Anak Angkat

Serangan Arthur Dan David



Serangan Arthur Dan David

0David meraih sebuah tali tambang yang ada di dekatnya.     
0

Diam-diam dia menyenggol sedikit lengan Arthur untuk memberinya isyarat.     

Arthur menoleh kearah David dan melihat ada tali di tangan sang kakak.     

Arthur mengerti dengan isyarat David.     

Setelah itu Arthur meraih sebilah kapak yang terletak di bawah kakinya.     

Kembali dia melirik kearah David. Mereka menganggukkan kepala secara kompak.     

Dan di saat bersamaan, Arthur menebas kepala sang Ayah dengan sebilah kapak, hingga kepala pria itu terputus.     

Sedangkan David mencekik leher Arumi dengan tali tambang. Dia tak memberikan kesemparan sang ibu untuk melawan. Dia tak melepaskan tambang itu hingga Arumi benar-benar tak bernapas lagi.     

Seketika mobil menabrak pembatas jalan dan berhenti, saat itu pula Arthur mengambil kendali kemudiannya.     

Sesaat dia menghentikan laju mobilnya. Dia ingin berunding dengan David tentang rencana selanjutnya.     

"David! Apa kita langsung memotong-motong tubuh mereka dulu?" tanya Arthur.     

"Jangan, hal itu akan terasa percuma, karena mereka akan hidup kembali!" jawab David.     

"Lalu apa yang harus kita lakukan?"     

"Pulang dulu, Arthur! Kita harus, menyelamatkan Meaya dan Celine, serta membakar kitab kuno itu?" tukas David.     

"Bukankah memotong dan membuang tubuh mereka secara terpisah sudah cukup?"     

"Tidak, Arthur! Kita juga harus membuang kitab itu, dan memakan sebagian daging mereka! Setidaknya itu kata-kata yang kuingat dari mendengar obrolan Ayah dan Ibu dulu!" jelas David.     

"Baiklah kalau begitu!" Arthur kembali mengemudikan mobil itu menuju rumah, dengan kecepatan tinggi.     

Sesampainya di rumah mereka meninggalkan Arumi dan Charles di dalam mobil.     

Mereka berlari dengan cepat memasuki rumah, kemudian mereka memeriksanya satu per satu ruangan.     

David berhasil menemukan Mesya terlebih dahulu.     

Kemudian dia langsung melepaskan tali yang mengikat kaki dan tangan Mesya.     

"Ayo cepat kita pergi sekarang, Mesya!" sergah David.     

"Baik Kak!" Mereka berlari mencari Arthur.     

Rupanya Arthur masih berusaha membuka pintu gudang yang sempit.     

Melihat sang adik aku yang kesusahan, David pun segera maraih sebuah pedang yang tergeletak di atas meja.     

David menggunakan pedang itu untuk mencongkel pintu.     

"Awas Minggir!" teriak David. mesya dan Arthur pun menyingkir.     

Bruak!     

Pintu berhasil terbuka dan mereka semua pun terperangah melihat isi dalam ruangan itu.     

Darah berceceran, dan terlihat tubuh Celine yang sudah tergeletak tak berdaya.     

Seketika Arthur berlari menghampiri tubuh sang istri.     

"Celine! Celine!" teriaknya dengan lantang.     

Arthur benar-benar tak terima melihat istrinya yang sudah tidak bernyawa.     

"Ya, Tuhan! Kenapa Engkau mengambil istriku, Tuhan! Kenapa tidak diriku saja!" Arthur pun tak kuasa menahan tangis.     

Mesya merangkul pundak Arthur, dia juga mencoba menenangkan kakak angkatnya itu.     

"Sabar ya, Kak Arthur, " tukas Mesya dengan lirik.     

Padahal Mesya sendiri juga atau tak kuasa menahan kesedihannya.     

David juga tak bisa berbuat apa-apa.     

Celine sudah terlanjur tewas, tak ada cara menghidupkanya kembali selain mengikhlaskan.     

Arthur mengangkat sedikit tubuh istrinya lalu memeluknya dengan erat, dia menciumi wajah sang istri untuk yang trakhir kalinya.     

"Celine, maafkan aku, Celine ... karena aku hidupmu menderita, karena aku pula kamu tewas dengan cara yang mengenaskan seperti ini," Arthur berbisik di telinga Celine. "Maafkan aku, ya ...."     

"Arthur, kamu harus bisa merelakan, Celine ...," tukas David.     

Arthur pun menghentikan sesaat tangisan itu, dia kembali teringat dengan ucapan Denias yang hadir dalam mimpinya.     

