Anak Angkat

Kami Juga Ingin Kamu



Kami Juga Ingin Kamu

0Joni menangis histeris di depan jasad kekasihnya.     

Dia tak berani menyentuhnya karena merasa  tak tega.     

Kepala sang kekasih masih tergeletak dengan kedua mata yang terbuka, sementara tubuh yang lainnya sudah tak berbentuk lagi, dan aroma anyir benar-benar menyeruak, menusuk kedua lubang hidungnya.     

Joni tak sanggup berdiri ataupun berpikir jernih, otaknya benar-benar kacau. Rasa takut, syok, marah yang bercampur aduk.     

"Apa yang harus aku lakukan?!"     

Dengan tubuh yang masih bergetar dia berusaha untuk kembali bangkit. Walau kedua lututnya seakan tak kuasa menahan beban tubuh.     

"Apa salahku? Kenapa aku mengalami peristiwa seperti ini?!"     

Entah mengapa tenaganya seakan hilang. Pemandangan menyeramkan yang ada di depannya ini, benar-benar membuatnya kehilangan daya.     

Berada di rumah ini hanya akan membuatnya semakin gila.     

Dia memaksakan diri untuk dapat berlari lagi, namun tepat di depan pintu keluar, sudah ada Charles dan Arumi yang sedang berdiri sambil menyaringai.     

"Apa yang kalian lakukan di sini?!" tanya Joni dengan raut wajah yang panik. Dia benar-benar tak percaya dengan apa yang telah ia lihat ini.     

Dua orang yang jelas-jelas sudah ia bunuh itu tiba-tiba muncul di hadapannya. Tanpa sedikit pun mengeluh kesakitan     

Padahal luka di tubuh mereka sangatlah parah. Bahkan sampai sekarang prut Charles masih berlubang dengan darah yang bercucuran. Begitu pula dengan punggung Arumi yang masih berlubang karena bekas cermin pecah yang ia tancapkan tadi.     

'Kenapa dua orang menyeramkan ini, hidup kembali? Mereka itu manusia atau bukan, sih?' dalam hati pemuda itu terus bertanya-tanya.     

"Hai, Anak Muda, mau kemana?" tanya Arumi sambil tersenyum. Namun sorot matanya begitu tajam dan terlihat sangat menyeramkan.     

Joni mulai berjalan mundur, dan Arumi serta Charles bajalan mendekatinya.     

"Pergi! Jangan mendekat!" teriak Joni.     

"Apa kau masih ingin main-main lagi, Nak?" tanya Charles.     

"Apa yang ingin kalian lakukan? Dan apa kalian juga, yang sudah membunuh pacarku?!" tanya Joni dengan nada tinggi.     

"Iya!" jawab Charles dengan tegas.     

"Lebih tepatnya aku yang melakukannya!" imbuh Arumi.     

"Kenapa begitu, Sayang? Tapi aku, 'kan yang bagian menguliti dan mengambil dagingnya?" imbuh Charles.     

"Soal itu kau benar, Charles! Tapi aku, 'kan yang  memanggang dagingnya?" tambah Arumi.     

"Iya, Sayang, kau adalah koki yang sangat hebat!" puji Charles pada Arumi.     

Kedua pasangan suami istri itu malah asik mengobrol sendiri, dan hal itu berhasil membuat Joni semakin merinding.     

Meski terdengar mustahil, tetapi pemuda itu yakin, jika apa yang diucapkan oleh dua orang di hadapannya ini benar.     

Dan mereka memang telah mengolah daging Arisa menjadi menu makan malam mereka.     

Joni semakin mempercayai ucapan Charles. Terlebih setelah dia melihat sendiri jasad kekasihnya  yang tidak berbentuk lagi.     

"Lalu apa kalian juga akan membunuhku?" tanya pria itu kepada Arumi dan Charles.     

Dengan santainya Arumi menjawab pertanyaan si pemuda.     

"Tentu saja, apa kau tidak ingin menyusul kekasihmu yang genit itu?" tanya Arumi     

"Kasihku yang genit?"     

"Iya, dia sudah menggoda suamiku, dan untungnya suamiku adalah orang yang sangat setia," ujar Arumi seraya tersenyum meraba wajah Charles.     

"Apa yang kalian, bicarakan itu?! Arisa bukan wanita yang suka menggoda suami orang?!" pria itu tampak tak terima.     

"Haha! Haha! Biarakan saja dia tak percaya, Arumi, Sayang! Yang terpenting sebagian daging pacarnya sudah ada di dalam perut kita!" ujar Charles seraya tersenyum dengan bangga.     

"Apa maksud kalian ini?!" teriak Joni.     

