Anak Angkat

Membutuhkan Hiburan



Membutuhkan Hiburan

0"Meski pria itu sudah berubah, dan kamu juga sudah memaafkannya, tetapi kamu harus tetap berhati-hati, Salsa. Mana tahu dia nanti masih menyimpan dendam kepadamu. Atau bisa jadi dia hanya pura-pura berubah saja?" ujar Delon.     

"Iya, aku tahu, Delon ... tapi kamu tidak perlu sehawatir itu, aku bisa menjaga diriku sendiri," kata Salsa meyakinkan sang suami.     

"Yasudah, ayo tidur ... aku. Sudah selesai makan," tukas Delon.     

"Iya, kamu duluan saja, aku masih harus merapikan piring-piring ini," tukas Salsa.     

"Kalau begitu biar aku saja yang merapikan piring-piring itu,"     

"Eh, jangan, tidak perlu kau melakuan hal itu! Biar aku saja!"     

"Ah, yasudah kalau begitu ... aku akan menunggumu di kamar," tukas Delon.     

Salsa menganggukkan kepalanya.     

"Iya!"     

Obrolan Salsa dengan sang suami pun berakhir, kemudian Salsa mencuci piring-piring kotor itu.     

Dalam pikiran Salsa masih tak tenang. Dia terus-terusan memikirkan Celien dan Arthur.     

'Aduh pasti mereka sekarang sedang bertengkar? Aku benar-benar tidak enak hati kepada mereka!' bicara Salsa di dalam hati.     

Selesai mencuci piring dia kembali masuk ke dalam kamar, menemui sang suami.     

Dan dia melihat Delon sudah tertidur lelap di atas kasur.     

"Kamu sudah tidur, ya?" Salsa mengusap wajah sang suami, lalu mengecup keningnya.     

Salsa merebahkan tubuhnya di samping Delon.     

Kamudian dia meraih ponsel dan mengotak-atiknya, lalu mengirim pesan kepada Mesya.     

[Mesya, aku merasa tidak tenang, dan aku terus-menerus memikirkan Celine serta Arthur ... apa mereka masih bertengkar?] tulis Salsa dalam pesan itu.     

Dan tak lama Mesya membalas pesannya.     

[Tidak perlu memikirkan hal itu, Kak Salsa. Karena mereka sudah berbaikan kok,] tulis Mesya.     

Seketika senyuman merekah di bibir Salsa.     

Dan dia masih mengirimkan pesan sekali lagi untuk memastikan.     

[Benarkah?! Kau tidak berbohong, 'kan?!] tanya Salsa.     

Mesya membalas pesan itu lagi.     

[Iya, Kak Salsa, aku tidak bohong, mereka sudah baikan kok, sekarang mereka sedang menonton televisi berdua saja,] tulisanya.     

Tak lama Mesya juga mengirimkan foto Celine dan Arthur yang tengah duduk berdua. Dan hal itu benar-benar membuat Salsa merasa sangat lega.     

[Terima kasih, Mesya. Dan maaf aku sudah menganggumu malam-malam begini,] tulis Salsa.     

'[Iya, Kak Salsa, tidak apa-apa kok, lagi pula aku juga belum tidur,] jawab Mesya.     

Dan pesan pun berakhir kemudian Salsa meletakkan ponselnya di atas meja, dengan perasaan lega dia memeluk sang suami yang sejak tadi sudah terlelap.     

Pikirannya pun kini sudah tenang, tidak kalut seperti tadi. Dan kini Salsa bisa tertidur dengan nyaman.     

***     

*Di Kediaman Keluarga Davies*     

Arumi tengah duduk di depan teras, sembari melihat rumah yang terletak di seberang jalan.     

Rumah itulah yang menjadi tempat meninggalnya Arisa dan Joni. Dan bukan hanya itu saja, pemilik rumah yang sebelumnya pun, juga mereka yang menghabisi     

Dan sampai sekarang tak ada yang tahu jika mereka tewas karena ulah keluarga Davies.     

Arumi dan Charles sudah membersihkan tempat itu. Bahkan mereka juga membeli rumah itu dengan harga yang cukup mahal. Sehingga kini rumah itu menjadi salah satu aset dari keluarga Davies.     

Mereka juga sudah memasang tulisan 'Rumah Disewakan' dan meletakkannya di depan gerbang rumah.     

Dan hal ini berguna agar mempermudah bagi mereka untuk mencari mangsa.     

"Sayang, kenapa sejak tadi melamun?" tanya Charles.     

"Aku sedang menunggu buruan kita selanjutnya, Charles," ujar Arumi.     

"Apa persediaan daging kita sudah menipis?" tanya Charles.     

