Anak Angkat

Kelicikan Arumi



Kelicikan Arumi

0Seketika mereka terdiam sesaat ketika kapak itu mendarat di bagian punggung Charles.     

Seketial dia tersungkur.     

Pria itu tampak meraung kesakitan, padahal perutnya saja masih terluka dan mengeluarkan banyak darah dan kini punggungnya malah mendapatkan tambahan luka.     

Lizzy benar-bemat tak menyangka telah mendapatkan keberanian itu. Dia sanggup melukai orang, terlebih orang itu adalah ayahnya sendiri.     

Lizzy hanya bisa terdiam sambil menatap sang Ayah yang sedang merintih kesakitan, tanganya memegangi mulutnya sendiri yang menganga secara reflek.     

Sebenarnya Lizzy merasa kasihan kepada Charles, dan dia juga merasa menyesal telah melukai sang ayah. Tetapi Lizzy tidak memiliki pilihan lain. Kalau dia membiarkan ayahnya begitu saja, maka ayahnya yang malah akan menyerang Arthur.     

Lagi pula Lizzy sudah geram dengan sifat Charles, tak ada sedikitpun sikap dari kedua orang tuanya yang biasa ia teladani.     

'Aku, tidak salah! Yah! Aku tidak salah!' bica Lizzy di dalam hati, dia terus berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang ia lakukan itu sudah benar. Tinggal menenangkan diri sesaat barulah dia akan membunuh sang Ibu.     

***     

Di saat Charles tumbang Arthur juga ikut terdiam. Arumi menangisi suaminya, ada sedikit rasa iba di hati Arthur. Bagaimana pun Charles itu adalah ayahnya.     

Namun setelah kematian sang putra, dan disekapnya Celine oleh kedua orang tuanya gini, Arthur sangat ingin membunuhnya mereka.     

Deru nafas Arthur kian kencang, dia tengah digelayuti oleh dendam. Arthur menggengam erat pisau itu di tangannya, dan bersiap untuk menyerang Charles lagi.     

Tetapi saat netranya melirik Charles yang meregang nyawa, membuat hati Arthur kembali tersentuh.     

Mungkin jika yang ada di hadapannya itu bukan sang Ayah, pasti jiwanya tak bergejolak sehebat ini. Mendadak Arthur ingin membantunya.     

Mungkin ini terdengar sangat payah, dendamnya kepada Charles yang sangat membara, mendadak padam karena teringat dengan ikatan darah yang mengalir pada tubuhnya.     

Kemudian Arthur duduk dan hendak mengangkat tubuh Charles ke tempat yang lebih nyaman.     

Tetapi Lizzy melarangnya, dia memang tak berbicara, namun dia menarik tangan Arthur, kemudian Lizzy menggelengkan kepalanya.     

Pertanda 'jangan' hal itu malah membuat Arthur semakin kebingungan.     

"Dia dalam bahaya?"     

"Biarkan saja!" kata Lizzy.     

"Tapi ...."     

"Aku tahu, Kak, tapi kata, Kak Arthur mereka itu—"     

"Iya, kau benar! Memang seharusnya kita biarkan saja mereka!" ujar Arthur.     

Mereka pun mundur satu langkah dan memandang Arumi yang masih menangisi suaminya.     

Dia berharap hati kedua anaknya bisa luluh, dan merasa iba atas keadaan sang ayah.     

Namun nyatanya mereka masih tetap tak peduli.     

Arumi kecewa, dan dia sendirian berusaha untuk membangunkan sang suami.     

"Charles! Bangun, Charles! Jangan tinggalkan aku ...." Tangisan Arumi pecah. Karena Charles sudah tidak merespon panggilan sang istri. Pria itu memejamkan matanya. Namun masih bernafas.     

"Charles! Kau benar-benar akan meninggalkanku?" teriak Arumi. "Aku mohon jangan, Charles!" pintanya penuh harap.     

Lizzy dan Arthur masih tak peduli, mereka hanya memandang kedua orang tuanya saja.     

Tak ada niatan untuk menolongnya. Merdeka sendiri tidak tahu harus merasa bahagia atau harus merasa sedih atas semua ini.     

Dan sekrang malah pikiran Arthur kembali teringat dengan Celine.     

"Ibu, cepat katakan dimana istriku!?" bentak Arthur.     

"Istrimu?" Arumi tersenyum sinis, "bahkan kau masih memikirkan istrimu ketimbang ayahmu yang sedang sekarat ini!?" tanya Arumi dengan gigi gemertak.     

"Aku tidak peduli, Ibu! Cepat tunjukkan kepadaku, di mana Celine?!" teriak Arthur.     

"Kau, benar-benar keterlaluan, Arthur! Dan oleh karenanya, Ibu tidak akan memberitahumu di mana, Wanita Bodoh, itu!" tegas Arumi.     