"Maksudnya kami juga ingin memakan dagingmu itu, Sayang," jawab Arumi.     

"Tidak!" teriak si pria dengan lantang. Dia berusaha keluar dari dalam ruangan itu, dan menerobos tubuh Arumi serta Charles yang sedang menutupi pintunya.     

Arumi sempat terjatuh karena tak sengaja terdorong.     

"Sayang, kau tidak apa-apa?" tanya Charles seraya mengulurkan tanganya kearah Arumi.     

"Ayolah, Charles! Jangan panik!" ucap Arumi pada Charles.     

"Awas!" teriak Arumi seraya menarik tubuh Charles, agar tidak menghalanginya. Kemudian Arumi pun langsung melemparkan sebilah pisau yang ada di tangannya.     

"Rasakan ini!"     

Jlub!     

Sebuah lemparan yang sangat sempurna.     

Pemuda itu terjatuh dengan pisau menancap di bagian punggung.     

"Akh!" Dia berusaha mencabut pisau dari punggungnya. Lalu dia pun kembali berlari, walau dengan langkah yang tertartih.     

"Benar-benar pantang menyerah, ya?" ujar Charles.     

"Aku suka permainan ini!" ucap Arumi penuh antusias. Kemudian dia melemparkan sebuah barbel ke arah pria itu.     

Dan mendarat di bagian betis.     

Lagi-lagi Arumi berhasil membuat pria itu terjatuh.     

"Tidak bisa berlari lagi, ya?" sindir Arumi sambil mendekat. Lalu dia menjambak rambut si pria hingga kepalanya mendengak ke atas.     

"Kamu suka bermain-main dengan kami, ya? Kalau kau melawan ... rasanya akan sakit! Tapi kalau kamu pasrah, rasa sakitnya tidak akan terlalu parah!" tukas Arumi.     

"Lepaskan aku, Keparat!" pekik si Pria.     

Dan teriakan itu membuat Arumi semakin murka saja.     

"Wah, dia berani, Sayang!" ujar Charles.     

"Dasar, Pria Bodoh!" umpat Arumi seraya menarik rambut bagian atas pria itu, dengan kencang.     

Dan hal itu berhasil membuat si pria tak bisa berteriak lagi, hanya ada bunyi gemertak dari tulang yang patah menyertainya.     

"Dia sudah mati!" kata Charles.     

"Iya! Mari kita lanjutkan, Charles!" ajak Arumi.     

"Ah, baiklah, Sayang!" jawab Charles.     

Mereka mulai melanjutkan aksinya yaitu, memotong-motong tubuh si pria, lalu menguliti dan mengambil dagingnya.     

Nasip si pria yang bernama Joni ini pun tak jauh berbeda dengan  nasib kekasihnya. Mereka sama-sama berakhir di atas meja makan keluarga Davies.     

*****     

=     

"Arthur, bagaimana keadaanmu? Apa sudah mendingan?" tanya Celine.     

"Iya, Celine. Tubuhku sedikit merasa segar," jawab Arthur.     

"Baguslah, aku senang melihatmu kembali sehat," kata Celine.     

Kemudian Arthur menggengam jemari sang istri.     

"Celine, terima kasih ya, kamu sudah merawatku dengan baik. Aku beruntung memiliki istri sepertimu," tukas Arthur, seraya memandang wajah Celine dengan serius.     

"Sudahlah, Arthur, ini hal yang wajar. Sebagai seorang istri aku memang harus menjaga suamiku dengan baik," tanggap Celine.     

"Tetapi kamu satu-satunya wanita yang mau menerimaku dengan tulus, Celine," Kata Arthur.     

"Kau bohong, Arthur. Aku bukan satu-satunya wanita yang bisa menerimamu dengan tulus. Karena di luaran sana ada banyak wanita yang menyukaimu. Aku hanya beruntung karena aku memilihku." Pungkas Celine.     

"Yah ... kuakui memang ada banyak wanita yang menyukaiku, tetapi dia tak setulus dirimu, Celine. Kalau  mereka tahu siapa aku? Apa mereka tetap akan menyukaiku?" Arthur meraba wajah sang istri, "tentu saja tidak, 'kan?"     

Celine hanya terdiam, dan Arthur mengecup keninganya.     

"Aku harap kamu tetap akan mendampingiku walau apapun  yang terjadi, Celine," bisik Arthur penuh harap.     

"Tentu saja, Arthur. Aku telah menyerahkan jiwa dan ragaku, untuk menjadi istri terbaikmu," ucap Celine.     

"Sekali lagi terima kasih, Celine," Arthur memeluk tubuh istrinya.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.