"Masih banyak, hanya saja aku butuh permainan." Jawab Arumi.     

"Baiklah kalau begitu," Charles turut duduk di samping istrinya.     

"Aku bosan, Charles ...." Arumi berbicara seraya meyetuput tehnya.     

"Apa yang membuatmu bosan?" tanya Charles.     

"Anak-anak. Mereka tidak ada di rumah ... aku kesepian,"     

"Ah ... lagi-lagi kamu itu memikirkan hal itu," ujar Charles seraya berdecak heran. Kemudian pria itu merangkul pundak istrinya.     

"Arumi, coba bersabarlah ... berapa kali aku harus bilang, bahwa kita harus membiarkan mereka tenang dulu. Setidaknya beri waktu mereka untuk merasakan kebebasan. Barulah kita akan menangkapnya lagi!" tegas Charles.     

"Iya, aku juga sudah tahu, Charles! Hanya sak aku merasa bosan jika harus menunggu terlalu lama! Apalagi tidak ada permainan!" keluh Arumi.     

Saat Arumi sedang berbicara tiba-tiba Charles melihat ada seorang pemuda yang berdiri di depan gerbang rumah sebrang jalan.     

"Kau bilang tidak ada permainan, ya?" tanya Charles seraya tersenyum licik.     

"Iya! Dan aku bosan, Charles!" sahut Arumi.     

"Tenang, Arumi, kali ini kamu tidak akan bosan lagi," kata Charles.     

"Memangnya kenapa?"     

"Lihat itu!" Charles menujuk kearah pemuda yang sedang berdiri di depan gerbang.     

Seketika Arumi pun menyeringai.     

"Jadi ini yang kamu maksud?"     

"Iya, benar!"     

"Aku atau kamu, yang menghampiri pemuda itu, Charles?" tanya Arumi.     

"Kau saja, Arumi,"     

"Kenapa harus aku?"     

"Ya karena pria muda biasanya jauh lebih tertarik dengan wanita cantik sepertimu," tukas Charles     

Arumi pun tersenyum sinis lalu meninggalkan Charles.     

"Baiklah aku akan ke sana," ucapnya.     

*****     

Dengan wajah ramahnya Arumi mendatangi orang itu.     

"Halo, ada yang bisa saya bantu?" sapa Arumi.     

"Halo, selamat pagi," Pria itu tampak salah tingkah melihat Arumi. Walau baru saja bertemu telihat sekali jika dia terpesona dengan wajah cantik Arumi.     

"Apa berminat menyewa rumah ini?" tanya Arumi.     

"Iya, tetapi saya mau lihat dulu harganya," jawab si pria.     

"Oh, begitu ... ya?"     

"Iya,"     

"Tapi harga sewa rumah ini sangat murah lo," ujar Arumi.     

"Benarkah? Tapi berapa kira-kira?" si pria tampak sangat antusias.     

"Sebelumnya, bagaiamana kalau kita berkenalan dulu?" Arumi mengulurkan tangan.     

"Perkenalkan nama saya, Arumi. Saya pemilik ruamh itu,"     

"Saya, Andre, saya Mahasiswa, dan saya sedang mencari rumah kontrakan, atau tempat kos. Dan saya tidak sengaja melihat rumah ini,"     

"Oh, begitu, ya?"     

"Iya, tapi sepertinya uang saya tidak cukup untuk mengontrak rumah sebagus ini,"     

"Tidak apa-apa, berapa pun uangmu kami bisa menerimanya kok. Kami mengerti sulitnya mencari uang, apalagi untuk seorang, Mahasiswa sepertimu," tutur Arumi.     

"Benarkah? Dan kalau kamu bagaimana? Apa kamu juga masih kuliah? Karena aku lihat kita ini sepantaran, 'kan?" tanya si pemuda.     

"Haha, tidak! Aku sudah tidak kuliah!" jawab Arumi.     

"Kau sudah lulus? Tapi aku rasa wanita semuda dirimu kalaupun kuliah juga baru semester satu atau dua?"     

"Sudahlah, lebih baik kamu priksa dalam rumah, tidak perlu menyinggung pendidikanku, 'kan?" sindir Arumi sambil tersenyum.     

"Baiklah kalau begitu, maafkan aku Arumi. Jika pertanyaanku menyinggungmu,"     

"Iya, tidak apa-apa kok,"     

Mereka masuk ke dalam rumah, Arumi dengan sabar menjelaskan satu per satu setiap ruangan dengan detail.     

Dan si pemuda itu tampak sangat menyukai tempat ini.     

"Wah, luar biasa! sangat bagus! Tapi berapa harga sewanya?" tanya si Pemuda.     

"Aku sudah bilang, kan, kalau soal harga itu urusan nanti saja,"     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.