengan, Kak Celine?" tanya Lizzy.     

"Mereka menyekap Celine entah di mana!" jawab Arthur seraya menarik tangan Lizzy dengan kencang. "Ayo, lebih cepat lagi Lizzy!" sergahnya.     

"Baik, Kak!"     

Mereka keluar dari dalam kamar itu, dan mencari Celine di tempat yang lain.     

Mereka meneriksa satu demi satu setiap ruang di rumah itu. Tetapi belum juga mendapatkan hasil.     

"Di mana, mereka menyembunyikan istriku?!" teriak Arthur.     

"Entalah, Kak! Ayo ke ruang rahasia!" ajak Lizzy.     

"Kau benar, Lizzy! Kita belum memeriksa ke ruang itu!" kata Arthur.     

Mereka bergegas menuju ruang rahasia.     

Keadaan dalam rumah itu begitu sepi. Orang tua mereka sedang pergi entah kemana.     

"Kak, pintunya terkunci!" ujar Lizzy.     

"Awas! Minggir dulu Lizzy!" teriak Arthur.     

Arthur kembali menggunakan linggis yang ada di tangannya untuk mendobrak pintu. Dia menghujamkan linggis itu hingga beberapa kali.     

DUAK!     

DUAK!     

DUAK!     

Pintu akhinya terbuka, dan di dalam ruang itu, tampak kedua orang tuanya yang sedang duduk santai menunggu kedatangan mereka.     

"Halo, Anak-anakku,'" sapa Arumi seraya tersenyum.     

"Lizzy, kau sudah subuh, Sayang?" Arumi melirik kearah Lizzy.     

Gadis itu membuang muka, dan seolah sudah muak melihat wajah sang ibu.     

"Lizzy, ada apa dengan wajahmu, Nak? Kenapa terlihat murung?" tanya Charles.     

Lizzy yang kesal pun langsung membentak sang Ayah.     

"Diam! Jangan pura-pura baik!" pekiknya.     

"Hei, coba lihat, Sayang! Dia bukan hanya terlihat lebih dewasa, tetapi juga terlihat sangat kurang ajar!" kata Charles pada Arumi.     

"Biarkan saja, Charles! Sebagai orang tua kita harus Sabar menghadapi anak-anak kita," ujar Arumi sambil tersenyum memandang Charles, kemudian pasangan suami itu malah tertawa.     

Arthur pun juga membentak kedua orang tuanya itu.     

"Hei! Kalian jangan tertawa terus! Cepat tunjukkan di mana, istriku!?" teriak Arthur penuh amarah.     

Dan masih dengan raut wajah santainya, Arumi malah menasehati Arthur.     

"Lupakan wanita itu, Nak! Sudah saatnya kau kembali kepada kami!" perintah Arumi.     

"Benar, Nak! Jangan mencari wanita itu lagi, dia sudah tidak berguna!" imbuh Carles.     

"Apa maksud, Ayah?! Celine, tidak berguna?!" Arthur segera mengangakat linggis itu dengan kedua tangan. Dia hendak menyerang Charles.     

"Kali ini aku, tidak akan membiarkan kalian hidup!" tukas Arthur sembari menghunjamkan linggis itu kearah Charles.     

"Hentikan!" teriak Arumi. Akan tetapi Arthur sama sekali tak memghiraukan teriakan Arumi.     

Duak!     

Linggis itu mendarat di sisi tembok.     

Charles berhasil menghindar, dan dia malah berhasil menendang kaki Arthur saat lengah, sehingga Arthur pun terjatuh.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.