"Apa, Ibu, bilang?!" Arthur kembali murka dan dia mengangkat pisaunya. "Ibu, masih saja mengatakan, istriku itu 'Wanita Bodoh?' aku tidak akan rela, Bu!"     

"Kenapa kau, marah?!" sindir Arumi dan Arthur masih terdiam mematung. Namun dadanya terasa sesaak karena terbakar emosi.     

Sejujurnya dia tengah dikepung perasaan dilema.     

Di sisi lain dia ingin menyelamatkan Celine, dan membalas kematian sang anak kepada Arumi dan Charles.     

Namun kalau dipikir lagi dia tak tega melihat mereka, dia benar-benar seperti anak yang jahat. Yang durhaka kepada kedua orang tuanya.     

Akan tetapi, ada banyak hal yang membuat Arthur ingin menghabisi orang tuanya.     

Arumi dan Arthur kembali akan bersitegang, namun Arumi mendengar desah nafas Charles yang memberat.     

Dan saat ia menoleh Charles sudah berhenti bernafas.     

"Charles?!" teriak Arumi seraya memegang pergelangan tangan Charles.     

"Kau benar-benar tega meninggalkanku, Charles! Kau kejam!" teriak Arumi sambil menangis histeris.     

"Charles! Jangan tinggalkan aku!" Arumi memeluk tubuh suaminya yang berlumuran darah.     

Arthur dan Lizzy kembali bergumam.     

"Lizzy, Ayah benar-benar telah mati," ujar Arthur.     

"Iya, dan aku yang membunuhnya," jawab Lizzy dengan suara pelan.     

"Apa kita juga akan membunuh Ibu sekarang juga?" tanya Arthur.     

"Tentu saja!" jawab Lizzy dengan tegas.     

Dan gadis itu kembali mengangkat kapak besarnya.     

"Lizzy!" panggil Arthur.     

"Apa lagi?!"     

"Jang—"     

Crok!.     

Kapak itu mendarat di atas lantai, Arumi berhasil menghindar.     

"Tolong, aku mohon jangan lakukan itu, Lizzy!" pinta Arumi.     

Lizzy menggelengkan kepalanya.     

"Aku harus membunumu, Ibu! Karena kalau Ibu hidup labih lama, akan lebih banyak lagi korban yang akan berjatuhan!" ujar Lizzy.     

Arthur tak bisa, berbuat apa-apa, karena apa yang dikatakan oleh Lizzy itu memang benar.     

Namun Arumi mencoba membujuk Lizzy agar mau mengurungkan nantang itu.     

"Lizzy! Sayang, Ibu mohon jangan lakukan itu ...," ujar Arumi.     

"Kenapa? Apa Ibu takut mati?" sindir Lizzy seraya tersenyum tipis.     

"Berilah Ibu kesempatan, Lizzy!" pinta Arumi.     

"Kesempatan?" Lizzy mengangkat satu ujung alisnya. Seolah menyepelekan ucapan sang Ibu.     

"Iya, Sayang ... Ibu berjanji akan memperbaiki semuanya. Dan ...,"     

"Dan apa, Bu?"     

"Dan Ibu, akan memgembalikan Celine," ujar Arumi.     

"Benarkah? Ibu, akan berubah? Dan Ibu, juga akan mengembalikan Celine?" tanya Arthur yang antusias.     

"Kak, jangan terpancing!" ujar Lizzy.     

"Lizzy, tapi kita harus memberinya kesempatan, Liz! Lagi pula kalau dia mati, kemana kita akan mencari Celine?" ujar Arthur.     

"Aku, yakin kita pasti bisa menemukanya, Kak!" jawab Lizzy.     

"Tapi—"     

"Kak, coba pikirkan lagi! Dan bagaimana kalau dia bohong?"     

"Kita berikan saja kesempatan dulu untuknya!"     

"Aku, tidak yakin kalau Kak Celine masih hidup, Kak! Bisa saja Ibu sudah membunuhnya?"     

"Jangan berpikiran buruk dulu, Lizzy!" kata Arthur. "Lizzy, walau bagaimana pun, dia itu Ibu kita?"     

Sejenak Lizzy terdiam.     

***     

Lizzy akhirnya mau mendengarkan ucapan Arthur. Dan membiarkan Arumi tetak hidup.     

Kemudian Arumi menuntun mereka untuk bertemu dengan Celine.     

Di balik raut wajah Arumi yang meminta belas kasihan kepada kedua anaknya.     

Tetapi wanita itu tersenyum licik secara diam-diam.     

Sepertinya Arumi sedang menyusun rencana baru, untuk mengalahkan kedua anaknya ini.     

'Kalian pikir akan semudah itu mengalahkan, kami?'     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.