Waktu itu Denias berkata tentang karma.     

Bahwa karma itu nyata, apa yang telah ia lakukan di masa lampau mungkin akan mendapatkan balasan di masa depan.     

Dan inilah yang diucapkan oleh Denias menjadi nyata, Arthur sudah kehilangan anak dan istrinya.     

Dan seperti inilah perasaan para keluarga yang telah ditinggalkan oleh para korban keluarga Davies.     

Ini artinya mau tidak mau Arthur harus ikhlas menerima semua cobaan, dan kalaupun dia akan tewas secara mengenaskan seperti para korbannya dulu, itu pun juga tidak masalah. Arthur tahu jika dia pantas mendapatkan semua itu.     

"Arthur, ayo kita harus sehari menemukan kitab itu!" sergah David.     

"Aku mohon, kalian saja yang mencarinya, biarakan aku memeluk Celine untuk terakhir kalianya," pinta Arthur.     

Akhirnya David dan Mesya pun meninggalkan Arthur.     

Dan mereka menuju ruang rahasia, namun kamar itu juga terkunci.     

"Kak! Pedangnya!" teriak Mesya.     

Dia mengisyaratkan sang suami agar kembali menggunakan pedang yang ada di tangannya untuk membuka pintu.     

David segera menggunakan benda itu. Butuh beberapa menit untuk membuka pintunya, karena pintunya yang terlalu kuat.     

"Ayo, cepat! Kak David!" sergah Mesya.     

"Sabar, Mesya!" sahut David.     

Hingga akhirnya pintu pun tebuka.     

Bruak!     

Mereka segera masuk dan mencari letak kitab itu.     

"Di sana, Kak!" Mesya menunjuk sebuah kotak yang mirip akuarium, dan di sanalah letak kitab yang mereka cari.     

Mesya berjalan mendekat seraya meraih sebuah kapak.     

Tanpa ragu Mesya mengayunkan kapak itu kearah kotak kaca itu.     

Pruang!     

Seketika kotak kacanya pecah berhamburan, Mesya meraih kitab di dalamnya.     

Dia tak menyangka, harus mencuri benda yang sama, untuk kedua kalinya.     

Dulu dia merebutnya dari keluarga Wijaya Diningrat, dan sekarang dia merebutnya dari keluarga Davies.     

"Ayo, cepat, Mesya!" sergah David.     

"Kita harus membacanya terlebih dahulu, Kak! Pasti ada cara dan aturan untuk membunuh mereka!" ujar Mesya.     

"Kau benar, Mesya! Kita harus benar-benar membunuhnya dengan benar! Atau mereka akan bangkit kembali!" tukas Davies.     

Mereka membaca kitab itu dengan seksama.     

Sampai mereka benar-benar paham.     

*****     

Sementara Arumi dan Charles mulai bangkit dari kematiannya.     

Mereka keluar dari dalam mobil, dan masuk ke dalam rumah.     

"Apa yang akan kita lakukan, Charles?" tanya Arumi.     

"Cari mereka dan ayo kita bunuh, mereka!" ujar Charles.     

"Tapi, mereka itu anak-anak kita, Charles?"     

"Tapi mereka sudah tidak mau menuruti perintah kita, Arumi!"     

"Aku tidak rela kalau mereka mati! Aku ingin mereka tetap hidup dan menjadi anak-anak kita sampai kapan pun!" ujar Arumi dengan lantang.     

"Baiklah, Sayang. Kita lihat nanti. Kita beri mereka kesempatan untuk menjadi anak yang baik, tetapi apa bila mereka kembali membangkang, tak ada lagi kata maaf. Maka kita harus membunuhnya!" pungkas Charles.     

Arumi pun terdiam dan menuruti permintaan Charles.     

Mereka menuju kearah gudang sempit terlebih dahulu.     

Dan sesampainya di sana mereka melihat Arthur yang tengah meringkuk menangisi istrinya.     

"Sudahlah, Nak! Lupakan dia! Ayah, akan mencarikan wanita yang jauh lebih cantik dari istrimu!" tukas Charles.     

Seketika Arthur menengok kearah mereka sambil berteriak dengan lantang.     

"Diam, kalian!" pekik Arthur penuh amarah.     

Pria itu segera berdiri, dan menatap orang tuanya penuh kebencian.     

"Puas Kalian?! Kalian telah membunuh istriku?!" Arthur berdiri dan bersiap untuk kembali berperang. Inilah saat penentuan baginya.     

Hidup atau mati, Arthur tak peduli, yang terpenting dia akan mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk membunuh orang-krang jahat ini.     

To be continued     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.